Polri Didesak Usut Aliran Dana Eks Kapolres Ngada

Palce Amalo
20/3/2025 20:59
Polri Didesak Usut Aliran Dana Eks Kapolres Ngada
Saksi Minor menggelar jumpa pers terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada di Kupang, Kamis (20/3) petang.(MI/Palce Amalo)

SOLIDARITAS Anti Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (Saksi Minor) Nusa Tenggara Timur mendesak Polri melacak transaksi elektronik termasuk aliran dana yang diduga terkait dengan kejahatan seksual eks Kapolres Ngada, AKB Fajar Widyadharma Lukman.

Juru Bicara Saksi Minor, Veronika Atta, menyebutkan polisi bisa melacak transaksi elektronik pelaku melalui rekening dan perangkat seluler seperti yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

"Kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan wajib menerapkan pasal berlapis, menjatuhkan hukuman maksimal dengan pemberatan kepada pelaku," kata Veronika Atta dalam keterangan pers yang digelar bersama 30 lembaga anggota Saksi Minor di Kupang, Kamis (20/3) petang.

Jumlah anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual sampai saat ini tercatat empat orang, harus mendapat perlindungan hukum.

Menurutnya, tindakan keji yang dilakukan eks Kapolres Ngada tersebut merupakan pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan prinsip perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. Karena itu, kejahatan seksual ini merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime), yang harus ditangani secara extraordinary.

Padahal, seharusnya polisi menjadi garda terdepan untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, bukan sebaliknya menjadi pelaku kejahatan seksual. 

Direktur Rumah Perempuan Kupang, Libi Sinlaeloe, yang juga anggota Saksi Minor mengatakan, pihaknya bersama anggota lainnya telah melakukan pendampingan terhadap para korban kejahatan seksual yang dilakukan eks kapolres tersebut.

"Kami melakukan penanganan dan pemulihan korban, kami juga membangu gerakan bersama untuk membantu korban, hak-hak korban harus dipenuhi dan identitas dirahasiakan," katanya.

Mereka juga mendesak agar para korban diberikan perlindungan penuh termasuk kepada keluarga selama proses hukum dan proses pemulihan berlangsung, termasuk perlindungan dari intimidasi, ancaman, atau dampak psikososial lebih lanjut akibat kasus ini.

"Kami menerima kuasa dari korban. Mereka mau berjalan bersama kita sampai kasus ini inkrah dan sesuai dengan rasa keadilan bagi korban," tambah Veronika Atta. (PO/E-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri yuliani
Berita Lainnya