Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Hari Internasional Al-Quds

Faezeh Jannati Moheb Diplomat Kedutaan Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia
18/4/2023 05:00
Hari Internasional Al-Quds
Ilustrasi MI(MI/Seno)

PADA 16 Agustus 1979 (22 Ramadan 1399) setelah serangan brutal rezim Zionis Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan pengeboman Lebanon Selatan oleh pasukan Israel, Imam Khomeini (RA) Pemimpin Agung Republik Islam Iran mengajak seluruh umat Islam di dunia untuk membela rakyat Palestina yang tertindas dengan menamakan setiap hari Jumat terakhir di bulan suci Ramadan sebagai Hari Internasional Al-Quds Al-Sharif. Tahun ini, mengingat kemungkinan pengumuman Idul Fitri pada hari Jumat terakhir bulan suci Ramadan, maka diputuskan untuk menetapkan hari Jumat tanggal 14 April 2023 lalu sebagai Hari Internasional Al-Quds.

 

Semangat persatuan dengan bangsa Palestina

Hari Internasional Al-Quds Al-Sharif adalah hari solidaritas dan persatuan untuk menentukan nasib bangsa Palestina. Semangat dari penentuan Hari Internasional Al-Quds berangkat dari berbagai ayat suci Al-Qur’an maupun hadis dari Nabi Muhammad (SAW) yang bersabda: “Apabila seorang muslim mendengar suara teriakan permintaan tolong dari orang yang tertindas (baik muslim atau nonmuslim), tetapi ia tidak cepat-cepat mau menolongnya, maka sungguh ia bukanlah dari golongan muslim.” Atau, hadis lain dari Nabi Islam yang bersabda: “Barangsiapa yang tidak peduli urusan kaum muslimin, maka dia bukan golonganku.”

Semangat persatuan dengan bangsa Palestina berangkat dari ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Di samping itu, kebangkitan umat Islam telah melindungi isu Al-Quds dan bangsa Palestina tak terlupakan. Hari Internasional Al-Quds telah menjadikan isu Palestina dari dimensi nasional ke global, dan telah berdampak besar untuk menciptakan persatuan di antara negara-negara muslim dalam mendukung rakyat Palestina yang tertindas serta melawan arogansi global serta Zionisme internasional.

Kota Baitul-Maqdis merupakan salah satu kota suci menurut agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Dan, keberadaan Masjid Al-Aqsa telah menambah posisi strategis dari kota ini, khususnya di tengah kaum muslim. Pentingnya Al-Quds disebabkan fakta bahwa sepanjang sejarah tanah ini menjadi tempat tinggal dan tempat diutusnya para nabi Ilahi, kiblat pertama umat Islam dan tempat di mana Isra Mikraj oleh Nabi Muhammad SAW terjadi. Berbagai ayat-ayat Al-Qur’an juga secara langsung menyebutkan tentang keberadaan Masjid Al-Aqsha dan kedudukannya. Banyak juga riwayat dari Nabi Muhammad SAW tentang Baitul-Maqdis dan Masjid Al-Aqsa.

Berbeda dengan klaim kaum Zionis, yang dengan menghadirkan narasi palsu dan mengacu pada pemerintahan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, memperkenalkan diri sebagai pemilik utama wilayah Palestina dan tanah suci Baitul-Maqdis, fakta sejarah menunjukkan bahwa sejak 2500 SM bangsa Arab sebagai penduduk asli tanah air Palestina dan kota Baitul-Maqdis memasuki wilayah ini dan memerintah sampai 1.500 tahun kemudian, dan setelah itu Nabi Daud dan Nabi Sulaiman menjadi penguasa Palestina. Setelah meninggalnya Nabi Sulaiman pada tahun 63 SM, kota Baitul-Maqdis berada di bawah penguasaan Romawi.

Awal mula konflik di Palestina dimulai pada saat Deklarasi Balfour yang dikeluarkan pada 2 November 1917 saat Perang Dunia I. Ketika, menurut penulis Yahudi Arthur Koestler, ‘satu bangsa (Inggris) secara resmi menjanjikan kepada bangsa lain (Yahudi) tanah air bangsa lainnya (Arab Palestina)’. Dengan kemenangan Blok Sekutu dalam Perang Dunia II, kebijakan Inggris untuk mendirikan negara Yahudi di bawah kekuasaan Zionis mulai dilaksanakan penuh pada tahun 1948.

Sejak saat itu, migrasi orang Yahudi ke wilayah Palestina meningkat secara signifikan dan konflik antara orang Arab dan Yahudi semakin intensif. Para pemerintah Arab yang awalnya melawan tentara Israel di bawah pimpinan Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir saat itu, akhirnya kalah di lapangan dalam perang selama enam hari dengan Israel pada tahun 1967. Dengan kekalahan itu, dan penandatanganan Perjanjian Camp David pada tanggal 17 September 1978, proses ketidakpedulian terhadap masalah Palestina dimulai.

Hal ini dilanjutkan dengan ditandatanganinya Perjanjian Abraham serta normalisasi hubungan antara beberapa negara Arab dan rezim pendudukan Al-Quds sejak 2020 yang terjadi dengan kecepatan dan intensitas yang tinggi. Sebuah tren yang sayangnya sedang menyebar ke negara-negara muslim lainnya.

 

Sekarang waktunya mengakhiri genosida

Dengan aksi gilanya, rezim Zionis selalu berupaya menerapkan salah satu slogan utamanya, yakni ‘tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah’. Tindakan seperti pembunuhan para komandan dan mujahidin Palestina (230 warga Palestina syahid pada 2022), penangkapan warga Palestina (pada 2022, lebih dari 7.000 warga Palestina ditangkap oleh militer Israel, 164 di antaranya perempuan dan anak-anak), hukuman massal (penyebab pelanggaran prinsip penentuan nasib sendiri warga Palestina), pengepungan Gaza, dan penghancuran lahan pertanian di Jalur Gaza. Selain itu, melaksanakan rencana Yudaisasi kota Baitul-Maqdis dengan melanjutkan pembangunan permukiman dan migrasi paksa warga Palestina, juga pemisahan Palestina dari Tepi Barat dan Gaza dll, merupakan sebagian dari pelanggaran hak bangsa Palestina oleh Zionis Israel. Tindakan-tindakan ini pun dianggap sebagai penyebab utama ketidakamanan permanen di wilayah Timur Tengah dan Asia Barat.

Meski sudah lebih dari tujuh dekade berlalu sejak pendudukan Palestina, Al-Quds sebagai kiblat pertama umat Islam dan asal mula persatuan dunia Islam masih menunggu dukungan umat Islam dan para pencinta kemanusiaan lainnya di dunia untuk pembebasan. Semua negara muslim, baik Arab maupun non-Arab, harus menyerukan persatuan dan dukungan untuk perjuangan Palestina hingga pembebasan AL-Quds Al-Sharif, dengan berpegang pada tali ketuhanan dan jauh dari konflik.

Dalam kaitan ini, Republik Islam Iran dan Republik Indonesia, sebagai dua negara besar dan penting di dunia Islam, baik secara bilateral maupun melalui forum internasional, selalu mendukung perjuangan Palestina dan mendasarkan posisi dan kebijakannya pada kemerdekaan dan pembebasan penuh Palestina.

Sekaranglah waktunya untuk mengakhiri genosida ini. Seperti yang dikatakan oleh Yang Terhormat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Ibu Retno Marsudi pada pertemuan Dewan Keamanan PBB pada 18 Januari 2023 di New York, Amerika Serikat, “Tahun 2023 harus menjadi tahun kemajuan dalam menyelesaikan masalah Palestina. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk mengakhiri pendudukan Israel, sekali dan untuk selamanya.”



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya