Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Mappatoppo, Tradisi Unik Khas Bugis-Makassar 'Mewisuda' Jemaah usai Puncak Haji di Arafah

 Lina Herlina
07/6/2025 16:56
Mappatoppo, Tradisi Unik Khas Bugis-Makassar 'Mewisuda' Jemaah usai Puncak Haji di Arafah
Tradisi Mappatoppo yang dilakukan jemaah haji asal Bugis-Makassar.(Dok. MI)

SETELAH menjalani puncak haji di Arafah, sebagian jemaah haji Kloter 6 Embarkasi Ujung Pandang (UPG) Makassar, merayakan momen bersejarah dengan menggelar tradisi unik yang dikenal dengan nama mappatoppo atau wisuda haji.

Ritus yang sarat makna ini dilaksanakan secara sederhana tetapi penuh hikmat di tenda tempat jemaah menginap, setelah mereka melakukan lempar jumrah aqabah di Mina pada Jumat, 10 Dzulhijjah 1446 H.

Dalam suasana yang penuh kebahagiaan, jemaah ibadah mengenakan pakaian rapi, dengan sebagian di antaranya mengenakan baju putih.

Satu per satu, mereka 'diwisuda' dengan disematkan jilbab atau sorban di kepala, sebagai simbol penghormatan atas gelar “Haji” yang telah sah disandang.

Tradisi ini bukan hanya sekadar seremonial, melainkan juga merupakan ungkapan syukur dan pengesahan simbolik terhadap gelar haji yang telah diraih.

H Musriadi, Pembimbing Ibadah Kloter 6 UPG, menjelaskan, tradisi ini adalah ungkapan syukur dan wujud kekhusyukan atas nikmat Allah yang telah memperkenankan kita menyelesaikan rangkaian haji dengan selamat.

Kegiatan ini berlangsung dalam suasana haru, diiringi salawat dan doa bersama, menciptakan momen yang tak terlupakan bagi setiap jemaah haji.

"Mappatoppo juga menjadi wadah untuk mempererat kebersamaan di antara jemaah, serta ekspresi suka cita setelah menyelesaikan salah satu rukun Islam yang paling agung," jelas Musriadi.

Wardiah, Ketua Kloter 6 UPG, mengungkapkan kebanggaannya melihat semangat dan kekompakan jemaah. “Mappatoppo ini menjadi simbol bahwa perjuangan spiritual mereka telah mencapai puncaknya. Semoga menjadi haji yang mabrur,” ungkapnya.
Meski dilaksanakan di tenda yang sederhana, tradisi ini mencerminkan kearifan lokal yang terus dilestarikan oleh masyarakat Bugis-Makassar, bahkan ketika mereka berada ribuan kilometer dari tanah air.

Dengan menjaga keberlangsungan tradisi mappatoppo, diharapkan soliditas antar jemaah semakin kokoh, dan semangat ibadah haji yang penuh berkah dapat dibawa pulang, tidak hanya dalam bentuk gelar, tetapi juga dalam perilaku dan keteladanan sebagai insan yang telah menunaikan ibadah haji.

Tradisi ini, lebih dari sekadar ritual, adalah sebuah perjalanan spiritual yang mengikat hati dan jiwa jemaah haji, menjadikan mereka bagian dari sejarah dan budaya yang kaya, serta meneguhkan komitmen mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik setelah kembali ke tanah air. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya