Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
POLISI tengah melakukan penyelidikan terkait pengrusakan kawasan hutan mangrove seluas 6 hektare di pesisir Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Diketahui, lahan kawasan mangrove itu telah dimiliki seorang terlapor berinisial AM yang dengan bukti kepemilikan lahan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM).
Pengrusakan berupa pembabatan pohon mangrove jenis api-api menggunakan alat pemotong mesin untuk membuka lahan. Rencananya di atas lahan itu akan dibangun tambak ikan.
Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu, mengungkapkan bahwa penyidik telah memeriksa keterangan dari ahli lingkungan hidup terkait kerusakan yang terjadi. "Berdasarkan perhitungan kerusakan lingkungan, sekitar 6 hektar kawasan mangrove telah dibabat dan kini menjadi lahan terbuka," jelasnya.
Aditya mengungkapkan, terlapor mengeklaim bahwa lahan tersebut digunakan untuk proyek tambak ikan. Meskipun demikian, penyidik tengah mendalami asal-usul penerbitan SHM tersebut, mengingat kawasan yang dibabat itu merupakan hutan mangrove yang dilindungi.
“Tanaman mangrove sudah ada sejak lama sebelum sertifikat itu diterbitkan. Oleh karena itu, kami menyelidiki bagaimana bisa SHM diterbitkan untuk kawasan yang seharusnya dilindungi,” ungkap Aditya.
Kepala Kantor BPN Maros Murad Abdullah pun mengakui, jika ternyata SHM atas lahan tersebut diterbitkan pada 2009, sebelum kawasan tersebut secara resmi menjadi kawasan hutan mangrove melalui Perda Nomor 4 Tahun 2012.
"Pada saat itu, lahan yang dimaksud belum termasuk dalam kawasan mangrove. Nanti pada 2012, kawasan tersebut baru menjadi kawasan mangrove. Sejak saat itu, proses pengajuan hak milik untuk lahan tersebut dihentikan karena ada indikasi pengrusakan mangrove," kata Murad, Jumat (31/1).
Luas lahan yang diterbitkan sertifikatnya pada 2009 tersebut mencapai 0,8 hektare, sementara kawasan yang rusak lebih luas, yaitu 6 hektare karena dibuka untuk proyek tambak ikan. Pihak berwenang kini tengah menyelidiki proses sertifikasi lahan ini lebih lanjut.
Terpisah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, M Ilyas, menegaskan bahwa pengrusakan mangrove adalah pelanggaran hukum yang serius. "Mangrove adalah ekosistem yang harus dilindungi. Pengrusakan seperti ini melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup," teganya.
Ilyas juga menjelaskan bahwa setelah melakukan verifikasi, ditemukan bahwa lahan yang diterbitkan SHM tersebut berada di atas wilayah laut yang seharusnya tidak bisa dikelola untuk kepentingan pribadi.
"Lahan itu telah masuk dalam wilayah laut, dan mangrove tumbuh di atasnya. Penerbitan sertifikat hak milik di atas lahan laut sangat meragukan," tambahnya.
Ilyas juga mengungkapkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan ATR/BPN Maros untuk menindaklanjuti hal ini dan memastikan bahwa proses sertifikasi tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami akan memastikan bahwa sertifikat yang diterbitkan di atas lahan mangrove itu tidak sah, karena lahan tersebut merupakan kawasan yang harus dilindungi,” tegas Ilyas.
Sementara itu, di Desa Ampekale, ditemukan juga kasus serupa terkait pengrusakan hutan mangrove yang sebelumnya tertutup rapat oleh mangrove, namun kini sudah tidak ada lagi pohon mangrove yang tumbuh di area tersebut. "Kasus ini serupa dengan yang ada di Maros, dan kami akan terus menyelidiki," ujar Ilyas. (LN/J-3)
KASUS ratusan hektare laut bersertifikat di Subang, Jawa Barat, terus menuai sorotan dari masyarakat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved