Menebak Langkah Gerilya Rama

Suryansyah, Sekjen Siwo PWI Pusat, Analisis Indonesian Politic and Policy Institute (IPPI)
23/8/2020 14:35
Menebak Langkah Gerilya Rama
Suryansyah(Dok.pibadi)

SAYA tak ikut ke Senayan ketika marak aksi di Mei 1998. Situasi tidak memungkinkan dan massa sudah turun ke jalan. Saya bersama teman-teman sekantor merapatkan barisan. Bikin pagar betis. 

"Jangan, ini rumah Iwan Fals," teriak salah seorang massa ketika itu. 

Saya tak bilang mereka massa Iwan Fals. Musisi itu bukan politisi. Tak tertarik berpolitik. Tapi dia punya penggemar fanatik dari berbagai lapisan masyarakat. Iwan Fals ketika itu sering berkunjung ke kantor kami di Jalan Fatmawati  No.21, Jakarta Selatan. Sekadar nyanyi, ngopi, canda gurau selepas tenggat. Tak ada obrolan politik.

Kebetulan senior saya bersahabat dengan Iwan Fals sejak di kampus IISIP Jakarta. Tiap Rabu, Iwan Fals tak pernah absen bermain bola dengan kami di lapangan Simpruk. Mungkin karena itu, massa mengira kantor tabloid Gema Olahraga (GO) sebagai rumah Iwan Fals. Tempat saya bekerja pun terbebas dari penjarahan massa. 

Ketika itu, Jakarta chaos dan massa melakukan penjarahan terutama toko-tokoh non-pribumi. Keadaan benar-benar karut marut. Tak bisa dikendalikan karena setiap sudut dipenuhi massa. Aksi itu meluas hingga ke beberapa daerah. Di satu sisi, gelombang mahasiswa makin besar. Mereka menduduki gedung DPR/MPR RI di Senayan dan menuntut Presiden Soeharto lengser setelah 32 tahun berkuasa.

Salah satu aktivitis mahasiswa yang menonjol saat itu bernama Rama Pratama. Ia berada di barisan depan pasukan jaket kuning karena posisinya Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia. Rama yang membawa draf reformasi ke Ketua DPR/MPR Harmoko. Sebanyak 10.000 mahasiswa jaket kuning menegaskan Ultimatum Salemba.

Dua puluh dua tahun berlalu. Ada baliho raksasa terbentang di Kota Depok, saya pun ingat wajahnya. Rama mendeklarasikan diri maju pada Pilkada Depok 2020. Ia membawa konsep megapolitan yang terintegrasi dengan DKI Jakarta dan tetangganya. Depok harus disegarkan. Infrastruktur transportasi, gedung sekolah, ruang terbuka hijau, perlindungan situ, sampai kawasan usaha swasta sangat perlu dimodernkan. 

Manuver itu jadi perbincangan dan ia mendadak jadi 'selebritas' baru di Kota Depok. Tembang yang dibawakannya; Perubahan Depok dengan membawa seperangkat konsep. “Perubahan selalu lahir dari tangan anak-anak muda. Kami, generasi muda sudah terbiasa bekerja di luar kebiasaan dan bertindak mendobrak kebuntuan,” begitu katanya. 

Selama ini Depok dikenal sebagai 'wilayah' Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebagai mantan legislator dari partai ini (2004-2009), Rama tentu paham mesin politik PKS bergerak. Tidak terlalu salah kalau kemudian dia digadang menjadi 'kuda hitam' yang dapat meruntuhkan kekuasaan PKS di Depok. Calon Wali Kota Depok Pradi Supriatna mengakui, bukan petahana yang ditakuti tapi Rama Pratama. 

"Kalau petahana semua orang tahu plus-minusnya. Tapi, Rama sosok anak muda yang brilian. Dia bisa jadi kuda hitam. Ini yang saya takutkan jika Rama maju pada kontentansi Pilkada Depok 2020," kata Pradi yang berduet dengan Afifah. Mereka diusung PDIP Perjuangan dan kemungkinan Gerindra.

Sedangkan petahana Mohammad Idris berpasangan dengan Imam Budi Hartono. Keduanya diusung PKS dan koalisi Tertata (PPP, Demokrat, PAN). Khusus PAN kabarnya bisa terpecah karena Rama mengklaim mendapat restu dari DPP. Rama memang belum pernah menyentuh Depok. Ayah 3 anak ini pernah menjadi juru bicara bidang ekonomi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf pada Pilpres lalu. Meski dibully- sebagai 'cebong', dia tetap tegar dalam mengusung konsep ekonomi Ma’rufnomic untuk melawan hegemoni Sandinomic.

Rama memang tidak/belum mendapat rekomendasi dari DPC partai yang bermarkas Depok. Tapi politik itu dinamis. Dia bukan orang baru di politik dan cukup cerdas bermanuver. Salah satu langkahnya langsung gerilya ke pusat dengan asumsi jika mengantongi rekomendasi DPC akan manut. 

Pola lain yang harus dilakukan bagi bakal calon kepala daerah adalah benar-benar memahami konstruksi wilayah. Seperti dikatakan pakar komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gun Gun Heryanto, bahwa Depok memiliki beberapa masalah sebagai kota penyangga Jakarta, seperti demografi, disparitas, dan kota permukiman. 

Pasangan calon perlu membawa narasi sederhana untuk memberikan solusi soal Depok yang bisa cepat dipahami oleh masyarakat luas, khususnya di medsos. (rctiplus.com 22/7/2020)

Apalagi, pengguna medsos di Depok tinggi. Kaum urban umumnya kalangan kelas menengah dan terkoneksi dengan medsos. Dengan demikian, medsos bisa dioptimalkan secara aktif, inovatif, dan terikat secara emosional.

Masih ada waktu sekitar 2 minggu sebelum pendaftaran bakal calon wali kota/wakil wali kota Depok dibuka pada 4-6 September. Sejauh ini Rama mendapat rekomendasi dari DPP Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan total baru 5 kursi (PAN 4 dan PSI 1). Butuh 5 kursi lagi dari syarat minimal dukungan 10 kursi. Itu sebabnya Rama butuh dukungan Golkar (5 kursi) untuk membuat poros tengah. Peluang semakin terbuka lebar jika dia mampu menggergaji Koalisi Tertata. Tidak mudah memang, tapi dalam politik semua bisa terjadi. 
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya