Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Kepemimpinan Perempuan dan Kesejahteraan di Saat Pandemi

Sita Aripurnami Anggota Maju Perempuan Indonesia (MPI) dan Direktur Eksekutif Women Research Institute
04/3/2021 05:10
Kepemimpinan Perempuan dan Kesejahteraan di Saat Pandemi
(Dok. Pribadi)

BAGAIMANA perempuan memimpin untuk mencapai kesetaraan dalam kondisi pandemi merupakan tema 2021 yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.

Tanggal 8 Maret, selama lebih dari 100 tahun, diperingati sebagai penanda gerakan perempuan secara internasional. Pada hari ini, semua upaya yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi dan posisi perempuan diangkat dan digarisbawahi. Diingatkan betapa pentingnya mengenali persoalan perempuan dan mencari jalan keluar untuk memperbaikinya.

Di tengah kondisi sosial yang terstruktur secara sistematis, yang membatasi perempuan untuk berpartisipasi dan memimpin, muncul hambatan baru yang timbul seiring dengan pandemi covid-19.

Tepat 12 bulan, kita hidup dalam kondisi pandemi covid-19. Pemerintah sudah satu tahun mencanangkan tata laksana kehidupan yang baru, dalam upaya melindungi diri dari pandemi covid-19. Namun, persoalan yang perempuan alami semakin banyak. Perempuan di Indonesia dan juga seluruh dunia dalam situasi pandemi ini semakin kerap mengalami KDRT, melakukan tugas perawataan yang tidak dibayar, tidak memiliki pekerjaan, dan berada dalam kemiskinan.

Sekalipun cukup banyak perempuan yang bekerja, perempuan masih belum cukup terwakili baik secara nasional maupun global dalam ruang pengambilan keputusan, termasuk yang terkait dengan covid-19. Sejauh mana pengambilan keputusan yang diambil membantu mengatasi persoalan yang dihadapi perempuan di Indonesia?

 

Cukup strategis

Mari kita lihat, bagaimana gambaran kepemimpinan perempuan untuk mencapai kesetaraan dalam kondisi pandemi covid-19 ini. Pemerintah Indonesia memiliki seorang perempuan sebagai menteri keuangan dan menteri sosial. Sebuah posisi yang cukup strategis, apalagi dalam hal penanganan pandemi covid-19. Seperti apakah keputusan yang diambil dalam kepemimpinan mereka? Membawa dampak kesejahteraan bagi perempuankah?

Salah satu area yang penting untuk kita lihat ialah kehidupan ekonomi masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Dalam kaitannya dengan pandemi ini, mari kita tengarai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 dari Kementerian Keuangan. Program ini juga akan terkait dengan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan proyeksi alokasi anggaran untuk PEN 2021 mencapai Rp403,9 triliun.

Total anggaran program PEN, sebesar Rp403,9 triliun itu, difokuskan untuk alokasi terhadap enam bidang, yaitu kesehatan, perlindungan sosial, sektoral K/L dan pemda, UMKM, pembiayaan korporasi, dan insentif usaha.

Bidang kesehatan mendapat alokasi sebesar Rp25,4 triliun dengan terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran earmark 2020 sebesar Rp47,07 triliun, yang akan dimanfaatkan pada tahun ini. Anggaran bidang kesehatan itu digunakan untuk pengadaan vaksin covid-19, sarana dan prasarana program vaksinasi, imunisasi, laboraturium litbang, serta cadangan bantuan iuran BPJS keperluan bagi pekerja bukan penerima upah (PBPU)/bukan pekerja (BP).

Bidang perlindungan sosial memiliki alokasi Rp110,2 triliun, dengan fokus PKH bagi 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), kartu sembako Rp200 ribu per KPM, prakerja Rp10 triliun, dana desa, serta bansos tunai bagi 10 juta KPM dengan Rp200 ribu per KPM selama enam bulan.

Jumlah dana besar dan diharapkan dapat membantu masyarakat. Pemerintah, melalui Menteri Keuangan, bahkan menekankan berkali-kali bahwa dana itu, terutama yang dialokasikan untuk perlindungan sosial, harus diberikan kepada perempuan dan dalam bentuk tunai. Bila dana berada di tangan perempuan, uang itu akan betul-betul digunakan untuk kesehatan dan membeli kebutuhan pokok. Namun, ada yang perlu dilihat lebih teliti lagi mengenai niat program untuk perempuan. Apakah betul program yang dicanangkan harus untuk perempuan akan sungguh-sungguh diterima perempuan?

Sebuah cerita yang disampaikan pekerja rumah tangga yang bekerja di rumah yang pulang hari menggambarkan hal lain. Pada awal bulan yang lalu, dia merasa heran karena tetangganya sudah mendapatkan panggilan untuk mengurus mendapatkan bansos, sementara dirinya belum dipanggil.

Suaminya, pengemudi mobil perusahaan, termasuk yang kurang beruntung karena dirumahkan, dari sejak pandemi mulai merebak di Jakarta. Praktis, dirinya yang menjadi tulang punggung bekerja pulang hari sebagai pekerja rumah tangga harian. Setelah ditanyakan kepada ketua RT-nya, rupanya dirinya tidak masuk data PKH yang ada di wilayah permukimannya.

Cerita pekerja rumah tangga ini mungkin merupakan puncak dari sebuah gunung persoalan yang perlu dikenali dan diatasi. Tampaknya ada yang perlu ditinjau kembali dari penetapan data siapa yang dapat masuk kategori penerima PKH. Memang, melalui Kementerian Sosial ada prosedur yang perlu dilakukan untuk pendataan keluarga miskin yang memenuhi syarat menerima PKH. Pada tahapan inilah yang kemudian terbuka permasalahan sehingga pihak yang mestinya bisa mendapatkan bantuan luput dan tidak mendapatkan bantuan PKH yang merupakan bagian dari PEN.

 

Harus diintegrasikan

Sekali lagi, disini terlihat bahwa yang terdampak secara ekonomi akibat covid-19 ialah mayoritas perempuan maka niat baik bahwa PEN harus diterima perempuan pada pelaksanaannya harus dikawal betul agar sungguh-sungguh efektif dan perempuan sekali lagi tidak menjadi korban tidak mendapatkan bantuan sebagaimana yang direncanakan pemerintah.

Untuk menegakkan hak-hak perempuan, dan sepenuhnya memanfaatkan potensi kepemimpinan perempuan yang siaga dalam mengatasi masalah yang timbul karena pandemi, perspektif perempuan dan keragaman perempuan harus diintegrasikan dalam perumusan dan implementasi kebijakan serta semua tahapan program pemulihan dan menjawab pandemi covid-19.

PBB, melalui peringatan Hari Perempuan Internasional tahun ini, mengingatkan kita bahwa perempuan pemimpin, perlu memimpin dengan efektif, dan menggunakan perspektif perempuan agar upaya pemulihan akan kesejahteraan bagi masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dapat mencapai sasaran. Selamat Hari Perempuan Internasional.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya