Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Refleksi Pembangunan Kesehatan Indonesia 2024

Ari Fahrial Syam Akademisi dan praktisi klinis Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI
02/1/2025 05:00
Refleksi Pembangunan Kesehatan Indonesia 2024
(MI/Seno)

SEKTOR kesehatan sangat berperan besar berkontribusi sebagai salah satu masalah yang harus diselesaikan bangsa ini. Menteri kesehatan sebagai nakhoda untuk pembangunan kesehatan harus bisa bekerja sama dengan semua pihak dalam pembangunan kesehatan. Organisasi profesi, institusi pendidikan, organisasi kemasyarakatan, swasta, dan lembaga pemerintah lainnya memegang peranan penting dalam pembangunan kesehatan.

Dalam periode 2024, saya melihat kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan stakeholder dalam membangun kesehatan belum berjalan secara optimal. Semua stakeholder pembangunan kesehatan selama ini turut serta dalam pembangunan kesehatan dan turut serta memberikan masukan yang terbaik untuk bangsa ini mengatasi masalah kesehatan yang ada.

Pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, juga seharusnya siap untuk menerima masukan dan siap dikritik dan selalu berpikiran positif bahwa masukan dan kritik yang diberikan untuk negeri tercinta.

Kementerian Kesehatan dalam satu tahun terakhir ini berusaha keras untuk melaksanakan UU Kesehatan 17/2023 dan turunannya, PP No 28/2024. Namun, upaya yang dilakukan tampaknya tidak mulus dan bahkan terburu-buru sehingga terkesan mengubur upaya-upaya yang telah dilakukan sebelumnya. Benturan yang terjadi, kalau tidak diantisipasi dengan baik, akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan.

Transformasi kesehatan yang terdiri dari enam pilar utama yang mencakup layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya kesehatan, dan teknologi terus diupayakan dengan berbagai terobosan. Beberapa aturan dibuat untuk mendukung hal tersebut. Namun, problem utama ialah tatanan implementasi, khususnya dalam hal pemerataan dan evaluasi berkelanjutan, yang menunjukkan program turunan dari enam pilar transformasi kesehatan masih menghadapi berbagai kendala.

Kendala utama ialah upaya kolaboratif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, termasuk para pelaku kesehatan. Ego sektoral masih kental dalam pembangunan kesehatan saat ini. Konsep sistem kesehatan akademik yang telah dimulai sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya didukung setengah hati oleh Kementerian Kesehatan saat ini.

Padahal, jika konsep itu dijalankan dengan konsisten dan didukung penuh, bisa mengurai berbagai permasalahan kesehatan di Indonesia, termasuk dalam pelaksanaan enam pilar transformasi kesehatan karena konsep sistem kesehatan akademik menyatukan peran Kementerian Kesehatan dengan rumah sakit vertikalnya, institusi pendidikan dengan sumber dayanya, baik sumber daya manusia, fasilitas pendidikan, riset, maupun fasilitas kesehatan yang juga dimiliki institusi pendidikan, dan melibatkan pemerintah daerah, yang mempunyai masyarakat, termasuk calon SDM kesehatan.

Target AHS tidak saja untuk menciptakan sumber daya kesehatan yang handal, tetapi juga pelayanan kesehatan yang mumpuni dan berorientasi pada penurunan berbagai target pembangunan kesehatan.

Melalui konsep AHS ini pembiayaan kesehatan menjadi lebih efisien, distribusi tenaga kesehatan menjadi lebih baik, penelitian kesehatan inovatif lebih meningkat yang akhirnya terjadi efisiensi pembiayaan kesehatan serta upaya-upaya pencegahan penyakit yang lebih optimal. Melalui AHS itu terjadi resources sharing atas semua stakeholder yang ada.

Riset kesehatan inovatif harus didukung, terutama yang dilakukan institusi pendidikan, agar bisa menghasilkan produk yang murah untuk dapat digunakan masyarakat kita. Secara nasional harus segera ditingkatkan upaya-upaya kemandirian untuk pembuatan obat, vaksin dan alat kesehatan yang memang dapat diproduksi di dalam negeri. Beberapa perusahaan farmasi dalam negeri bahkan punya produk yang sudah diterima di negara tetangga.

Di satu sisi, pembiayaan BPJS juga harus dibatasi. Rekomendasi dari penilaian teknologi kesehatan atau health technology assessment harus dilaksanakan Kementerian Kesehatan karena rekomendasi yang diberikan bertujuan untuk menekan pembiayaan kesehatan.

Harus ada regulasi yang kuat agar mengurangi produk impor alat kesehatan dan pemerintah mendorong penggunaan produk-produk inovasi lokal yang sebenarnya tidak kalah dengan produk luar negeri. Kita harus melihat negara Asia lain maju pesat dalam produksi alat kesehatan berteknologi tinggi, seperti produksi India, Tiongkok, dan Turki mengikuti kemajuan produksi teknologi tinggi dari Korea dan Jepang.

 

Mencegah lebih baik daripada mengobati

Konsep dasar kesehatan ialah mencegah lebih baik daripada mengobati. Pencegahan meliputi gaya hidup sehat dan pemeriksaan kesehatan rutin agar deteksi dini penyakit dapat dilakukan dan untuk pasien yang mempunyai penyakit kronis, penyakitnya dapat terkontrol.

Saat bekerja di puskesmas 32 tahun yang lalu, kami sebagai kepala puskesmas kecamatan bertanggung jawab untuk membina puskesmas pembantu dan posyandu dengan melibatkan para kader untuk menjaga kesehatan bayi, balita, dan ibu hamil. Upaya itu pun dilakukan dalam pencegahan penyakit.

Saat ini pun, upaya menekan pembiayaan kesehatan yang terbaik ialah dengan melakukan pencegahan, khususnya pencegahan penyakit tidak menular. Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah pembentukan pos pembinaan terpadu (posbindu) penyakit tidak menular. Ke depan, keberadaan posbindu harus didukung penuh dan sosialisasi serta pembentukan posbindu itu harus dilakukan secara masif.

Melalui posbindu, upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan secara optimal agar jumlah pasien yang sakit bisa diturunkan dan deteksi dini penyakit dapat dilakukan. Semakin dini penyakit dapat ditemukan biaya pelayanan kesehatan yang akan dikeluarkan juga tidak besar. Apalagi kita tahu penyakit dominan yang cukup menyedot pembiayaan kesehatan ialah penyakit tidak menular dan penyakit yang sebenarnya dapat dicegah.

Saat ini pasien dengan kanker datang sudah terlambat, mereka datang dalam kondisi stadium empat atau kondisi lanjut. Biaya yang harus dikeluarkan juga semakin besar baik untuk pemeriksaan maupun pengobatan. Di satu sisi keberhasilan pengobatan pasien dengan kanker stadium lanjut untuk mencapai kesembuhan peluangnya juga kecil.

Saat ini memang kita harus segera mengejar ketertinggalan kita di bidang kesehatan, antara lain menurunkan angka stunting, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, menurunkan angka kesakitan HIV AIDS, malaria, Tb, dan infeksi lainnya. Selain menekan penyakit tidak menular yang kasusnya makin hari makin meningkat.

Data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan penurunan angka stunting mencapai 21,5%, angka itu masih jauh dari target pemerintah untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada 2024.

Mengenai kasus Tb di Indonesia, berdasarkan Global Tb Report 2023, saat ini Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah negara India dengan estimasi kasus 1.060.000 kasus Tb baru dan 134.000 kematian per tahun.

Sekali lagi kata kunci untuk mengatasi itu perlu kolaborasi agar upaya yang berkelanjutan dalam hal pencegahan, deteksi dini, dan kepatuhan dan pengobatan yang efektif dapat dilaksanakan.

Kesenjangan pelayanan kesehatan khususnya untuk wilayah timur harus bisa diminimalkan. Menteri kesehatan ialah orang yang paling bertanggung jawab agar bangsa ini tidak terpuruk dalam mengatasi berbagai permasalahan kesehatan.

Angka kematian anak dan ibu masih tinggi. Begitu juga angka stunting yang juga masih tinggi. Dengan prevalensi penyakit infeksi antara lain HIV dan Tb, kita masih termasuk dalam kelompok negara-negara dengan jumlah kasus yang tertinggi di dunia ini. Bahkan, angka kekebalan terhadap obat Tb (multiple drug resistence/MDR Tb) juga sudah banyak terjadi.

Upaya yang harus dilakukan harus sistematis mulai pusat hingga daerah. Seluruh jajaran birokrat di daerah harus berkonsentrasi untuk mencapai target-target tersebut. Dengan sistem pemerintahan otonomi, saat ini tampaknya pimpinan daerah sebagian hanya berorientasi untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan.

Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemda seakan-akan tidak sungguh-sungguh dan tidak berakar. Program kesehatan bukan menunggu orang sakit, melainkan membuat bagaimana agar orang tidak sakit. Orientasi pemerintah juga harus diarahkan untuk mencegah agar orang tidak sakit.

Menteri kesehatan diharapkan segera terjun langsung mengidentifikasi permasalahan kesehatan utama dan segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah tersebut.

Harapan untuk Indonesia yang lebih sehat selalu ada dan rasanya profesi kedokteran serta institusi pendidikan kedokteran dan kesehatan harus diajak berkomunikasi dan berkolaborasi untuk mengejar ketertinggalan kita selama ini dalam hal pembangunan kesehatan. Dukungan Kemenkes terhadap pembangunan tenaga profesional akan membuat para tenaga kesehatan menjadi tuan rumah untuk masyarakatnya, di era globalisasi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya