Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
BULAN Ramadan dikenal dengan berbagai julukan. Ada syahrul shiyam (bulan puasa), syahrul qiyam (bulan beribadah malam), syahrul maghfirah (bulan pengampunan), atau syahrul juud (bulan berbuat baik). Tapi, yang tidak boleh dilupakan, Ramadan juga disebut syahrul Qur’an (bulan Al-Qur’an). Ini secara jelas dituliskan dalam Surah Al-Baqarah 185, "Bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an (pertama kali) sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan atas berbagai petunjuk dan pembeda (antara yang benar dan salah)...."
Mengingat karakteristik dan pesan-pesan Al-Qur’an yang pertama kali diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW pada hari ke-17 bulan Ramadan tersebut, sangat kuat alasan untuk mengatakan bahwa Ramadan adalah bulan literasi. Setidaknya ada tiga alasan penting yang menjelaskan hal ini.
Membaca melampaui teks
Pertama, ayat pertama yang turun berisi perintah untuk membaca (QS Al-’Alaq, 1-5). Menurut banyak riwayat, bahkan perintah tersebut diulang beberapa kali oleh Jibril, sang perantara pewahyuan. Muhammad yang memang belum punya kemampuan membaca tentu tidak menyanggupi. “Maa ana bi qaari,” (Saya tidak cakap membaca).
Menariknya, meski tahu Muhammad tidak bisa membaca, mengapa Jibril terus memaksa beliau membaca? Bukankah seharusnya Tuhan mengajarkannya membaca lebih dulu seperti ketika Adam pertama kali diajarkan nama-nama segala sesuatu untuk meyakinkan para malaikat yang meragukan penciptaan manusia (QS Al-Baqarah, 30).
Pesan pentingnya memang karena Tuhan tidak menghendaki Muhammad untuk membaca kata-kata dalam teks tertulis karena Dia tahu sang Nabi seorang yang tidak cakap membaca (ummiy). Yang Dia perintahkan pada kesempatan pertama ialah membaca teks yang termanifestasikan dalam semesta ciptaan-Nya. Pesan itu sangat jelas dalam ayat 1-2 Surah Al-’Alaq yang mana Dia meminta sang Nabi berefleksi tentang hakikat paling mendasar dari manusia, yaitu penciptaan, asal-usul kejadiannya sendiri. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, menciptakan manusia dari ‘alaq.
Perintah membaca adalah perintah untuk memahami dan menalar, bukan sekadar membunyikan teks. Teks hanyalah medium yang dapat berwujud apa pun. Allah mencontohkan kepada Muhammad diri manusia sebagai teks yang perlu dibaca; dari mana muasalnya dan ke mana akan kembali.
Ini juga menjadi pesan penting bagi pendidikan kita. Cara paling tepat untuk mengajarkan membaca kepada anak-anak di usia dini ialah dengan menciptakan kecintaan mereka kepada apa yang terkandung dalam bacaan. Anak-anak usia dini hendaknya tidak dipaksa untuk belajar membaca teks dengan drilling pada usia emas saat otak mereka tumbuh dengan segala imajinasi dan keingintahuan.
Jika anak-anak pada usia tersebut dibebaskan daya imajinasinya, dibuat haus akan pengetahuan, dengan sendirinya mereka akan mencintai bacaan, dan pada saatnya, belajar membaca teks akan menjadi proses yang alami. Tentu saja mampu membaca teks tulis sangat penting karena itu adalah gerbang pengetahuan dan merupakan salah satu alasan mengapa kitab suci ini diberi nama Al-Qur’an.
Membaca berulang-ulang
Kedua, secara harfiah, Quran sendiri bermakna sesuatu yang dibaca secara berulang-ulang. Jadi, memang kitab ini hadir untuk dibaca. Umat Islam memang disunahkan untuk membaca kitab ini secara berulang-ulang. Pesannya, pertama-tama tentu membangun kebiasaan membaca. Kedua, itu adalah cara agar kita dapat sedikit demi sedikit memahami kandungannya.
Memperoleh pemahaman dari sumber seluas Qur’an butuh proses. Tidak bisa serta-merta. Bahkan Nabi sendiri tidak seketika diberikan pemahaman atas wahyu yang beliau terima. Ini secara jelas disebutkan dalam Surah Al-Qiyamah ayat 16-19. Memahami Qur’an juga perlu ilmu karena tidak setiap orang mampu menafsirkannya.
Selain itu, Qur’an adalah firman Tuhan (kalamullah) sehingga ia merupakan kitab yang hidup. Kitab ini senantiasa berdialektika dengan zaman. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, kadangkala penafsiran terhadap suatu ayat atau istilah juga berubah. Ambil contoh, kata ‘alaq dalam ayat kedua Surah Al-’Alaq: Dia menciptakan manusia dari ‘alaq.
Para penafsir awal menerjemahkan ‘alaq sebagai segumpal darah. Tapi seiring perkembangan ilmu embriologi, salah satu versi tafsir mengembalikan ‘alaq pada arti etimologisnya sebagai sesuatu yang menempel. Sains menunjukkan bahwa pada usia 21 hari janin berbentuk lengkungan kecil seperti lintah yang menempel pada dinding rahim dan mengisap darah sang ibu untuk membantunya tumbuh. Penafsiran ini muncul ratusan tahun kemudian setelah bukti-bukti saintifik terungkap.
Jadi, Al-Qur’an adalah teks yang perlu dibaca berulang-ulang agar hidup kita selalu terinspirasi dengan petunjuk dan ilmu-Nya yang mahaluas dan senantiasa relevan.
Pentingnya literasi puasa
Ketiga, perintah puasa dalam bulan Ramadan sendiri punya pesan kuat tentang pentingnya memahami teks secara mendalam. Puasa juga perlu literasi. Puasa pada dasarnya adalah aktivitas yang bertentangan dengan zona nyaman biologis manusia.
Semestinya aktivitas seperti itu memantik nalar untuk membaca lebih dalam mengapa orang harus berpuasa; bukankah lapar dan haus sangat dekat dengan kematian; apakah memang hanya untuk membuktikan kepatuhan hamba-Nya, Tuhan setega itu 'menyiksa' mereka dengan puasa?
Pada kenyataannya memang banyak orang meninggal karena kelaparan, tapi tidak ada orang yang mati karena berpuasa. Jadi, puasa yang dilakukan umat Islam sebulan penuh selama Ramadan bukan hanya peristiwa peribadatan semata. Ini juga merupakan peristiwa pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Alih-alih mencelakakan, menahan makan dan minum secara sengaja justru bermanfaat bagi kesehatan menurut sejumlah riset akademik. Ini menjadi momen regenerasi sel, pengistirahatan perangkat pencernaan, dan juga pembakaran unsur-unsur yang merusak dari makanan yang kita konsumsi sepanjang tahun.
Di samping itu, sebagai peristiwa spiritual, puasa juga membawa nilai-nilai pendidikan yang penting. Nabi sendiri secara eksplisit mengatakan bahwa puasa adalah perisai (junnah) untuk mengendalikan emosi negatif. Jadi, puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga pendidikan menahan diri dari amarah dan perilaku negatif lainnya.
Ini tentu menjadi latihan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan mental. Dalam suatu hadis riwayat Muslim, Nabi bersabda, "Saat seseorang berpuasa, ia tidak boleh mengumpat dan melakukan hal yang tercela. Maka, jika ada orang lain yang menghardik atau memprovokasi, katakanlah ‘Saya sedang berpuasa’."
Namun, karena kurangnya literasi puasa, seperti dirawikan oleh Al-Nasai, Nabi sendiri pernah menyindir bahwa banyak orang yang tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan haus. Banyak orang yang sekadar membaca yang tersurat dari teks sehingga hanya mengikuti ritual puasa sebagai rutinitas menahan konsumsi di siang hari, tapi mengompensasikannya secara berlebihan saat malam hari.
Kita sering abai untuk memahami nilai-nilainya atau mengambil pelajaran penting darinya. Akibatnya, tidak ada efek apa pun dari puasa terhadap kesehatan fisik dan mental spiritual kita. Yang ada justru setelah puasa, sebagian dari kita makin bertambah berat badan. Bahkan bulan puasa juga kerap menjadi ajang perilaku konsumtif, pamer kemewahan, dan pertunjukan berbagai hal yang tidak sepatutnya.
Aksi solidaritas tersebut dalam menyikapi kondisi warga Palestina yang terusik ibadahnya akibat tindakan Israel yang melakukan intimidasi dan kekerasan kepada warga Palestina.
MENJELANG perayaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H/2023, Lanud Sutan Sjahrir menggelar bazar murah untuk warga sekitar Tunggul Hitam, Kota Padang, Sumatra Barat, kemarin.
Refleksi diri merupakan salah satu bukti bahwa seseorang berkesadaran penuh dalam menjalankan ibadahnya.
KITA sering kali mendengar atau mengucapkan minal aidin wal faizin di saat Hari Raya Idul Fitri.
Festival Beduk setiap tahun ini juga dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai kebudayaan yang baik ini tidak punah pada generasi milenial.
TOLERANSI ialah nilai kemanusiaan dan semua orang membutuhkannya. Toleransi dibutuhkan karena setiap orang memiliki perbedaan-perbedaan.
Memasuki pertengahan Ramadan, OPPO Indonesia mengadakan kampanye bertema Make Your Moment, mengajak masyarakat, terutama anak muda, berbagi kebaikan.
Berikut 10 filantropis dunia yang suka memberikan donasi tanpa gembar-gembor.
Tahukah kamu kalau hari ini merupakan Hari Kebaikan Sedunia? Sudah berbuat baikkah kamu?
MENJADI haji mabrur adalah orientasi utama dari seluruh proses haji seorang Muslim. Terdapat tiga tanda kemabruran seorang yang telah menunaikan ibadah haji. Apa saja itu?
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved