Selasa 20 Desember 2022, 11:02 WIB

Menjadi Prosumer di Qatar

Irvan Sihombing, Wartawan Media Indonesia | Opini
Menjadi Prosumer di Qatar

Dok. Pribadi
Irvan Sihombing/Wartawan Media Indonesia

 

PENONTON di Stadion Lusail, Qatar, tempat berlangsungnya laga pamungkas Piala Dunia 2022 antara Argentina melawan Prancis bukan semata-mata penikmat sepak bola. Disadari atau tidak, mereka melalui gawai masing-masing telah menjadi produsen informasi. Setiap orang kini mampu menceritakan sisi berbeda yang mungkin tidak terekspos secara jelas oleh official broadcaster.

Salah satu contohnya saat Dayot Upamecano dilarang mengikuti selebrasi gol kedua Prancis. Dari rekaman seorang penonton terlihat Theo Hernandez mendorong Upamecano yang ingin ikut berpelukan dengan para pemain Les Bleus di luar garis lapangan usai Kylian Mbappe menjaringkan sepasang gol.

Peristiwa itu memang sempat disorot televisi, namun hanya sekilas. Sebaliknya, video milik penonton yang kini beredar luas di media sosial justru dapat menampilkan dengan jelas bagaimana Hernandez beraksi mendorong dengan kuat tubuh Upamecano agar tidak melewati garis dan tetap berada di dalam lapangan.

Muncul ekspresi dari wajah Upamecano yang sulit dilukiskan. Mungkin karena ia tidak bisa bersama-sama larut dalam luapan kegembiraan yang begitu membahana. Betapa tidak? Prancis memang sangat menunggu datangnya gol kedua guna menyamakan kedudukan di waktu normal setelah sebelumnya Argentina sempat unggul dengan skor 2-0 terlebih dahulu. Pertandingan itu sendiri berlangsung sengit dan harus diakhiri dengan drama adu penalti Senin (19/12/2022) dini hari WIB.

Ini hanya contoh kecil bagaimana penonton bertindak sebagai produsen informasi lewat gawai mereka di ajang Piala Dunia 2022. Masih ada banyak lagi potongan-potongan video yang beredar luas di media sosial. Penikmat sepak bola yang tidak bisa datang ke stadion atau mungkin tidak sempat menonton televisi menjadi semakin kaya akan informasi.

Filsuf media asal Kanada Marshall McLuhan jauh-jauh hari pernah menyiratkan perihal tersebut. Pria yang lahir pada 21 Juli 1911 itu terkenal dengan pemikiran medium is the massage, desa global, serta ramalannya tentang World Wide Web (WWW). Ia memprediksi tentang suatu masa di mana ada komunitas berkumpul karena perkembangan teknologi dan setiap orang memiliki akses informasi yang sama lewat teknologi tersebut.

Media sosial dan internet memang tengah menjadi yang terkini dari perkembangan teknologi komunikasi massa dari yang sebelumnya media cetak, radio, dan televisi. Media sosial memampukan penonton menjadi produsen informasi dan pada saat bersamaan membuka gerbang bagi budaya partisipatif, sekaligus menghadirkan realitas yang tidak tersentuh media massa tradisional.

Anggaplah apa yang ia lihat di lapangan sebagai realitas pertama. Lalu video tersebut ia unggah ke media sosial dan menjadi realitas kedua manakala ada pembuat konten menayangkan di akun pribadi miliknya dengan terlebih dahulu menambah bumbu-bumbu tulisan. Bukan tidak mungkin akan muncul realitas ketiga, keempat, dan seterusnya, jika ada orang yang menafsir ulang dan meng-upload kembali.

'Media baru' memang telah membuka ruang-ruang realitas yang tidak dapat dijangkau media massa tradisional seperti televisi. Produksi konten tidak lagi didominasi platform tertentu di era masyarakat informasi dan konvergensi media seperti sekarang ini. Penonton yang awalnya pasif telah menjadi prosumer (producer-consumer) yang aktif berpartisipasi dalam ruang-ruang publik. 

Dalam beberapa kasus, media sosial seperti hendak menggeser peran media konvensional. Televisi menjadi terancam keberadaannya.

Namun, peristiwa di Stadion Lusail ini bisa membawa perspektif lain terutama bila dikaitkan dari sisi pemirsa. Televisi dan media sosial bisa menjadi teman seiring sejalan dalam menampilkan suatu peristiwa. Tidak harus bersaing tapi saling melengkapi. Kalau televisi bisa menampilkan gambaran secara umum jalannya suatu pertandingan, media sosial kini memberikan kisi-kisi yang mungkin terlewati. 

Televisi tetap menjadi platform utama karena mampu menyiarkan pertandingan Piala Dunia 2022 secara utuh. Tidak mungkin media sosial yang mengambil peran itu. Tetapi ada hal yang tidak bisa di-capture secara detail oleh televisi dan peran itu yang kemudian dijalankan oleh media sosial. Sekali lagi yang utama tetaplah televisi dan media sosial menambahkan sisi lainnya dengan warna berbeda.

Seperti kata orang bijak: ini saatnya kolaborasi bukan kompetisi. Toh, muara dari itu semua adalah pemirsa yang diuntungkan

Baca Juga

Dok. Unpad

Suhu Politik di Tahun Politik

👤Yusa Djuyandi Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Kepala Aliansi: Kajian Politik, Keamanan, dan Hubungan Internasional di Universitas Padjadjaran 🕔Selasa 28 Maret 2023, 05:15 WIB
KURANG dari satu tahun lagi, negara kita akan memasuki puncak dari tahun politik nasional, yang titik momentumnya akan dilakukan dengan...
MI/Seno

Madesu Calon Guru

👤Triyanto Guru Besar FKIP UNS Solo 🕔Selasa 28 Maret 2023, 05:00 WIB
Guru adalah elemen penting pendidikan. Sayangnya, pengelolaan guru masih mengalami persoalan yang...
MI/Budi Setyo Widodo

Menuju Pemilu 2024

👤Budi Setyo Widodo 🕔Senin 27 Maret 2023, 15:46 WIB
Keikutsertaan rakyat dalam pesta demokrasi menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan sebuah...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya