Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Guru dan Nilai Inti

Susan Sovia Divisi Kerja Sama Antarlembaga Yayasan Sukma
08/11/2021 05:05
Guru dan Nilai Inti
Ilustrasi MI(MI/Duta)

NILAI menurut Encyclopedia of Sociology (1473) ialah seperangkat keyakinan individu yang menuntun perilaku. Nilai sejatinya ialah karakter baik yang terdapat dalam diri setiap manusia. Ada tiga klasifikasi nilai yang saling terkait satu sama lain, yaitu nilai moral, nilai rasional, dan nilai individual.

Nilai moral ialah standar perilaku yang diikuti oleh seorang individu untuk mengendalikan dorongan atau keinginannya. Contoh nilai moral adalah kejujuran, toleransi, ketulusan, pengendalian diri, tepat waktu, kerja keras, pengorbanan, dan sebagainya. Nilai rasional meliputi kesetaraan, kebebasan, keadilan, integritas, menghormati orang lain, sekularisme, sosialisme, demokrasi, harmoni sosial, dan sebagainya. Nilai individu meliputi budi pekerti yang baik dalam hubungan dengan guru, orang yang lebih tua, lebih muda, anggota keluarga, tetangga, teman, kesabaran, tata krama, membantu orang lain, disiplin diri, dan sebagainya.

Nilai pada sebuah organisasi pada dasarnya adalah sebuah pencarian ulang nilai-nilai yang dijunjung tinggi setiap anggotanya untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan berbagai kegiatan.

Pencarian nilai-nilai itulah kemudian dirumuskan menjadi nilai inti, yang diyakini oleh organisasi tersebut sebagai kebajikan yang harus dijalankan oleh setiap anggotanya. Nilai inti bersifat personal. Namun demikian, jika setiap individu membangun nilai intinya sendiri kemudian terhimpun dalam sebuah komunitas yang sama maka akan menjadi nilai umum yang akan menjadi pegangan bersama.

Menurut Collins (2014), kesuksesan sebuah lembaga, berawal dari kedisiplinan individu-individu di dalamnya menerapkan nilai inti tersebut. Agar lebih produktif, berkelanjutan dan dapat merancang rencana masa depan, ketaatan dan kepatuhan setiap individu di dalamnya terhadap nilai inti sangat dibutuhkan.

 

 

Nilai inti di sekolah

Sejak pertama dibangunnya Sekolah Sukma Bangsa (SSB) di Aceh, para pendirinya melandasi pengelolaan pendidikan dengan nilai inti yang secara konseptual dibahasakan ke dalam visi, misi dan tujuan sekolah. Visi, misi dan tujuan itulah yang menjadi nilai inti SSB; nilai yang menjadi jiwa SSB; nilai yang harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipelihara dan dipertahankan. Tidak ada lembaga yang bisa menjadi besar dan bertahan lama tanpa adanya nilai inti yang kuat. Untuk itu, guru berusaha untuk membangun perilaku dan karakter kerja yang dimiliki agar selaras dengan visi, misi dan tujuan sekolah.

Untuk membentuk siswa yang berperilaku baik, tak pelak lagi guru juga harus menunjukkan perilaku baik. Guru hanya bisa menuntut siswa berperilaku baik jika gurunya juga berperilaku baik; guru bisa meminta siswa berperilaku jujur jika guru juga mempraktikkannya; guru melarang siswanya merokok, maka guru juga tidak merokok, dan sebagainya. Intinya adalah guru harus menjadi teladan; guru yang menerapkan nilai inti secara disiplin, pada akhirnya akan dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada siswanya di kelas.

 

 

Internalisasi nilai inti

Jika ditilik dari visi SSB, nilai moral dalam bentuk tanggung jawab dan nilai individual dalam kepedulian ialah nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki oleh setiap guru SSB untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang positif. Secara moral guru bertanggung jawab untuk mengembangkan kapasitas dirinya agar proses belajar mengajar yang dilakukan semakin berkualitas. Contoh yang dilakukan adalah belajar secara mandiri, mengikuti forum belajar bersama antar guru, mempersiapkan rencana pembelajaran, mengikuti pelatihan, dan sebagainya.

Guru juga bertanggung jawab bagaimana mengembangkan orang lain, baik itu siswa maupun teman sejawat. Gur \u yang bertanggung jawab akan merasa tidakak nyaman jika ada siswa yang belum memahami pelajaran yang sudah diberikan dan tidak segera memberikan penilaian terhadap siswa apabila selesai melaksanakan tugasnya.

Menurut Lickona (2013), tanggung jawab ialah nilai yang berperan membangun kepedulian terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat menyelesaikan pekerjaan, ikut berpartisipasi dalam masyarakat, membantu kesulitan orang lain, dan menciptakan dunia yang lebih baik. Hal ini selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yaitu pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.

Untuk mewujudkan fungsi pendidikan nasional tersebut, maka diperlukan guru yang baik dan memiliki tanggung jawab tinggi. Karena guru yang memiliki rasa tanggung jawab secara natural akan mempunyai kepedulian terhadap perkembangan siswanya. Berusaha memacu dirinya untuk terus belajar dan berkreasi sehingga dapat menciptakan lingkungan yang pendidikan yang menyenangkan, menyajikan materi dengan berbagai teknik pembelajaran sehingga siswa mampu memahami materi yang disampaikan serta menumbuhkan nilai-nilai yang dapat berfaedah pada kehidupan siswa di masa depan.

Terkait dengan nilai moral tanggung jawab, nilai individual seperti rasa peduli membuat seseorang terhubung dengan orang lain dan apa pun yang terjadi terhadap orang tersebut (Bender, 2003). Contoh dari bentuk nilai kepedulian adalah rasa kasihan, dermawan, perhatian, kebaikan dan menolong. Rasa peduli, menurut Leininger (1981), ialah perasaan yang ditujukan kepada orang lain, sehingga mendorong dan memberikan kemampuan untuk melakukan, dan memengaruhi kehidupan secara konstruktif dan positif satu sama lain.

Saat pandemi covid-19 melanda, banyak orangtua kehilangan pekerjaan sehingga tak mampu membiayai sekolah anaknya. Siswa memang mengalami learning loss selama masa pandemi, tetapi tidak boleh kehilangan kesempatan belajar untuk peduli terhadap sesama. Dalam konteks ini guru harus kreatif bagaimana membuat program untuk membangun rasa peduli siswanya secara baik, natural, tidak dibuat-buat. Salah satu bentuknya adalah penggalangan dana untuk membantu meringankan biaya sekolah siswa-siswa yang orang tuanya terdampak pandemi.

Guru yang memiliki kepedulian tidak hanya memahami perasaan dan kebutuhan siswa saat berada di dalam kelas, tetapi juga memahami dan memperhatikan bagaimana kondisi siswa tersebut di luar kelas. Ketika seorang guru memiliki kepedulian terhadap keadaan siswanya, siswa pasti akan memiliki kepedulian terhadap gurunya. John C Maxwell mengungkapkan, “Siswa tidak peduli seberapa banyak Anda tahu, sampai mereka tahu seberapa besar Anda peduli.” Semoga guru di mana pun dapat membekali dirinya dengan nilai-nilai tanggung jawab dan nilai-nilai kepedulian agar hubungan antara guru dan siswa semakin baik yang akan berdampak pada perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Semoga.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik