Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Mau Selamat Dari Covid-19?

Siswanto, Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM/Rumah Sakit Akademik UGM  
23/11/2020 07:00
 Mau Selamat Dari Covid-19?
Dr. Siswanto, Sp.P(Dok pribadi)

SUDAH sekitar delapan bulan berlalu semenjak covid-19 menggemparkan Indonesia dan dunia. Penyakit yang disebabkan oleh virus SARS CoV-2 ini telah dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Anak-anak dan orang dewasa muda yang sehat biasanya memiliki gejala ringan atau bahkan tanpa gejala (asimtomatik). Sedangkan orang dewasa yang lebih tua berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi berat dan kematian. 

Selain itu, pasien covid-19 dengan obesitas juga cenderung lebih berat bahkan dapat berakhir dengan kematian walaupun usianya lebih muda. Selain usia lansia dan obesitas, pasien covid-19 dengan penyakit penyerta seperti penyakit jantung pembuluh darah (kardiovaskular) atau diabetes melitus cenderung dapat mengalami kondisi berat atau kritis. Tidaklah mengherankan jika pasien covid-19 dengan penyakit penyerta tersebut memiliki risiko kematian lebih tinggi di seluruh dunia.
 
Laporan pasien covid-19 di Indonesia dan juga di seluruh dunia menunjukkan derajat keparahan penyakit yang luas, mulai dari asimtomatik hingga kritis (https://infeksiemerging.kemkes.go.id/). Memahami bagaimana mekanisme yang mendasari adanya beragam derajat keparahan tersebut dan mekanisme transisi dari penyakit ringan ke berat pada infeksi SARS-CoV-2 ini sangat penting, terkait efektivitas pengambilan keputusan pengobatan dan pengembangan pengobatan dalam pandemi covid-19 ini. Bagaimana sebenarnya mekanisme terjadinya keseimbangan tubuh yang terganggu pada pasien covid-19 dan mengapa itu terjadi, sama penting untuk langkah preventif mencegah keparahan pasien.

Apa itu homeostasis?
Pandemi covid-19 saat ini yang entah sampai kapan akan berakhir telah banyak memberikan pemahaman-pemahaman baru bagi dokter, para peneliti dan berbagai pihak bahwa infeksi virus SARS CoV-2 tidak hanya menimbulkan kerusakan sel/jaringan/organ tubuh. Tetapi juga terjadi gangguan homeostasis atau keseimbangan tubuh. 

Menarik apa yang diungkapkan oleh seorang pakar Gary C Sieck dari Mayo Clinic, Rochester, Minesota dalam majalah ilmiah terkemuka Physiology yakni, “If homeostasis is successful, we survive and life continues; if unsuccessful, our fragile balance is disturbed and disease and possibly death can occur”.

Homeostasis berasal dari bahasa latin yaitu homeo/homoious artinya sama atau serupa. Sedangkan stasis yang berarti tetap sehingga secara singkat maknanya tetap sama atau seimbang (Wikipedia). Homeostasis adalah prinsip sentral fisiologi yang mencerminkan kemampuan tubuh kita untuk mengatur diri sendiri dan menjaga stabilitas terhadap lingkungan internal dan eksternal yang kurang optimal untuk kelangsungan hidup. Jika homeostasis berhasil, kita bertahan dan hidup berlanjut. Jika tidak berhasil, keseimbangan tubuh kita terganggu dan  timbul penyakit dan kemungkinan dapat menyebabkan kematian.

Infeksi virus dan kerusakan tubuh
Virus SARS-CoV-2 masuk ke tubuh kita melalui reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2)– sekarang juga diketahui melalui reseptor neuropilin-1- yang kemudian memicu serangkaian proses respons homeostatis tubuh kita. Sistem renin-angiotensin-aldosteron yang dikenal dengan RAAS adalah sistem homeostatis utama dalam tubuh kita yang melibatkan otak, paru, ginjal, dan hati untuk mengatur keseimbangan elektrolit, tekanan darah, dan volume cairan. 

Bukti-bukti terbaru menunjukan adanya disregulasi interaksi antara infeksi SARS-CoV-2 dan respons homeostatis RAAS, khususnya melalui interaksi dengan ACE2, komponen kunci RAAS. Reseptor ACE2 yang melimpah hampir di seluruh tubuh kita memfasilitasi masuknya virus SARS CoV-2 ke sel tubuh dan kemudian mengganggu respons homeostatis normal. 

Gangguan ini kemudian diperkuat oleh terjadinya proses peradangan dan efek sitokin -protein kecil untuk pensinyalan sel- yang memicu peradangan luas (proinflamasi), yang menghasilkan lingkaran setan dan berakhir dengan adanya badai sitokin (cytokine storm). Kejadian yang kompleks ini jika terus berlanjut akan menyebabkan pasien COVID-19 jatuh pada kondisi acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan sepsis dengan risiko kematian sangat tinggi.

Ketidakseimbangan picu keparahan pasien 
Disregulasi RAAS memainkan peran kunci sebagai penyebab kerusakan paru akibat infeksi SARS-CoV-2. Menjaga keseimbangan antara lengan 'RAAS klasik' dan lengan counterbalance-nya, di sini didefinisikan sebagai 'anti-RAAS', dimana ACE2 merupakan kunci awalnya nampaknya adalah kunci selamat dari kematian COVID-19. 

ACE2 adalah enzim kunci untuk keseimbangan antara dua lengan utama RAAS yakni sumbu reseptor ACE/angiotensin (Ang) II/Ang II tipe 1 (RAAS klasik) dan sumbu reseptor ACE2/Ang (1–7)/MasR (anti-RAAS). Perlu diingat, SARS CoV2 menggunakan ACE2 untuk masuk ke sel dan men-downregulation fungsi ACE2. Secara faali, ACE2 berfungsi meng-counterbalance ACE dengan cara: 1) mengubah Ang I menjadi Ang 1-9, dan 2) mengubah Ang II menjadi Ang 1-7 sehingga terjadi keseimbangan rasio ACE/ACE2. 

Jika makin banyak SARS CoV2 yang menginfeksi, fungsi ACE2 untuk meng-counterbalance makin menurun sehingga Ang II makin meningkat. Ang II yang berefek vasokontriksi (pembuluh darah menyempit), pro-inflamasi (memicu peradangan), pro-apoptosis (memicu sel-sel mati), pro-oksidan (memicu stres oksidatif), pro-trombotik (menyebabkan penyumbatan pembuluh darah), dan pro-fibrosis (memicu pembentukan jaringan ikat) akan menyebabkan pasien covid-19 jatuh dalam kondisi tingkat keparahan berat/kritis.

Penurunan regulasi ACE2, sebagai akibat dari pengikatan virus SARS-CoV-2, meningkatkan RAAS klasik yang menyebabkan penyempitan pembuluh (vasokontriksi) dan kerusakan pembuluh darah kecil paru, yang diikuti oleh kebocoran pembuluh darah paru dan akhirnya alveoli terbanjiri oleh cairan kaya protein. 

Selanjutnya, sitokin yang memicu peradangan menyebabkan sel-sel epitel paru mati (apoptosis) berlebihan dan merangsang terbentuknya jaringan ikat (fibrosis). Kejadian inilah yang menyebabkan ARDS dengan tingkat kematian sangat tinggi. Hubungan ACE/ACE2 dan COVID-19 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

 
Siapa saja yang berisiko terkena covid-19 berat/kritis dan mengapa itu bisa terjadi?

Obesitas
Pasien obesitas (indeks masa tubuh _>30 kg/m2) memiliki risiko 7x lipat mengalami gagal napas yang memerlukan mesin bantu napas ventilator dibanding yang normal. Ditambah lagi pada pasien obesitas memiliki jaringan lemak putih yang dapat meningkatkan sirkulasi angiotensinogen, disregulasi RAAS dan pada akhirnya meningkatkan dominasi lengan RAAS klasik. 

Fakta lainnya adalah laki-laki obesitas memiliki risiko kematian covid-19 lebih tinggi dibanding perempuan. Hal ini akibat estrogen pada perempuan menaikkan aksi ACE2/Ang (1-7) pada lengan anti-RAAS. Laki-laki obesitas memiliki lemak viseral yang menumpuk di sekitar perut yang lebih tinggi yang bersifat pro-inflamasi.

Penyakit jantung dan pembuluh darah
Beberapa penelitian eksperimental telah membuktikan bahwa obat antihipertensi jenis penghambat ACE (ACE inhibitor) dan penghambat reseptor tipe 1 Ang II (ARB) yang efektif pada penyakit kardiovaskular, ternyata juga dapat mencegah dan melawan cedera paru akut dengan cara memulihkan keseimbangan antara dua lengan RAAS klasik dan anti-RAAS yang berlawanan tersebut. 

Baral R dkk melakukan penelitian metaanalisis terhadap penggunaan kedua jenis obat tersebut pada 28.872 pasien dengan kesimpulan ditemukan bukti efek menguntungkan dari penggunaan ACE inhibitor/ARB, terutama pada kelompok pasien hipertensi dengan covid-19. Oleh karena itu, sangat disarankan kepada pasien untuk tetap melanjutkan pengobatan penghambat RAAS tersebut selama pandemi covid-19.4

Diabetes melitus
Peningkatan kerentanan terhadap kerusakan paru yang parah dan ARDS dengan covid-19 juga terjadi pada penderita diabetes melitus (DM). Hal ini akibat ekspresi ACE2 berkurang pada pasien dengan DM. Perlu dicatat bahwa ACE2 juga diekspresikan di pankreas. Jadi, masuknya virus SARS-CoV-2 ke pankreas dapat menyebabkan disfungsi sel beta pankreas yang mengakibatkan keadaan hiperglikemik (kadar gula darah darah naik) secara akut. Oleh karena itu, individu dengan diabetes melitus rentan terhadap infeksi covid-19 yang mengarah ke kondisi kadar gula darah darah naik secara tidak terkontrol. 

Kadar glukosa yang tidak terkontrol tersebut memengaruhi pasien diabetes yang terinfeksi covid-19 terkena infeksi sekunder serta peningkatan risiko kematian. Telah disarankan bahwa obat antidiabetik jenis agonis GLP1 yang bekerja pada jalur reseptor ACE2 dan Mas, tidak hanya membantu mengontrol kadar glukosa darah, tetapi juga mencegah virus SARS-CoV-2 memasuki sel karena ikatan kompetitif dengan ACE2.

Defisiensi vitamin D
Vitamin D memiliki peran memengaruhi keseimbangan RAAS. Penekanan RAAS oleh antagonis AT1R menghasilkan peningkatan renin yang diinduksi efek umpan balik. Vitamin D menekan kuat (potent suppressor) produksi renin. Renin adalah enzim yang terlibat dalam produksi angiotensin II. Renin mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, prekursor angiotensin II. Kadar vitamin D rendah berkaitan dengan peningkatan sintesis renin, meningkatkan aktivitas lengan RAAS klasik dan selanjutnya meningkatkan produksi angiotensin II. Jadi, penghambatan renin akan menurunkan kadar angiotensin II dan mengurangi cedera paru. Di samping itu vitamin D juga berefek pada anti-inflamasi, anti-oksidan dan anti-viral.

Antioksidan yang rendah    
Angiotensin II yang meningkat juga menghasilkan beberapa spesies radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS). Oksidasi yang diperantarai oleh ROS akan memicu reaksi peradangan. Jadi ketidakseimbangan ACE/ACE2 memicu stress oksidatif dan pada akhirnya memicu proses peradangan makin meningkat. Antioksidan yang melimpah di semua jaringan tubuh adalah glutation. Glutation dapat tersedia dalam bentuk tereduksi (GSH) atau teroksidasi (GSSG). Glutation dalam bentuk GSH-lah yang memiliki efek antioksidan. Ketidakseimbangan ACE/ACE2 yang bergeser ke arah ACE oleh GSSG atau stimulasi renin atau infeksi virus SARSCoV-2 akan menstimulasi peradangan. Efek antiinflamasi GSH dapat melalui penghambatan aktifitas ACE dan juga penurunan produksi ROS.6

Ayo jaga homeostasis tubuh
Infeksi virus SARS CoV-2 ternyata tidak hanya merusak sel yang ia masuki (efek sitotoksik) namun mengacaukan homeostasis tubuh kita terutama yang terkait sistem RAAS. Pemahaman ini seyogyanya menyadarkan kita betapa pentingnya peran homeostasis atau keseimbangan tubuh dalam menyelamatkan hidup kita walaupun virus SARS-CoV-2 tak terhindarkan masuk ke tubuh kita. Langkah pencegahan agar kita tidak tertular melalui 4M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan) tetap harus terus dilakukan, jangan kendor. Namun langkah pencegahan agar tidak sampai jatuh dalam kondisi covid-19 berat/kritis juga penting dilakukan. 

Pengobatan penyakit kardiovaskuler, diabetes melitus dan penyakit kronik lainnya tetap harus dilanjutkan. Makan buah dan sayuran segar dapat mensuplai glutation dari eksternal. Konsumsi ikan, telor dan daging merah serta berjemur di bawah sinar matahari pagi dapat menambah vitamin D. Tidak kalah pentingnya, olahraga teratur mampu menjaga homeostasis tubuh. Sekarang kita mesti melirik kembali gaya hidup sehat yang benar. Konsistensi sangat penting bila ingin mendapatkan hasil yang baik. Mari terus belajar dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita. Semoga pandemi covid-19 segera berakhir. Semoga gaya hidup sehat menjadi budaya kita semua. Semoga.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya