Selasa 23 Mei 2023, 05:15 WIB

Baca Bukumu Sekarang

Anggi Afriansyah Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan BRIN | Opini
Baca Bukumu Sekarang

Dok. Pribadi

 

WAHAI orangtua, pernahkah kalian membacakan buku bagi anak-anak? Wahai para guru, pernahkah di kelas kalian meminta anak-anak membaca dengan tenang buku-buku yang mereka pilih sendiri?

Tak ada kebiasaan yang hadir tiba-tiba, semua dibentuk tahap demi tahap, dari hal-hal kecil. James Clear menyebutnya sebagai atomic habits, sesuatu yang kecil yang membentuk kebiasaan seseorang. Clear menyebut masa depan dibentuk oleh kebiasaan-kebiasaan di masa kini. Pepatah yang kita kenal menyebut, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit.

Pembaca yang ulung tidak hadir tanpa peran orangtua, guru, atau orang dewasa di sekitar anak-anak. Mereka tidak hadir di situasi yang nirbuku. Kecintaan anak terhadap buku hadir karena pertemuan mereka yang intens dengan buku-buku. Mereka memiliki kesempatan melihat satu per satu buku, mendengar orang dewasa membacakan dan mengenalkannya.

Dalam buku Baby Read Aloud Basics yang ditulis oleh Caroline Blackmore dan Barbara Weston Ramirez, disampaikan ada beberapa manfaat dari membaca nyaring atau read aloud, antara lain, meningkatkan keterampilan mendengarkan, menambah jumlah kosakata, mempelajari kata-kata yang tidak biasa, memahami arti kata, mempelajari konsep tentang cetak, mendapatkan informasi dari ilustrasi. Pun meningkatkan ikatan dan ketenangan dengan orangtua, dan mencintai buku dan belajar. Tahapan tersebut akan bermanfaat dan berefek ketika dilakukan semenjak dini. Meski dalam konteks Indonesia, tidak semua orangtua memiliki kesempatan untuk membacakan setiap anak untuk membaca buku sejak dini.

Dalam konteks yang lebih luas, Amanda Ripley dalam bukunya The Smartest Kid in The World menyampaikan semua anak belajar keterampilan berpikir kritis ketika belajar matematika, sains, dan membaca. Anak-anak tidak hanya belajar untuk mengingat fakta-fakta, mereka belajar untuk menyelesaikan problem dan beradaptasi, mereka dilatih untuk bertahan di era ekonomi modern. Merujuk apa yang disampaikan Ripley, membaca, menjadi salah satu komponen untuk mengenal ragam konsep, melihat dunia yang mungkin belum dikenali, dan menjelajah ruang yang mungkin belum mampu dijangkau saat ini.

 

Ruang refleksi

Para tokoh genius merupakan para pembaca ulung. Dalam buku Geography of Genius karangan Eric Weiner diceritakan tentang David Hume, salah satu filsuf termasyhur, suka sekali membaca dan berjalan-jalan. Hal tersebut disebut Hume sebagai kebahagian utamanya. Momen membaca, berjalan-jalan, dan juga sampai terkantuk, ia anggap sebagai aktivitas berpikir. Dari situ dapat terlihat bahwa momen membaca menjadi ruang refleksi untuk memikirkan hal-hal penting terkait dengan kehidupan.

Membaca dapat menjadi ruang untuk mempelajari hal-hal baru dalam kehidupan. Menurut Clear, mempelajari hal-hal baru membutuhkan komitmen yang teguh. Setiap hal baru kemungkinan besar dapat dipelajari, selama ada komitmen dan tekad yang kuat juga semangat pantang menyerah. Di tengah hadirnya media sosial yang begitu atraktif secara visual, membaca memang tampak sangat old school.

Di tengah gempuran media sosial, ketika kata-kata mutiara mudah didapat, video durasi pendek yang mengetengahkan isu tertentu mudah didapat, orang-orang merasa pengetahuan pendek tersebut sudah cukup. Secara pragmatis yang selalu dipertanyakan adalah, jika bisa mendapatkan intisari pengetahuan, mengapa harus membaca ratusan lembar buku?

Meski memang, secara umum, tidak semua individu perlu membaca secara mendalam (deep reading). Namun, untuk para peserta didik, membangun keterampilan untuk membaca secara mendalam menjadi bagian penting membentuk para pembelajar mandiri yang reflektif.

Di tengah hadirnya ragam pengetahuan, bahkan cenderung banjir pengetahuan di media sosial, dengan kilasan-kilasan singkat dan belum tentu benar, anak-anak perlu memiliki kemampuan untuk memilah informasi. Dengan terbiasa membaca secara mendalam, anak-anak akan terbiasa membaca teks-teks yang panjang dan berupaya memahaminya. Membaca buku, menurut Clear, tidak hanya belajar sesuatu yang baru, tetapi menjadi medium untuk mendapatkan cara pandang baru dari pengetahuan lama yang sudah diketahui sebelumnya.

Menghadirkan buku menjadi sangat penting. Meski kita sudah mafhum, tak mudah untuk menemui buku-buku berkualitas, bahkan di tempat-tempat yang harusnya buku didapat dengan mudah. Bahkan, tidak semua sekolah memiliki perpustakaan yang layak. Bila merujuk pada Renstra Kemdikbud 2020-2024, disampaikan bahwa hampir sepertiga (32,7%) sekolah di Indonesia belum memiliki perpustakaan. Jika tak ada perpustakaan dengan buku-buku berkualitas, bagaimana anak-anak mendapat kesempatan memadai mengenal dan akrab dengan buku-buku?

Kita tentu menanti efektivitas dari program Merdeka Belajar Episode 23 Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia yang mengklaim telah mengirim 15 juta eskemplar buku untuk 20 ribu pendidikan anak usia dini (PAUD) dan SD. Pengiriman ialah satu ikhtiar, tetapi ikhtiar lanjutan ialah mengawal agar anak-anak dapat membaca secara saksama setiap buku yang ada. Distribusi yang merata juga sangat penting karena sudah sangat jelas tidak semua sekolah memiliki buku-buku berkualitas atau perpustakaan yang memadai.

 

Fokus

Orang dewasa memiliki tanggung jawab untuk membawa anak untuk tertarik membaca buku. Selain tertarik membaca buku, mereka harus diajak untuk fokus membaca buku. Daniel Goleman dalam karyanya Focus: The Hidden Driver of Exellence menyampaikan pentingnya anak untuk fokus dalam mengerjakan setiap kegiatan pembelajaran. Ia menulis Kids who can't pay attention can't learn; they also can't manage themselves well. Dalam konteks membaca buku, anak harus dapat mengatur diri untuk tetap fokus membaca dan juga secara kritis menelaah apa yang ada di dalam buku tersebut.

Dalam buku Teach Like Finland, Timothy D Walker mengungkap salah satu strategi agak anak-anak mencintai buku. Ia memiliki program book talk, yakni para peserta didik diminta untuk memilih buku yang sesuai dengan usia mereka. Para peserta didik kemudian diminta membuat laporan singkat yang berisi pemahaman mereka tentang teks yang dibaca dan kemudian presentasi singkat di depan kelas selama lima menit untuk menunjukkan pemahaman mereka terhadap buku yang dibaca. Ia menyebut program tersebut sebagau perayaan pembelajaran. Selama dua tahun melakukan program tersebut, ia melihat situasi yang para peserta didik menikmati kesempatan untuk saling bicara dan mendengar tentang beragam buku yang dipresentasikan.

Ada banyak cara untuk membuat anak-anak mulai membaca buku. Jangan lupa, sebelum meminta mereka membaca, para orang dewasa harus menjadi teladan membaca. Ayo baca bukumu sekarang!

 

Baca Juga

Dok. Pribadi

Penyemaian Nilai-Nilai Pancasila

👤Dody Wibowo Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Sukma Dosen Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada 🕔Senin 05 Juni 2023, 05:10 WIB
HARI Lahir Pancasila diperingati setiap 1...
MI/Duta

Pancasila, Moderasi Indonesia

👤Achmad Ubaedillah Dosen Fisip Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Fokky Fuad Wasitaatmadja Dosen Universitas Al Azhar Indonesia 🕔Senin 05 Juni 2023, 05:05 WIB
Ibarat sebuah kitab suci, Pancasila begitu luwes dan aktual sepanjang sejarah perubahan...
Dok pribadi

Strategi Komunikasi Nothing, Terkait Eksplorasi dan Ekspor Pasir Laut

👤Gilang Gumilang, Dosen Fikom IISIP Jakarta 🕔Minggu 04 Juni 2023, 06:25 WIB
Harapan indah publik, khususnya terkait sosialisasi PP 26 Tahun 2023 ini, adalah segera disampaikan oleh...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya