Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Budaya Positif Kelas Mengatasi Transisi PAUD 

Dwi Jatmiko, Wakasek bidang Humas SD Muhammadiyah 1, anggota Majelis Kader dan Sumber Daya Insani PDM Solo, narasumber berbagi praktik baik BBGP Jateng 
17/7/2023 21:40
Budaya Positif Kelas Mengatasi Transisi PAUD 
Dwi Jatmiko(Dok pribadi)

BUDAYA positif di kelas merupakan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di kelas yang berpihak pada peserta didik agar anak didik mampu berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Mutu budaya kelas bisa dilihat dari budaya yang hidup dan dikembangkan warga sekolah. 

Budaya kelas merupakan sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan masyarakat sekitar sekolah ketika berada di kelas. Nilai-nilai dalam budaya positif di kelas mencakup; kebiasaan hidup, etika, kejujuran, kasih sayang, mencintai belajar, bertanggung jawab, menghormati hukum dan peraturan, menghormati orang lain, mencintai pekerjaan, suka menabung, suka bekerja keras, tepat waktu. Sependapat dengan Ki Hajar Dewantara, manusia membudaya itu maksudnya untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia dalam hidup perjuangannya. 

Dengan demikian, budaya positif kelas mampu mengatasi transisi PAUD. Agar efektif, dibuat dengan keterlibatan semua anggota keluarga kelas hasil diskusi dan negoisasi. Fokus pada hal yang dinggap urgent, oleh semua anggota keluarga. Pastikan alasannya bisa dijelaskan anak. Hanya sedikit. Anak harus mampu mengingat dan melaksanakannya dengan konsisten. 

Uniknya, menyebutkan nilai yang dijunjung keluarga kelas. Anak faham tanggung jawab sebagai anggota kelompok dan kebutuhan orang lain. Dinyatakan dengan positif, menggambarkan apa yang harus dilakukan, bukan apa yang dilarang. 

Jelaskan konsekuensi kesepakatan dilanggar, menyebutkan peran bagaimana peran yang dilakukan orang tua dan anak. Dibuat tertulis dengan di area yang mudah, dan dijangkau anak, ajak anak membuat visualisasinya, perlu ditinjau ulang bila masalah muncul beberapa kali atau setelah periode tertentu. Hal itu untuk memberi contoh refleksi yang baik pada anak.

Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan positif (Daryanto; 2015:12) perlu dibarengi dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap sekolah, memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan adanya pengawasan perilaku. 

Budaya positif

Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar ke-24, transisi pendidikan anak usia dini (PAUD) ke sekolah dasar (SD) yang menggembirakan. Implikasi dari kebijakan Mendikbudristek ini antara lain; (1) dihapuskannya tes membaca, menulis, dan berhitung (calistung) sebagai syarat masuk SD. Penghapusan tes calistung ini sebenarnya sudah diamanatkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.

Oleh karena itu, menarik bagi penulis untuk membuat catatan ini supaya pembaca dapat membedakan contoh budaya positif di kelas melalui profil pelajar Pancasila dan profil pelajar rahmatan lil alamin; keduanya bisa disebut profil pelajar. Profil pelajar memiliki pengetahuan dan keterampilan berpikir antara lain: berpikir kritis, memecahkan masalah, metakognisi, berkomunikasi, berkolaborasi, inovatif, kreatif, berliterasi informasi, berketakwaan, berakhlak mulia, dan moderat dalam keagamaan. Profil pelajar dirancang untuk menjawab satu pertanyaan besar, yakni peserta didik dengan profil (kompetensi) seperti apa yang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan Indonesia. 

Selanjutnya, penulis berharap kepada lembaga pendidikan untuk mengamalkan budaya positif kelas seperti adanya dimensi dan nilai yang menunjukkan bahwa profil pelajar tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif,  tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa Indonesia sekaligus warga dunia yang; 1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia. 2. Berkebhinekaan global. 3. Bergotong-royong. 4. Mandiri. 5. Bernalar kritis. 6. Kreatif, sekaligus pelajar yang mengamalkan nilai-nilai beragama yang moderat, baik sebagai pelajar Indonesia maupun warga dunia.    

Nilai moderasi beragama ini meliputi; 1. Berkeadaban (ta’addub). 2. Keteladanan (qudwah). 3. Kewarganegaraan dan kebangsaan (muwa'anah). 4. Mengambil jalan tengah (tawassu'). 5. Berimbang (taw'zun). 6. Lurus dan tegas (I’tidl). 7. Kesetaraan (muswah). 8. Musyawarah (syra). 9. Toleransi (tasmuh). 10. Dinamis dan inovatif (taawwur wa ibtikr).

Budaya positif kelas yang ada perlu terus dikembangkan kearah yang lebih baik menuju kesempurnaan. Budaya kelas yang baik membawa manfaat kepada individu dan kelompok yang ada di sekolah dan seluruh stakeholder pendidikan. Tergerak, bergerak, menggerakkan pendidikan yang berkemajuan dan berkeadaban. 

Itu karena gaya belajar setiap anak transisi PAUD berbeda, dan harus dilakukan oleh setiap guru supaya dapat merancang pembelajaran yang mampu mengakomodir semua siswa. Selain itu hasil asesmen juga harus dibedakan antara satu siswa dengan siswa yang lain sebagai referensi untuk pemetaan kelas sains, kelas tahfiz, kelas olahraga, dan kelas seni. Wallahu a’lam bishawab.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya