Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
MENERAPKAN protokol kesehatan dalam penanganan jenazah pasien covid-19 ternyata tidak selalu lancar sebagaimana yang diharapkan. Di berbagai daerah, tidak sekali dua kali terjadi kasus penolakan keluarga pasien korban covid-19 yang dimakamkan menurut protokol jenazah covid-19 yang dinilai kurang menghargai dan mencederai keyakinan korban dan keluarganya.
Menurut data, dalam kurun waktu empat bulan terakhir, Maret hingga Juni 2020, paling tidak ada sepuluh kasus lebih aksi jemput paksa jenazah korban covid-19 oleh pihak keluarga dan kerabatnya.
Aksi jemput paksa jenazah covid-19 itu terjadi umumnya karena keluarga tidak terima perihal status pasien yang dikeluarkan pihak rumah sakit setempat. Mereka juga ingin memproses pemulasaran jenazah menurut keyakinan korban tanpa harus mengikuti protokol penanganan jenazah covid-19 yang dinilai berlebihan.
Di Bekasi, Jawa Barat, aksi pengambilan paksa jenazah pasien covid-19 terjadi di RS Mekar Sari pada 8 Juni lalu.
Sekitar 20-30 anggota keluarga mendatangi rumah sakit dan membawa pulang paksa jenazah, seorang pria berusia 50 tahun, menggunakan tempat tidur rumah sakit menuju kediaman asal di Desa Srimukti, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi.
Sehari sebelumnya, pada 7 Juni 2020, kasus serupa juga terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Sekitar 100 orang dilaporkan telah mengambil paksa jenazah seorang perempuan berusia 53 tahun dari ruang isolasi RS Stella Maris Makassar.
Di Surabaya, Jawa Timur, kasus jemput paksa jenazah covid-19 sempat viral di media sosial. Aksi yang direkam dalam video berdurasi 1,13 menit dan kemudian tersebar di media sosial itu terjadi karena keluarga menolak ketika anggota keluarga mereka yang meninggal dimakamkan menurut protokol penanganan jenazah covid-19.
Kenapa keluarga korban covid-19 cenderung menolak pemakaman jenazah sesuai protokol kesehatan yang berlaku? Apa yang seharusnya dilakukan agar keluarga korban covid-19 bersedia menerima perlakuan sesuai protokol kesehatan yang berlaku dan tidak merasa hal itu mencederai harkat dan nama baik keluarga korban?
Stigma
Dari segi hukum yang berlaku, membawa paksa jenazah pasien covid-19 jelas merupakan tindakan yang keliru. Menurut ketentuan, jenazah korban covid-19 memang membutuhkan penanganan khusus demi mencegah agar tidak memperpanjang rantai penularan virus mematikan itu.
Berbeda dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan umat muslim, misalnya, yang mana orang yang telah meninggal dunia dalam Islam seharusnya dimandikan, dibacakan ayat-ayat suci Alquran, baru kemudian dikebumikan.
Sementara itu, untuk jenazah pasien covid-19, mereka harus disemayamkan tidak lebih dari 4 jam.
Pemakaman korban covid- 19 bukan saja harus cepat , melainkan juga harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menularkan kepada orang lain. Lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum serta berjarak setidaknya 500 meter dari permukiman terdekat.
Selain itu, jenazah juga harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi satu meter. *Secara medis, protokol pemakaman jenazah korban covid-19 sebenarnya bertujuan mencegah virus covid-19 agar tidak membahayakan lingkungan sekitar, baik anggota keluarga yang ditinggalkan maupun handai tolan yang melayat korban.
Namun, bagi keluarga korban, prosedur penanganan jenazah yang serbaketat seperti itu umumnya dinilai berlebihan dan tidak memahami kondisi psikologis keluarga korban yang menghargai korban. *Bisa dibayangkan bagaimana perasaan seseorang yang ditinggal meninggal orangtua, anak, atau orangorang yang mereka sayangi meski itu karena covid-19 sekalipun.
Di tengah segala perasaan gundah dan bersedih, tentu dalam benak mereka yang terpenting ialah bagaimana menghormati dan memanfaatkan momen terakhir perjumpaan mereka dengan korban untuk hal-hal yang dinilai baik. *Ancaman covid-19 sekalipun sangat berbahaya, hal itu masih kalah dengan ekspresi luapan kasih sayang dan keterikatan keluarga dengan korban yang telah meninggalkan mereka.
Penanganan jenazah korban covid-19 yang ketat, bagi keluarga korban, sering kali dinilai berlebihan dan dikhawatirkan menciptakan stigma yang kurang baik bagi keluarga.
Ramaci et al (2020), dalam artikelnya berjudul Social Stigma during Covid-19 and its Impact on HCWs Outcomes, menyebutkan bahwa di kalangan petugas medis yang terlibat dalam penanganan pasien covid-19, stigma yang kurang baik pun kerap kali terjadi.
Jadi, bisa dipahami jika keluarga korban was-was, mereka akan mengalami nasib yang sama jika jenazah anggota keluarga mereka dimakamkan dengan protokol covid-19.
Untuk membuktikan bahwa korban bukan meninggal karena covid-19, tidak sekali dua kali keluarga korban membuka kembali peti mati, mengambil jenazah korban, memandikannya, dan bahkan menciumnya sebagai tanda kasih sayang mereka pada orang yang dihormati, sekaligus pembuktian bahwa korban meninggal bukan karena covid-19.
Meski dalam berbagai pemberitaan telah sering dilaporkan bagaimana jenazah korban covid-19 sangat berpotensi dan terbukti menularkan virus yang berbahaya itu kepada orang lain jika tidak ditangani sesuai protokol yang berlaku, masyarakat umumnya tidak peduli.
Bagi mereka, penghormatan terhadap jenazah orang yang mereka sayangi dan hormati lebih penting daripada risiko yang mungkin mereka harus tanggung: tertular covid-19.
Mencegah
Untuk mencegah agar aksi jemput paksa jenazah korban covid-19 tidak kembali terjadi, pihak kepolisian telah mengambil langkah hukum dan menetapkan orang-orang yang terlibat sebagai tersangka.
Untuk jangka pendek, langkah aparat seperti itu mungkin saja akan dapat meredam agar aksi serupa tidak terjadi di kemudian hari. Hanya saja, untuk memastikan agar keluarga korban mau menerima situasi dan tidak melakukan aksi ambil paksa jenazah pasien covid-19, yang dibutuhkan sesungguhnya ialah edukasi kepada masyarakat agar tidak mengembangkan stigma yang keliru kepada korban covid-19.
Bagi keluarga korban, mereka sebetulnya akan berbesar hati jika anggota keluarga mereka yang meninggal gara-gara covid-19 dimakamkan menurut protokol yang berlaku. Itu pun jika memang demi kebaikan keluarga korban dan masyarakat.
Namun, lain soal jika stigma terhadap korban covid-19 masih berkembang dan keluarga korban seolah harus menanggung beban dua kali yang menyesakkan dada: ditinggal orang yang mereka sayangi plus menanggung stigma dikucilkan masyarakat karena dianggap berpotensi menularkan penyakit yang mematikan ke para tetangga dan masyarakat di sekitarnya.
Sepanjang stigma terhadap korban covid-19 masih berkembang, sepanjang itu pula kemungkinan besar aksi ambil paksa jenazah covid-19 masih akan terjadi.
Nimbus berada pada kategori VUM, artinya sedang diamati karena lonjakan kasus di beberapa wilayah, namun belum menunjukkan bukti membahayakan secara signifikan.
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Peneliti temukan antibodi mini dari llama yang efektif melawan berbagai varian SARS-CoV, termasuk Covid-19.
HASIL swab antigen 11 jemaah Haji yang mengalami sakit pada saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menunjukkan hasil negatif covid-19
jemaah haji Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala penyakit pascahaji. Terlebih, saat ini ada kenaikan kasus Covid-19.
Untuk mewaspadai penyebaran covid-19, bagi jamaah yang sedang batuk-pilek sejak di Tanah Suci hingga pulang ke Indonesia, jangan lupa pakai masker.
Meski tidak utuh dan hanya sekitar separuhnya, jasad Karni, 40, wanita pencari rumput yang ditemukan tewas, dimakamkan di TPU Dusun Karangsari, Brebes, Jawa Tengah, Rabu (21/8).
WAKIL Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menghadiri pemakaman pemimpin kelompok pejuang Palestina, Hamas, Ismail Haniyeh di Doha, Qatar, pada Jumat siang waktu setempat.
UPACARA pemakaman Ismail Haniyeh, pemimpin biro politik kelompok perlawanan Hamas, dimulai pada Kamis (1/8) di ibu kota Iran, Teheran, yang dihadiri sejumlah besar warga dan pejabat.
Wapres Hamzah Haz akan dimakamkan di Bogor
Jenazah Presiden Iran Ebrahim Raisi, bersama dua orang temannya tiba di Bandara Internasional Shahid Kaveh di Birjand, Provinsi Khorasan Selatan.
Upacara pemakaman Presiden Ebrahim Raisi dan para pendampingnya yang gugur dalam kecelakaan udara akan diadakan di beberapa kota besar, termasuk Tabriz, Qom, Tehran, dan Mashhad.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved