Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PERTAMA dan utama, mari ucapkan selamat kepada tim nasional (timnas) Indonesia yang melaju ke final piala AFF (ASEAN Football Federation) Suzuki Cup 2020 di Singapura, walau akhirnya harus puas sebagai runner up setelah ditundukkan Thailand. Berkat tangan dingin pelatih Shin Tae-yong (STY), Indonesia melibas Singapura di semifinal dan menyingkirkan musuh serumpun Malaysia di penyisihan grup.
Meskipun merupakan final keenam bagi timnas Indonesia di piala AFF, namun gairah dan harapan kemajuan sepak bola Tanah Air menjadi pelipur lara dari silang-sengkarut politik domestik. Belum lagi duka berkepanjangan pandemi covid-19 dan bencana rutin akhir tahun seperti gempa NTT, letusan Gunung Semeru, dan banjir bandang di beberapa daerah. Sepak bola tetap akan selalu menjadi hiburan masyarakat dari sikap nasionalisme paling mendasar; mendukung timnas berlaga.
Ada diskursus menarik mengenai olahraga sebagai alat pemersatu bangsa. Apa pun kejuaraan yang mewakilkan timnas akan menjadi magnet menumbuhkan sikap kebanggaan terhadap bangsa dan negara. Memberikan arti semboyan bhinneka tunggal ika secara tersirat. Mantan Sekretaris Negara AS, Condoleezza Rice juga pernah mengatakan, "Kita membutuhkan musuh yang sama untuk mempersatukan kita."
Olahraga, khususnya sepak bola mempunyai animo tersendiri di tengah masyarakat. Selain jenis olahraga yang paling familiar, juga menghadirkan sejarah, drama, dan suka-duka selama pertandingan atau turnamen. Sepak bola kerap menjadi sorotan media terkait prestasi timnas yang tak kunjung hadir di Tanah Air. Terakhir, timnas senior menjadi juara trofi bergengsi adalah dua medali emas SEA Games 1987 dan 1991. Sisanya, hanyalah level turnamen persahabatan seperti Pestabola Merdeka, Piala Kemerdekaan Indonesia, dan King's Cup.
Sedangkan pada piala AFF, Indonesia belum pernah menjadi juara sejak pertama kali diselenggarakan 1996. Demikian yang menjadikan piala AFF Suzuki Cup 2020 yang dilangsungkan pada akhir tahun 2021 menjadi harapan capaian level tertinggi tingkat ASEAN. Meskipun tidak masuk kalender Federation Internationale de Football Association (FIFA), piala AFF tetap mempunyai magnet dan histori yang menarik bagi masyarakat ASEAN.
Kampanye untuk Shin Tae-yong bertahan pun menggema di media sosial. Bukan tanpa alasan, masyarakat menilai kualitas permainan timnas meningkat sejak kedatangan pria asal Korea Selatan tersebut. Dengan membawa skuad termuda (23,8 tahun) di piala AFF, STY berhasil memoles kualitas pemain timnas hingga maju ke babak final. Sedikit lagi (harapannya), STY yang dikontrak 4 tahun oleh PSSI akan mampu mengangkat citra sepak bola tanah air ke level dunia. Di lain sisi, kecintaan dan fanatisme masyarakat terhadap sepak bola tanah air juga akan meningkat.
Chauvinisme dan nasionalisme
Nasionalisme adalah bentuk cinta terhadap tanah air serta paham kebangsaan persatuan dan kesatuan bangsa. Sedangkan chauvinisme adalah kesetiaan atau rasa cinta kepada tanah air secara berlebih-lebihan. Ada diksi berlebih-lebihan yang membedakan konsep cinta tanah air tersebut. Nasionalisme yang dianjurkan sebagai bentuk persatuan, chauvinisme dikhawatirkan malah menimbulkan perpecahan.
Pertanyaan mendasar berikutnya, apakah fanatisme terhadap sepak bola tanah air dikategorikan sebagai bentuk chauvinisme? Realita yang terjadi dalam sepak bola tanah air, sikap chauvinisme, sukuisme, primodialisme, hingga ekstremisme sudah membudaya sejak dulu kala. Bentrokan antar suporter, perkelahian antar pemain, dan penganiayaan terhadap wasit menjadi wajah suram budaya fanatisme sepak bola tanah air. Begitu pun di area media sosial, fanatisme masyarakat mampu mendorong perilaku anarkisme digital terhadap pemain, suporter, wasit, hingga lembaga negara lawan.
Sikap chauvinisme yang tidak terkendali malah menjadi bumerang bagi sepak bola tanah air. Citra negara yang berbudaya santun hilang terkikis fanatisme yang berlebihan. Bangunan sikap chauvinisme yang menghancurkan mental pemain dan staf kepelatihan ketika kegagalan mencapai ekspektasi dibalas dengan hujatan di media sosial. Basis suporter fanatik tidak diimbangi dengan budaya sportivitas dan profesionalitas menilai sebuah pertandingan. Menuntut kemenangan dan tidak mau menerima kekalahan.
Indonesia merupakan proyeksi negara dengan potensi kualitas sepak bola unggulan. Dengan jumlah penduduk Indonesia per Juni 2021 sebanyak 272.229.372 jiwa dan 137.521.557 di antaranya adalah laki-laki, membentuk timnas selevel negara-negara Eropa dan Amerika tentu sangat memungkinkan. Apalagi fasilitas sepak bola, seperti lapangan dan bola mudah didapatkan masyarakat.
Sebelum membenahi sistem sepak bola tanah air, penggemar timnas tentu perlu instrospeksi dalam membentuk mental optimistis dan menghargai perjuangan. Tidak ada prestasi yang didapatkan secara instan tanpa proses berkelanjutan. Chauvinisme adalah modal melecut semangat juang pemain di lapangan. Setelah itu, hilangkan sikap chauvinisme yang mengolok-olok lawan atau bahkan timnas sendiri ketika kalah. Jadilah suporter atau penggemar timnas yang lebih dewasa. Menang dipuji, kalah tetap diapresiasi.
Andritany, yang menjadi bagian dari skuat Piala AFF 2016, menegaskan dirinya sangat yakin dengan kemampuan rekan-rekannya.
Untuk babak penyisihan grup, harga tiket dijual bervariasi mulai Rp50.000 untuk kelas Kategori 3 (tribun atas), hingga harga tertinggi Rp500.000 untuk kelas VIP Barat.
Timnas akan menghadapi Singapura di laga perdana Piala AFF pada Jumat (9/11)
Abah Kiai Ma’ruf Amin, begitu ia biasa disapa, memang sangat hobi menonton sepak bola.
Skuat Garuda mengincar poin penuh pada laga kontra The Lions tersebut. Karena itu, Bima ingin skuat Garuda bermain lepas tanpa tekanan dari publik tuan rumah.
Indonesia memiliki empat pemain sayap yakni Andik Vermansah, Irfan Jaya, Febri Hariyadi dan Riko Simanjutak.
Kegemilangan STY bersama Timnas Indonesia di Piala Asia dan Kualifikasi Piala Dunia 2026 justru meninggalkan catatan dan pelajaran setelah tersingkir di Piala AFF 2024.
"Tentu kami akan memutuskan melalui rapat Komite Eksekutif apakah tiga orang tersebut layak menjadi asisten pelatih timnas Indonesia."
Ketiga nama tersebut sesuai dengan usulan Shin yaitu Kim Bong-soo, Shin Sang-gyu, dan Dzenan Radoncic.
PELATIH tim nasional Indonesia, Shin Tae-yong menjawab kritikan sejumlah pelatih klub Liga 1, terkait pemanggilan pemain serta metode latihan.
Indonesia sebelumnya ada di pot ketiga yang berarti tak masuk unggulan di ajang Piala AFF tahun ini.
Ketiga pelatih itu yakni Kim Bong-soo berposisi sebagai pelatih kiper, sedangkan Shin Sang-gyu adalah pelatih fisik dan Dzenan Radoncic asisten pelatih teknik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved