Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
DALAM kegalauan memikirkan kondisi bangsa dan negara yang saat ini penuh dengan gejolak yang benar-benar menguras energi bangsa dan negara, khususnya pemerintah, penulis sengaja menonton acara di Metro TV.
Bayangkan saja saat ini masalah Kepolisian belum tuntas, sudah timbul persoalan di pondok pesantren. Belum lagi usai, timbul masalah ucapan anggota DPR mengenai TNI. Kemudian marak berlanjut demo-demo antikenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan terakhir ada ide seorang tokoh partai yang menyarankan agar 2024 capresnya Prabowo Subianto dan cawapres Jokowi. Benar-benar gaduh bangsa ini.
Penulis terus terang tidak akan membahas sebab musabab terjadinya hal-hal tersebut. Biarkanlah pakar-pakar sosial-politik yang membahas dan mengulasnya. Karena otak ini terasa jenuh dan buntu dengan ide-ide yang akan ditulis. Ingin menyalurkan hobi musik, suara sedang parau karena terserang batuk. Jadi penulis merebahkan badan di sofa, dan menyaksikan acara televisi yang penuh iklan menyelingi berita viral mengenai Kerajaan Inggris yang sedang berduka.
Satu saat penulis terhenyak serasa mimpi. Itu karena di layar kaca menayangkan acara Face to Face yang isinya extraordinary, amat menarik. Acara yang berisi dokumentasi kisah mengenai hubungan bersejarah antara Fidel Alejandro Castro Ruz dan Ernesto Che Guevara sejak mula di masa muda, sampai berdirinya Republik Demokratik Kuba. Dalam hati penulis bersorak, "Ini baru yang namanya berita."
Pro rakyat
Dalam tayangan tersebut digambarkan secara jelas masa muda Castro dan Che Guevara (El Che), yang keduanya punya wajah tampan tanpa 'brewok' sama sekali. Rupanya sejak muda Fidel sudah bercita-cita ingin mengubah sistem pemerintahan Kuba saat itu yang dinilai diktator, tidak pro rakyat, dan antek Amerika Serikat. Sedangkan El Che masa mudanya selain kuliah kedokteran, sudah 'gila' Marxisme.
Dari saksi sejarah yang masih hidup dijelaskan walau keduanya belum bertemu dan berkenalan, namun sudah punya visi sama yaitu membebaskan Kuba dari sistem diktator. Mereka ingin menjadikan sebuah negara demokratis kerakyatan dengan jalan perjuangan bersenjata.
Dalam perjalanan waktu atas usaha Castro, ia berhasil mendirikan kelompok Revolusioner A26 yang merekrut calon-calon pejuang-pejuang revolusioner bersenjata. Hal itu dilakukan sebagai persiapan melakukan perjuangan bersenjata di Kuba untuk menggulingkan pemerintahan diktator Batista yang pro dan didukung Amerika Serikat. El Che yang kala itu telah lulus pendidikan kedokteran turut bergabung ke dalam kelompok A26.
Di dalam kelompok tersebut hubungan Castro dengan El Che bertambah akrab layaknya dua bersaudara yang tak terpisahkan. Kelompok tersebut melaksanakan latihan-latihan kemiliteran dan perang gerilya secara intensif. Tampak sekali kehebatan El Che dalam melakukan perang gerilya di hutan-hutan. Melihat kenyataan ini Castro memberikan posisi khusus dalam kelompok revolusionernya, khususnya dalam perang gerilya.
Memulai ofensif
Kaum revolusioner yang telah tergabung dan dinilai oleh Castro sudah siap untuk perang gerilya jangka panjang, mulai merembes masuk ke hutan-hutan pegunungan Sierra Maestra. Mereka melakukan pendekatan-pendekatan intensif kepada penduduk di sana untuk mendukung gerakan revolusioner, dan aktif menggulingkan diktator Batista.
Di saat itu hubungan erat Castro dan El Che bertambah erat, walau ada perbedaan pendapat di antara mereka mengenai landasan ideologi kelompok gerilya tadi. Castro menolak faham komunisme maupun sosialisme ilmiah, sedangkan El Che yang sejak muda sudah 'keranjingan' Marxisme, menghendaki gerakan tersebut berazaskan Marxisme. Setidaknya menggunakan tesis-tesis Marx dalam kehidupan sosial politiknya.
Castro ternyata sangat paham benar mengenai adanya 'perbedaan' pendapat ini. Namun mengingat kehebatan dan kepiawaian El Che dalam memimpin gerilyawan melawan pasukan Batista, Castro tak mempermasalahkan soal perbedaan ideologi. Apalagi ternyata El Che menjadi teladan dan mercusuar bagi para gerilyawan revolusioner. Yang terpenting adalah menggulingkan pemerintahan Batista, dan mendirikan Republik Demokratik Kuba dengan Ibu Kota Havana.
Perjuangan mereka berhasil mematahkan kekuatan pasukan Batista. Terlebih warga Kuba yang kebanyakan petani tebu memberikan simpati dan dukungannya. Dari kesaksian seorang mantan gerilyawan, kedudukan pasukan Batista sangat terpukul. Bahkan banyak yang melakukan disersi serta bergabung dengan para gerilyawan. Selain itu bukan saja banyak warga Kuba yang bergabung menjadi gerilyawan. Bahkan ada juga warga negara Amerika Serikat yang tinggal di Kuba turut bergabung dengan para gerilyawan di bawah kepemimpinan Castro.
Satu per satu kota di Kuba jatuh ke tangan gerilyawan dan kemudian didirikan pemerintahan demokratik sementara. Selain piawai menjadi gerilyawan ternyata Castro punya kemampuan sebagai orator ulung. Pidato-pidatonya berhasil mengambil hati dan memperoleh dukungan mayoritas rakyat Kuba.
Setelah berjuang kurang lebih selama tujuh tahun akhirnya Havana bisa direbut. Castro segera mendeklarasikan berdirinya Republik Demokratik Kuba dengan pidato yang berapi-api dan berjam-jam yang terkenal berjudul Declaration del Havana. Dalam pemerintahannya, Presiden dijabat Osvaldo Dorticos Torrado, Kepala Pemerintahan/Perdana Menteri dijabat Fidel Alejandro Castro Ruz, Wakil Perdana Menteri dijabat Raul Castro, sedangkan El Che menjadi menteri perindustrian
Hubungan diplomatik
Sebagai kepala pemerintahan, Castro segera membuka hubungan resmi dengan berbagai negara di dunia terutama negara-negara sosialis dan non-blok termasuk Indonesia pada 1960. Bung Karno sangat menyambut baik adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Kuba yang segera membuka kedutaan besar di Jakarta. Yang mengagumkan ternyata dubes dan para diplomat yang dikirim ke Indonesia berusia sangat muda dan gagah-gagah.
Pada 1960 Bung Karno beserta rombongan mengunjungi Kuba atas undangan Castro. Di Havana Bung Karno dan rombongan menginap di Hotel Riviera Havana. Ketika bertemu dengan Castro dan Che Guevara, Bung Karno bertanya kepada Castro apa dasar ideologi bagi negara Kuba saat itu. Castro menjawab Kuba belum menentukan ideologi apa yang akan dijadikan dasar bagi negaranya, dan sedang mengkaji dari the school of life bangsa Kuba.
Mendengar jawaban ini Bung Karno berkata, "Saudaraku Fidel Anda benar-benar seorang yang bijaksana, mudah-mudahan saudaraku segera mendapatkannya dari the school of life bangsa Kuba."
Seperti juga kita di Indonesia memperoleh dasar ideologi negara Pancasila setelah belajar dari the school of life (sekolah kehidupan) bangsa Indonesia. Semoga di era Reformasi ini hubungan kedua negara dan bangsa tetap dapat berjalan secara bersahabat dan erat. Untuk itu kita berseru hasta siempre commandante. Selamat jalan Komandan Fidel Castro dan Che Guevara.
Guevara March tengah berkunjung ke Venezuela ketika meninggal dunia pada Senin (29/8) akibat penggumpalan darah yang menyebabkan serangan jantung.
Sebagai salah satu sayap partai PDI Perjuangan, BMI akan terus bergerak untuk merekrut generasi muda agar lebih mengenal lebih dalam lagi tentang ajaran atau ideologi Bung Karno.
Sebagaimana yang dilakukan bung Karno masuk penjara adalah bagian dari pengorbanan cita-cita.
KPK resmi mengumumkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap terkait buronan Harun Masiku.
Hasto Kristiyanto menyinggung soal nilai-nilai yang diajarkan oleh Presiden pertama RI Soekarno (Bung Karno). Salah satunya yaitu masuk penjara merupakan pengorbanan
Hasto Kristiyanto akhirnya muncul ke publik. Kemunculan Hasto sembari menunjukkan buku berjudul 'Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' karya Cindy Adams.
Ini adalah bentuk penghormatan terhadap Proklamator, Presiden pertama RI, dan pendiri bangsa yang mencetuskan gagasan mengenai Pancasila
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved