Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PADA era yang semakin digerakkan oleh teknologi, manusia seolah berada di persimpangan jalan yang penuh dengan dilema moral dan eksistensial. Dunia yang semakin terhubung, informasi yang semakin mudah diakses, dan kemajuan teknologi yang tak terbendung, telah mengubah cara kita berinteraksi, bekerja, bahkan memahami diri kita sendiri.
Dalam konteks ini, menurut saya muncul sebuah pertanyaan besar: saat teknologi semakin menguasai kehidupan manusia, apakah kita masih mengenal dan menjaga kemanusiaan itu sendiri?
Sejarah manusia selalu dipenuhi dengan pencarian terhadap kekuatan yang lebih besar, yang mampu mengendalikan nasib dan masa depan. Di masa lampau, manusia menyembah dewa-dewa yang diyakini dapat memengaruhi segala aspek kehidupan. Namun, pada abad ke-21 ini, menurut saya, dewa baru telah muncul: teknologi. Kemajuan teknologi yang cepat, terutama dalam bidang kecerdasan buatan (AI), big data, dan otomasi, telah memberikan kekuatan yang luar biasa dalam menentukan arah hidup kita. Di tangan teknologi, seolah manusia menemukan ‘tuhan’ baru yang mengendalikan kehidupan sehari-hari mereka.
Salah satu contoh nyata dari peran dominan teknologi dalam kehidupan kita adalah kecerdasan buatan (AI) yang semakin berkembang pesat. Menurut penulis dan pakar teknologi, Yuval Noah Harari, dalam bukunya Homo Deus: A Brief History of Tomorrow (2016), manusia telah menciptakan sebuah entitas baru yang dapat mengalahkan kemampuan kognitif manusia, yaitu AI. Harari menggambarkan bagaimana AI tidak hanya dapat melakukan tugas-tugas yang dulu dianggap hanya bisa dilakukan oleh manusia, tetapi juga mengatur keputusan-keputusan penting yang sebelumnya ada dalam ranah etika manusia.
AI, dengan segala kecanggihan dan kemampuannya, bukan hanya berfungsi sebagai alat, tetapi juga sebagai pembuat keputusan. Ia telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar teknologi, seolah menjadi ‘tuhan’ yang mengatur hidup manusia. Dalam banyak hal, keputusan-keputusan penting terkait kehidupan kita mulai dari pekerjaan, pendidikan, hingga kesehatan bisa dipengaruhi, atau bahkan ditentukan oleh sistem yang tidak memiliki empati atau kepekaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Meskipun teknologi membawa banyak kemudahan, kenyataan bahwa teknologi semakin mendominasi hidup manusia menghadirkan kekhawatiran terhadap kemanusiaan itu sendiri. Apakah dengan semakin canggihnya teknologi, kita semakin kehilangan nilai-nilai kemanusiaan? Apakah kita sedang menuju sebuah dunia di mana manusia digantikan oleh mesin, dan hubungan antarmanusia digantikan oleh interaksi dengan perangkat-perangkat digital?
Sebagai contoh, fenomena dalam dunia kerja yang semakin digantikan oleh robot dan AI menciptakan ketidakpastian ekonomi bagi banyak orang. Dalam bukunya The Second Machine Age (2014), Erik Brynjolfsson dan Andrew McAfee menyoroti bagaimana otomatisasi telah mengubah lanskap pekerjaan. Mesin-mesin dan algoritma semakin menghilangkan banyak pekerjaan manusia, yang pada akhirnya menciptakan jurang sosial yang lebih lebar antara yang kaya dan yang miskin. Dalam masyarakat yang serba digital ini, individu yang tidak mampu beradaptasi dengan teknologi mungkin akan terpinggirkan, kehilangan nilai diri mereka sebagai manusia yang memiliki hak dan martabat.
Tidak hanya di ranah pekerjaan, perkembangan teknologi juga mengubah cara kita berinteraksi dengan sesama. Kehidupan sosial yang dulu penuh dengan tatap muka dan interaksi fisik, kini lebih banyak terjadi di dunia maya. Meskipun ini membuka peluang bagi mereka yang terisolasi secara geografis untuk terhubung, banyak yang merasa bahwa hubungan sosial kita kini menjadi lebih dangkal dan kurang bermakna. Di dunia yang semakin terhubung, kita malah merasa lebih terasing.
Dalam bayang-bayang kemajuan teknologi, menurut saya kita harus tetap menjaga kemanusiaan kita. Teknologi, meskipun memberikan banyak manfaat, tidak bisa menggantikan kualitas-kualitas yang menjadi inti dari eksistensi manusia: empati, kasih sayang, dan nilai-nilai sosial. Ini adalah tantangan besar di abad digital ini, dimana kita harus belajar menyeimbangkan kecanggihan teknologi dengan kebutuhan untuk menjaga jati diri kita sebagai manusia.
Bagaimana kita bisa melindungi nilai-nilai kemanusiaan dalam dunia yang semakin terotomatisasi? Salah satu solusi yang bisa diambil adalah dengan mengintegrasikan etika dalam pengembangan teknologi. Sejumlah pakar, seperti Timnit Gebru dan Wendell Wallach, mengemukakan pentingnya menerapkan prinsip-prinsip etika yang kuat dalam pengembangan AI dan teknologi canggih lainnya.
Dalam artikelnya The Problem with AI Ethics (2020), Timnit Gebru menekankan bahwa teknologi tidak bisa dipandang sebagai entitas netral. Teknologi yang diciptakan oleh manusia harus tetap mempertimbangkan dampak sosial dan moralnya terhadap masyarakat.
Selain itu, kita harus memastikan bahwa teknologi tidak hanya digunakan untuk keuntungan segelintir orang, tetapi juga untuk kebaikan bersama. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahatma Gandhi, “Teknologi yang maju harus melayani manusia, bukan menguasainya.” Pesan ini menurut saya tetap relevan, mengingat bahwa kemajuan teknologi seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, bukan menggantikan keberadaan manusia itu sendiri.
Saat teknologi semakin menguasai dunia, hemat saya kita harus selalu bertanya: “Apa kabar kemanusiaan?” Di tengah derasnya arus otomatisasi yang menggulung zaman, kita harus senantiasa mengingatkan diri bahwa teknologi seharusnya menjadi tangan yang membantu manusia, bukan kekuatan yang menguasai hidup kita. Kemanusiaan yang kita miliki kemampuan untuk merasa, berpikir, berempati, dan bertindak dengan kasih sayang, adalah sesuatu yang tak bisa digantikan oleh mesin atau algoritma.
Seiring dengan berkembangnya teknologi, kita harus menjaga agar nilai-nilai kemanusiaan tetap menjadi pusat dalam setiap keputusan dan inovasi yang kita buat. Karena pada akhirnya, teknologi hanyalah alat. Yang menentukan apakah dunia ini akan menjadi lebih baik atau buruk adalah bagaimana kita menggunakannya dengan bijaksana dan penuh rasa kemanusiaan.
Dengan demikian, marilah kita tidak hanya mengagumi kemajuan teknologi, tetapi juga berusaha untuk terus menggali dan merawat sisi-sisi manusiawi yang membuat kita berbeda dari mesin. Dalam keseimbangan itulah, kita dapat menemukan arti hidup yang sejati di tengah kemajuan yang terus melaju.
Alasan Gi-hun mengalah pada anak Jun-hee di Squid Game Season 3 menyentuh hati. Ending penuh makna yang menggambarkan harapan dan kemanusiaan
Perayaan Idul Adha 1446 Hijriah menjadi ajang memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan
Mendukung Palestina bukanlah pilihan ideologis sempit, tetapi ekspresi dan pengejawantahan dari amanat konstitusi.
Ia mengatakan akar masalah konflik di Papua sangat kompleks sehingga harus diurai satu per satu mulai dari aspek kemanusiaan.
PENDIRI Universitas Malahayati dan Ketua Pembina YATBL Rusli Bintang angkat bicara di tengah kisruh internal yang terus bergulir di kampus yang didirikan lebih dari tiga dekade lalu.
PENGEBOMAN Israel di Jalur Gaza terus berlanjut pada hari pertama hari raya Idul Fitri. Beberapa serangan udara pada Minggu dini hari waktu setempat menewaskan puluhan orang.
Produk yang dirancang sebagai ultimate waterproofing protection dengan keunggulan proteksi hingga 10 tahun.
Kehadiran DMG di Indonesia bukan hanya ekspansi bisnis, tapi juga misi jangka panjang membentuk ekosistem estetika berbasis evidence, inovasi, dan edukasi.
Prancis Terbuka menjadi satu-satunya turnamen grand slam yang masih mempertahankan peran manusia.
PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) menggandeng anak usaha Turkish Aerospace Industries, CTech, untuk mengembangkan komunikasi satelit bergerak
HONOR 400 dan HONOR 400 Lite, rangkaian terbaru ini dirancang untuk mengubah cara pengguna dalam berbagi momen kreatif dan pribadi, dengan integrasi teknologi kecerdasan buatan
Transcosmos Indonesia (TCID), penyedia layanan omni channel contact center dan digital marketing, merayakan 12 tahun kiprahnya di Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved