Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Vaksin dan Herd Immunity

Andrey Sujatmoko, Dosen Fakultas Hukum, Ketua Bagian Hukum Internasional, Sekretaris Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM (terAs) FH Universitas Trisakti
18/7/2021 20:15
Vaksin dan Herd Immunity
Andrey Sujatmoko,(Dok pribadi)

PROGRAM vaksin gotong royong (VGR) bagi individu yang semula akan dilaksanakan pada 12 Juli 2021 oleh PT Kimia Farma (Persero), akhirnya dibatalkan Presiden Joko Widodo pada Jumat (16/7). Program VGR yang berbayar itu sebetulnya telah diatur dalam Permenkes No. 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Namun, polemik yang muncul di masyarakat terhadap program itu ditengarai menjadi penyebab utama pembatalan.

Pihak yang berkeberatan, antara lain beralasan bahwa program tersebut bertentangan dengan amanah konstitusi. Juga berisiko akan menimbulkan persoalan terhadap kesetaraan akses layanan kesehatan hingga diskriminasi di tengah situasi pandemi covid-19 saat ini. Program tersebut juga mengundang kritik dari Kepala Unit Program Imunisasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Ann Lindstrand. Ia menyatakan bahwa kebijakan VGR di Indonesia yang menerapkan mekanisme vaksin berbayar di tengah pandemi, bisa menimbulkan masalah etika dan mempersempit akses masyarakat terhadap vaksin. WHO pun telah menyatakan bahwa vaksin adalah barang publik (public good).

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, program VGR bagi Individu merupakan opsi bagi masyarakat untuk memilih vaksin tersebut atau tidak yang dapat dilakukan secarara individual maupun oleh perusahaan. Jadi tidak menghilangkan hak untuk mendapatkan vaksin (secara gratis). Vaksinasi program ini diperluas untuk individu karena banyak pengusaha yang belum bisa mendapatkan akses program VGR melalui Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Hal itu rencananya akan dilakukan dengan memanfaatkan jaringan klinik yang dimiliki oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. sebanyak 1.300 klinik yang tersebar di seluruh Indonesia. Dipastikan pula bahwa pengadaan program VGR tidak menggunakan APBN. 

Terkait situasi pandemi, sesungguhnya diperlukan kesadaran kolektif dari semua pihak bahwa kita saat ini sedang menghadapi situasi darurat. Dalam konteks HAM, pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dapat mengambil semua langkah yang diperlukan, terutama, dalam rangka menjamin dan memenuhi hak atas kesehatan. Oleh karena itu, berbagai langkah prioritas seperti; menjamin ketersediaan vaksin, memperluas akses pelayanan vaksin, termasuk pemerataan serta akselerasi vaksinasi ke seluruh wilayah Indonesia harus lebih diupayakan secara optimal. 

Keseluruhan langkah prioritas tersebut, pada dasarnya dilakukan demi mewujudkan kekebalan kelompok atau komunitas (herd immunity). Mengacu kepada keterangan dari Kementerian Kesehatan, herd immunity adalah keadaan di mana sebagian besar masyarakat terlindungi atau kebal terhadap penularan terhadap penyakit tertentu. Sedangkan menurut WHO, herd immunity atau kekebalan kelompok sebagai perlindungan tidak langsung dari penyakit menular yang terjadi ketika suatu populasi kebal baik melalui vaksinasi atau infeksi sebelumnya.

Mengingat terbatasnya sumber daya dari pemerintah, maka partisipasi dari seluruh elemen masyarakat dalam program vaksinasi bersifat penting dan determinan untuk mewujudkan herd immunity. Oleh karena itu, proses edukasi terus menerus yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat menjadi wajib untuk dilakukan hingga sampai tingkat akar rumput (grass root).  

Proses tersebut tidak hanya bertumpu pada pemerintah semata, tetapi juga harus melibatkan peran serta seluruh elemen masyarakat sebagai agen perubahan untuk mengubah pola pikir masyarakat ke arah yang dikehendaki sebagaimana disebut di atas, misalnya; tokoh masyarakat/agama, ormas, LSM, dan parpol. Tanpa adanya perubahan itu, akan sulit untuk mewujudkan herd immunity

Dalam perspektif HAM, herd immunity merupakan wujud terpenuhinya hak atas kesehatan (right to health) sebagai suatu hak yang bersifat fundamental yang tidak dapat dipisahkan dari HAM lainnya, seperti hak untuk hidup. International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights General Comment No. 14: The Right to the Highest Attainable Standard of Health (Art. 12) menyatakan, bahwa kesehatan adalah HAM yang bersifat fundamental bagi pelaksanaan HAM lainnya dan setiap manusia berhak untuk menikmati standar pencapaian kesehatan tertinggi yang kondusif untuk hidup dalam suatu kehidupan yang bermartabat. Realisasi yang terkait dengan hal itu dapat dicapai melalui berbagai kebijakan negara (pemerintah) di bidang kesehatan. 

Kebijakan yang tepat di bidang kesehatan, khususnya menyangkut program vaksinasi di masa pandemi saat ini, serta terciptanya kohesi yang kuat antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat Indonesia merupakan katalis terwujudnya herd immunity.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya