Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Ketika Kekhawatiran Menjadi Kenyataan

Suryopratomo
22/3/2025 05:05
Ketika Kekhawatiran Menjadi Kenyataan
Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Seno)

KETIKA Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick Thohir secara mendadak mengganti Shin Tae-yong dengan Patrick Kluivert, saya sempat diminta pandangan oleh presenter NusantaraTV Tascha Liudmila tentang keputusan pergantian itu. Saya katakan bahwa keputusan itu merupakan sebuah pertaruhan yang terlalu berani.

Mengapa saya menyampaikan hal itu? Pertama, karena momen pergantian itu tidak tepat. Di saat sepak bola Indonesia sedang euforia setelah mengalahkan Arab Saudi 2-0, tiba-tiba dilakukan pergantian pelatih.

Kita sama-sama tahu pencinta sepak bola kecewa besar. Mereka mempertanyakan keputusan yang tidak ada dasarnya, termasuk penunjukan seorang pelatih yang hanya memiliki nama besar sebagai pemain, tetapi nirprestasi sebagai pelatih.

Padahal, dalam sepak bola, dikenal pameo: 'Don’t change a winning team'. Kekompakan yang sudah terbangun kuat otomatis membutuhkan penyesuaian baru, termasuk komunikasi antarpemain dengan tim pelatih baru.

Kedua, meski PSSI berpendapat Kluivert akan lebih baik dalam berkomunikasi dengan kebanyakan pemain karena sama-sama menggunakan bahasa Belanda, mereka tidak cukup waktu untuk bersama dalam tim. Dengan begitu, banyak pemain harus sibuk dengan urusan klub di Eropa, praktis hanya beberapa hari mereka bisa berkumpul bersama.

Belum lagi faktor kelelahan karena banyak pemain harus terbang dari Eropa ke Sydney, Australia. Perbedaan waktu hampir setengah hari membuat para pemain membutuhkan waktu lama untuk aklimatisasi.

Ketiga, pertaruhan Erick Thohir sangat mahal karena kalau sampai kalah di Australia, akan ada dua front baru yang harus dihadapi. Pertama, kecaman kepada Kluivert akan semakin keras karena terbukti ia hanya punya nama besar sebagai pemain dan belum teruji memegang tim.

Kedua, yang paling ditakutkan, mimpi Erick untuk membawa Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia 2026 akan buyar. Tiga pertandingan yang tersisa akan menjadi lebih berat karena kelompok yang anti kepada pergantian pelatih akan semakin kencang mengkritik tim.

 

PELAJARAN BERHARGA 

Semua kekhawatiran itu terjadi pada Kamis lalu. Kluivert gagal membuktikan dirinya sebagai pelatih bertangan emas. Tim asuhan Kluivert dipaksa menyerah 1-5 oleh 'tim Kanguru', Australia.

Meski hampir semua pemainnya dibesarkan di sepak bola Belanda, kualitas mereka tetap bukan sekelas tim ‘Oranye’. Mereka hanya punya dasar sepak bola yang lebih baik daripada pemain-pemain asal Indonesia karena Belanda dikenal sebagai negara yang memiliki dasar sepak bola terbaik di Eropa.

Mereka memilih bergabung dengan Indonesia karena ada tawaran dari PSSI dan kebetulan ada darah keluarganya di Indonesia. Mereka bermimpi juga bisa tampil di ajang Piala Dunia karena mereka tidak bisa bersaing dengan anak-anak Belanda lainnya untuk menggunakan kostum tim ‘Oranye’.

Peluang untuk bisa bermain di Piala Dunia mereka anggap lebih terbuka karena sepak bola Asia tidak seketat Eropa. Apalagi ada jaminan bahwa mereka akan mendapat tempat di tim inti karena pasti jauh lebih baik kualitasnya daripada pemain Indonesia yang tidak pernah mendapatkan dasar sepak bola yang benar.

Namun, sehebat-hebatnya pemain berdarah Belanda yang kini menggunakan kostum Merah-Putih, bukan berarti kelas mereka jauh di atas tim-tim papan atas Asia. Shin Tae-yong sangat sadar itu, sehingga saat menghadapi Australia, Arab Saudi, Jepang, yang tingkat permainannya di atas Indonesia, ia memilih pola 5-3-2 yang lebih bertahan untuk sesekali melakukan serangan balik.

Taktik yang diterapkan Shin Tae-yong terbukti jitu dan hasilnya Jay Idzes dan kawan-kawan bisa menahan imbang Australia 0-0 dan mengalahkan Arab Saudi 2-0 di Stadion Bung Karno. Kluivert, yang baru mengenal sepak bola Indonesia dan Asia, langsung ingin mengubah dengan pola lebih menyerang.

Saat menghadapi Australia, Kamis lalu, Kluivert menerapkan pola 4-3-3. Memang Indonesia sempat membuat Australia kaget dan mendapat hukuman penalti di menit kedelapan. Sayang peluang emas itu disia-siakan Kevin Diks.

Akan tetapi, pola itu membuat pertahanan Indonesia menjadi terbuka. Dalam waktu dua menit, gawang Maarten Paes jebol dua kali. Gol kedua menggambarkan rapuhnya pertahanan Indonesia ketika 10 pemain asuhan Kluivert berada di daerah pertahanan Australia.

Ketika serangan bisa dipatahkan, pemain Australia bisa melakukan serangan balik yang mematikan. Ujung tombak tim ‘Kanguru’, Nishan Velupillay, bisa bebas sejak di tengah lapangan dan langsung berhadapan dengan Paes sehingga mudah menceploskan bola ke dalam gawang.

Sekali lagi kita diingatkan bahwa nama besar bukan jaminan untuk menghasilkan prestasi besar. Sudah banyak contoh, pemain besar tidak otomatis menjadi pelatih besar. Diego Armando Maradona yang begitu genius, tidak mampu mencatatkan dirinya sebagai pelatih yang hebat.

Pada akhirnya catatan prestasi yang paling tepat dijadikan patokan dalam memilih pelatih dan juga pemain. Jam terbang, konsistensi, rekam jejak tidak mungkin membohongi hasil.

 

TERUS MAJU 

Nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi titik untuk mundur. Pilihan paling realistis sekarang ialah kembali ke target awal yakni lolos ke babak keempat untuk bersaing dengan peringkat tiga dan empat grup lainnya guna memperebutkan dua tiket Asia yang masih tersisa.

Dua dari tiga pertandingan yang dimainkan akan dilangsungkan di Stadion Bung Karno. Ini kesempatan terakhir untuk meraih mimpi tampil di putaran final Piala Dunia 2026. Dukungan penonton akan menjadi modal bagi para pemain untuk bermain di luar batas kemampuan mereka.

Setop naturalisasi pemain baru. Fokus kepada pemain yang sudah ada agar terbangun kebersamaan di dalam tim. Sekali lagi, mereka memang kebanyakan dibesarkan di sepak bola Belanda, tetapi jarang ada kesempatan mereka bermain bersama.

Bahrain dan Tiongkok bukan tim yang sulit dikalahkan. Kalau saja mau sabar dan bermain dengan pola yang selama ini menjadi kekuatan Indonesia, masih ada harapan untuk bisa meraih kemenangan.

Tidak usah malu untuk kembali ke pola 5-3-2. Sebab, kelemahan yang dimiliki Indonesia ialah ketajaman dalam mencetak gol. Karena itu, yang harus diutamakan, jangan sampai kebobolan dulu. Kalau kebobolan, apalagi dalam selang waktu pendek, akan membuat pemain depan pun takut keluar menyerang karena khawatir gawang mereka akan kebobolan lagi.

Pertandingan melawan Bahrain pada 25 Maret mendatang merupakan kesempatan bagi Kluivert untuk memperbaiki penilaian publik akan kemampuan profesionalnya. Kalau sampai gagal meraih kemenangan di kandang sendiri, berarti wassalam Piala Dunia 2026.

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya