Anak Sering Terpapar Overtreatment di Fasilitas Kesehatan

Atalya Puspa
31/7/2024 14:35
Anak Sering Terpapar Overtreatment di Fasilitas Kesehatan
Ilustrasi.(Antara)

ANAK merupakan pihak paling terpapar pada pelayanan yang tidak perlu atau overtreatment di pelayanan kesehatan. Hal itu diungkapkan oleh pendiri Yayasan Orang Tua Peduli Purnamawati Sujud.

"Ada dua yang angka kunjungannya paling tinggi, yakni penyakit batuk pilek dan diare. Ini risiko overtreatment paling besar. Padahal, virus itu bisa sembuh sendiri," kata Purnamawati dalam acara Pentingnya Layanan Kesehatan yang Layak dan Tepat bagi Publik di Jakarta, Rabu (31/7).

Berdasarkan pengamatannya, sejak 2003 hingga 2024, overtreatment di fasilitas pelayanan kesehatan memiliki pola yang sama, yakni pemberian obat-obatan dan pelayanan yang tidak diperlukan. Ia menyebutkan sikap atau keputusan yang berlebihan dalam pelayanan kesehatan tidak akan menguntungkan dan risiko kesehatannya akan lebih besar daripada risiko manfaatnya.

Baca juga : Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas dan RS Masih Minim

Ia membeberkan di rumah sakit swasta pada 2003 hingga 2004 ada sebanyak 14 resep zat adiktif yang diberikan kepada anak-anak saat terjangkit batuk pilek. Di antaranya pun ada antibiotik. Lalu pada 2023, ada sebanyak enam zat adiktif yang diresepkan.

"Mungkin sekilas terlihat lebih baik, tetapi pilihan antibiotiknya lebih ngeri. Kalau di puskesmas masih pakai amoxcillin sekarang pakai cevixime, antibiotik yang seharusnya dieman-eman," kata dia.

Selain pada resep obat yang berlebihan, ia juga menyoroti banyak prosedur yang tidak perlu. Misalnya saja, rumah sakit sering kali menyarankan untuk melakukan tes tifus saat anak memiliki gejala batuk pilek.

"Kenapa harus periksa tifus? Kalau tifus tidak ada batuk pilek dan demamnya seperti anak tangga. Kalau tifus, anak demam lebih dari tujuh hari dan makin hari makin tinggi," beber dia. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya