Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Senator Papua Barat Daya Minta Presiden Tindak Aktor di Kasus Raja Ampat

Irvan Sihombing
09/6/2025 09:53
Senator Papua Barat Daya Minta Presiden Tindak Aktor di Kasus Raja Ampat
SENATOR asal Papua Barat Daya yang juga anggota DPR RI/MPR RI, Paul Finsen Mayor.(Dok. Istimewa)

SENATOR asal Papua Barat Daya yang juga anggota DPR RI/MPR RI, Paul Finsen Mayor, menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap aktivitas tambang nikel yang merusak lingkungan di Raja Ampat. Ia mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan dan menindak tegas aktor-aktor kuat di balik tambang itu.

"Saya Paul Finsen Mayor, Senator yang mewakili Papua Barat Daya, termasuk di dalamnya Raja Ampat, mendesak Presiden Prabowo untuk menindak tegas bekingan-bekingan tambang ini. Presiden harus turun langsung karena ini yang bermain orang-orang kuat dan mempunyai pangkat tinggi," ujarnya dalam keterangan, Senin (9/6).

Desakan ini muncul sebagai respons terhadap aspirasi masyarakat dan viralnya tagar #SaveRajaAmpat di berbagai media sosial. Warga mengkhawatirkan rusaknya ekosistem laut yang menjadi kebanggaan dunia, dan menduga adanya praktik pertambangan ilegal yang dibekingi oknum tertentu.

Senator yang identik dengan rambut merah ini menilai Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan Pemkab Raja Ampat yang disebutnya berada dalam posisi dilematis. Menurutnya, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), kewenangan penuh pemberian izin tambang tidak berada di daerah.

"Dalam hal ini saya berpihak kepada pemprov dan pemkab. Jadi jangan timpakan kesalahan kepada mereka. Di mana setelah UU Minerba resmi diundangkan, dalam pasalnya disebutkan bahwa usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat," ujarnya.

Raja Ampat dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia. Kawasan ini memiliki kekayaan hayati tak tertandingi dan telah diakui oleh UNESCO sebagai Global Geopark. Namun, ancaman datang dari pertambangan nikel yang terus merangsek masuk ke wilayah-wilayah sensitif ekologi.

Menurut Paul Finsen Mayor, aktivitas tambang tersebut tidak hanya merusak alam, tetapi juga menabrak aturan hukum yang berlaku, khususnya terkait wilayah pesisir dan pulau kecil.

"Di dalam UU No 1, tidak ada satu pasal yang melegalkan eksplorasi tambang di pulau-pulau kecil seperti Raja Ampat. Prioritas pemanfaatannya hanya untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian," tegasnya, merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut terdapat lima perusahaan tambang yang memiliki izin resmi untuk beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Dalam keterangan resmi Kementerian ESDM disebutkan dua perusahaan memperoleh izin dari pemerintah pusat, yaitu PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2017 dan PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak tahun 2013. 

Tiga perusahaan lainnya disebut bukan dari pemerintah pusat. Yakni, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan izin usaha pertambangan (IUP) diterbitkan pada 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada 2025. (I-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya