Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PANTAI wisata Meurah Setia di lokasi pusat gempa bumi Aceh 6,4 skala Richter (SR) masih ditutup. Lokasi wisata bahari yang akrab disebut Pantai Manohara itu persis di kawasam Desa Balek, Kecamatan Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.
Pada kedalaman 10 km di bawah pantai ini lah disebut-sebut pusat episentrum patahan kulit bumi sehingga terjadi gempa dahsyat pada 7 Desember 2016 lalu.
Sejumlah pihak menolak keras tindakan penutupan lokasi tersebut lantaran berpengaruh besar terhadap perekonomian pemilik usaha dan warga setempat.
Puluhan kafe dan warung tempat jualan minuman dan makanan di sepanjang pantai tepi laut setempat harus gulung tikar seiring dengan sepinya pengunjung ke lokasi bahari itu.
Tidak ada lagi hilir mudik rombongan keluarga, para pemuda pemudi, atau pasangan pengantin baru yang ingin menikmati pemandangan ombak laut atau angin sepoi-sepoi yang berembus dari birunya laut Selat Malaka.
Berdasarkan pemantauan Media Indonesia di lapangan, Sabtu (21/1), puluhan pemilik warung di sepangjang pantai sekitar 500 meter itu sibuk membongkar warung yang terbuat dari kayu beratapkan rumbia.
Ratusan pondok kecil tempat santai pelanggan saat minum atau makan mi Aceh, sudah diiklankan kepada siapa pun berminat. Ada juga yang dipindah ke tempat lain di luar kawasan wisata Meurah Setia.
Informasi yang diperoleh penutupan lokasi wisata populer di Pidie Jaya itu karena setelah gempa, berkembang sejumlah anggapan miring di kalangan warga mengenai keberadaan pantai.
Misalnya, banyak kemaksiatan yang terjadi di pantai itu yang menimbulkan gempa bumi yang meluluhlantakkan Kabupaten Pidie Jaya, Pidie, dan Bireuen.
"Karena banyak kawula muda berpasang-pasangan duduk di kafe dan di tepi ombak, makanya mendapat hukuman gempa bumi berpusat di situ," kata Nudin, warga Keude Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.
Adapun sebagian warga Desa Balek dan para pemilik tempat jualan di lokasi wisata itu merasa keberatan dengan seruan penutupan lokasi tersebut. Pasalnya, keramaian wisata itu merupakan sumber pendapatan masyarakat sekitar. Mereka bisa membuka usaha seperti warung dan lainnya. Bahkan, ratusan pekerja juga menggantungkan hidup di warung-warung tersebut.
"Di sini kan selalu modar mandir polisi syariat. Hanya keramaian wisata saja silih berganti. Tidak ada kemaksiatan terbiarkan. Seharusnya jangan langsung diambil tindakan sepihak untuk tutup. Musyawarah dulu dengan masyarakat terutama yang membuka usaha. Jangan karena seekor tikus, kita bakar rumah," kata Iskandar, Tokoh Masyarakat Desa Balek.
Iskandar sangat khawatir terhadap keterpurukan ekonomi warga setempat. Setelah gempa datang, mereka justru kehilangan tempat usaha mencari nafkah. Jadi setelah jatuh, lalu mereka tertimpa tangga. (OL-3)
Gempa bumi yang terjadi merupakan jenis menengah akibat adanya aktivitas deformasi batuan dalam lempeng (intraslab).
Gempa berkekuatan skala menengah itu dideteksi mengguncang beberapa saat dengan skala intensitas II-III MMI.
Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan mendatar naik.
Gempa tektonik itu berkekuatan 5,6 magnitudo terjadi karena adanya aktivitas subduksi lempeng di wilayah pantai barat Sumatera.
BMKG menjelaskan aktivitas Sesar Besar Sumatera memicu gempa tektonik di Banda Aceh, Aceh, Selasa (13/8) malam.
GEMPA bumi tektonik berkekuatan M4.1 mengguncang wilayah Kabupaten Simeulue, Aceh, Rabu (19/6), pukul 09.39 WIB. Gempa bumi diawali dengan dua guncangan kecil secara beruntun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved