Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Klinik Desa, Alternatif Pelayanan Kesehatan di Daerah Perifer

Dr. Zul Asdi, Sp.B., M.Kes., M.H. (Kes), Admin FORKOM IDI
22/8/2024 10:20
Klinik Desa, Alternatif Pelayanan Kesehatan di Daerah Perifer
Dr. Zul Asdi, SpB, M.Kes, M.H, Dokter Spesialis Bedah dan Koordinator Forum Komunikasi (Forkom) Dokter Indonesia(Dok Pribadi)

KELUHAN umum dari masyarakat saat ini diantaranya adalah rumah sakit dan ICU yang penuh serta lamanya jadwal operasi untuk pasien elektif. Hal ini mencerminkan adanya tekanan besar pada sistem kesehatan kita. Dalam berbagai diskusi dan webinar, pakar kesehatan sering menekankan perlunya penguatan pelayanan primer. Fokus pada pelayanan primer dapat membantu mencegah penyakit, menjaga kesehatan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.    

Pengalaman dari negara-negara seperti Kosta Rika menunjukkan betapa efektifnya pelayanan kesehatan primer. Di Kosta Rika, setiap desa memiliki dokter tetap yang memastikan pelayanan kesehatan dasar berjalan dengan baik. Jika model ini diterapkan di Indonesia, puskesmas dapat memainkan peran yang lebih besar dalam menjaga kesehatan masyarakat. 

Dengan populasi yang besar, puskesmas perlu dibekali dengan tim kesehatan yang lengkap, termasuk dokter, dokter gigi, perawat, bidan, farmasis, dan tenaga medis lainnya. Tim ini juga harus melakukan kunjungan rutin ke rumah-rumah pasien untuk memastikan mereka mengikuti protokol pengobatan dan menjalani gaya hidup sehat.

Baca juga : Anak Sering Terpapar Overtreatment di Fasilitas Kesehatan


Namun, penerapan model ini di puskesmas di Indonesia menghadapi berbagai kendala. Keterbatasan tenaga medis, pembiayaan yang tidak memadai, dan pelaksanaan program promotif-preventif yang belum optimal menjadi masalah utama. Puskesmas saat ini lebih fokus pada tindakan kuratif—mengobati orang sakit—yang seharusnya bisa dialihkan ke klinik, praktik pribadi, atau rumah sakit. 

Pembiayaan puskesmas, yang sebagian besar berasal dari uang kapitasi BPJS Kesehatan, seringkali menyebabkan puskesmas berubah menjadi rumah sakit kecil, bahkan dengan dokter spesialis, sehingga pelayanan promotif-preventif sering terabaikan. Pemerintah daerah juga sering tidak mematuhi alokasi anggaran kesehatan sebesar 10 persen dari APBD di luar gaji, dan lebih bergantung pada uang kapitasi BPJS. Sebaiknya, APBD digunakan untuk memastikan kesehatan masyarakat, bukan untuk mencari keuntungan.    


Jarak antara tempat tinggal penduduk dan puskesmas menjadi masalah signifikan. Faktor seperti jarak, transportasi, dan biaya untuk datang ke puskesmas serta kebutuhan akan pendamping pasien di daerah terpencil seringkali menjadi hambatan. Program posyandu, meskipun efektif, juga memerlukan dukungan yang lebih besar. 

Baca juga : Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas dan RS Masih Minim

Puskesmas pembantu (Pustu) merupakan solusi yang baik, namun seringkali tidak berfungsi optimal karena kekurangan tenaga medis, alat kesehatan, dan obat. Pustu sering hanya buka beberapa jam sehari, sementara kebutuhan kesehatan bisa muncul kapan saja, termasuk malam hari, terutama di daerah pegunungan, pulau terpencil, atau wilayah yang sangat terpencil.

Klinik desa adalah konsep yang bukan baru dan beberapa daerah telah mencoba menerapkannya. Dengan adanya rumah sakit pemerintah dan bantuan dari rumah sakit swasta di kota, desa juga seharusnya memiliki klinik swasta milik desa. Klinik ini bisa dikelola oleh desa, koperasi, masyarakat, perusahaan, atau individu. 

Klinik desa diharapkan memiliki akreditasi, bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, dan menyediakan tenaga medis 24 jam, termasuk dokter dan dokter gigi, serta peralatan dan obat yang memadai. Klinik ini harus mampu memberikan pelayanan kesehatan 7 hari seminggu dan anggota masyarakat diharapkan terdaftar sebagai peserta BPJS di klinik tersebut. 

Pemerintah diharapkan dapat memberikan subsidi atau mempermudah izin dan ketersediaan yang diperlukan untuk klinik ini. Klinik desa diharapkan dapat mendukung program puskesmas, terutama dalam aspek promotif-preventif, dan tetap berada di bawah pengawasan puskesmas serta dinas kesehatan setempat. Klinik desa juga akan sangat membantu program posyandu dengan menyediakan fasilitas yang mendukung pengawalan kesehatan masyarakat secara personal. 

Regulasi untuk kerja sama antara klinik desa yang bersifat swasta dengan pemerintah perlu dibuat agar masyarakat desa merasa tenang dengan adanya dokter, perawat, bidan, dan tenaga medis lainnya yang siap 24 jam. Jika klinik desa berkembang dan menghasilkan keuntungan, dana tersebut dapat digunakan lebih jauh untuk kepentingan masyarakat desa. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya