Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Anyaman Perdamaian 'Mama-Mama Papua' yang Mendesak Dilindungi

Ficky Ramadhan
07/8/2024 23:07
Anyaman Perdamaian 'Mama-Mama Papua' yang  Mendesak Dilindungi
Seorang Mama Papua menunggui noken dagangannya di Taman Imbi, Jayapura, Papua, Jumat (8/10/2021)(ANTARA/Indrayadi TH)

MATAHARI bersinar cukup terik di sebuah terminal lama yang terletak di wilayah Entrop, distrik Jayapura Selatan, kota Jayapura, Papua, Rabu (7/8).Di terminal tersebut terlihat beberapa pedagang orang asli Papua atau biasa dipanggil ”mama Papua” sedang berkumpul membuat sebuah kerajinan tangan asal Papua bernama noken.

Jemari mereka memegang hakpen (jarum rajut) untuk menganyam noken dengan bahan asli serat kayu. Biasanya dari kayu pohon nenduam, pohon nawa, melinjo, sukun, atau anggrek hutan.

Noken adalah sebuah tas tradisonal Papua. Tas tersebut memiliki fungsi beragam, bisa untuk berbelanja, membawa hasil kebun, untuk digunakan membawa ikan, atau bahkan untuk menggendong bayi. Noken umumnya tidak dijinjing atau menyilang di dada, melainkan dikaitkan ke kepala bagian atas.

Baca juga : Tinjau Galeri Batik Bersejarah di Banyumas, Puan Dorong Regenerasi Pembatik

Noken juga menjadi simbol kehidupan yang baik, cinta perdamaian, serta kesuburan bagi masyarakat tanah Papua. Itu yang dipahami mereka yang tinggal di daerah Pegunungan Tengah Papua, seperti suku Yali, suku Lani, suku Damal, dan Bauzi.

Salah satu perempuan bernama, Anci Pakage, 25, warga Dok 5 Atas Jayapura menjelaskan bahwa kulit kayu melinjo dan sukun menjadi bahan favorit para perajin karena sangat kuat. 

"Meskipun sangat kuat, noken asli dari serat kayu tidak boleh terkena minyak dan dimakan tikus sehingga bisa rusak karena jalinannya putus. Kotor itu biasa, jangan sering dicuci supaya awet," kata Anci saat ditemui, Rabu (7/8).

Baca juga : Solve Education Dukung Keberlanjutan Pendidikan Gratis

Ia juga bercerita, saat ini membuat noken tidak melulu dari bahan serat kayu, di masa kini perajin noken sudah menggunakan benang pabrikan yang didatangkan ke Papua.

"Benang manila, benang katun, dan wol. Ini benang yang sudah jadi langsung bisa pakai. Jika menggunakan serat kayu, membuat noken jadi lebih panjang karena harus dipintal secara manual, tidak bisa menggunakan mesin," ujarnya.

Dalam hal motif, dengan perkembangan zaman dan kemudahan akses internet, para perajin semakin terbuka untuk membuat motif yang kekinian dan membuat model noken yang beragam. Ditambahkan aksesori bunga, merajut bentuk gambar ikan, batik, atau bahkan ditambahkan manik-manik.

Baca juga : Kepulauan Marquesas: Pulau Surga yang jadi Warisan Dunia Unesco

Mereka juga semakin terbuka untuk membuat produk yang berbeda, mulai dari yang anting, rok, dan topi dari serat kayu.

Noken dengan ukuran kecil umumnya dijual seharga Rp100 ribu. Selebihnya dijual tergantung dari ukuran dan bahan. Tentu saja semakin besar, maka akan semakin mahal. Belum lagi jika menggunakan serat anggrek, ini menjadi noken termahal.

"Model atau rok rumbai tersebut kami jual Rp5 juta. Dengan menjadi perajin noken, kami cukup sejahtera. Uang yang kami dapat bisa untuk belanja ke pasar, keperluan anak sekolah, bahkan menabung," tuturnya.

Baca juga : Pengetahuan Lokal Punya Peran Krusial dalam Mengurangi Risiko Bencana

Hal itu juga dibenarkan oleh Vita Naidiban dari Papua Youth Creative Hub (PYCH) yang berkolaborasi membina UMKM setempat.

"Para perajin umumnya sangat sejahtera, dengan adanya pendapatan, mereka bisa mencukupi kebutuhan termasuk kesehatan dan pendidikan keluarganya. Mama-mama ini umumnya ibu rumah tangga yang juga melakukan kegiatan domestik seperti memasak, berkebun, dan mengasuh anak, di sela-sela itu mereka membuat noken yang mendatangkan penghasilan," ujarnya.

Kendati demikian, Vita menyayangkan animo anak muda khususnya perempuan untuk membuat noken semakin sedikit.

"Ini jadi tantangan untuk kami, kami ingin anak-anak muda ini mencintai kembali budayanya sendiri, maka itu kami ingin menyediakan pasar supaya produk yang dibuat bisa diserap oleh pasar. Kami juga menyiapkan pasarnya baik secara langsung ataupun dengan cara pasar digital. Dengan adanya pasar, mereka akan menjadi produktif," tuturnya.

Noken merupakan tas rajutan khas Papua yang diakui sebagai warisan budaya dunia takbenda (intangible heritage) dalam Sidang UNESCO pada 2012 di Paris, Prancis. Noken digolongkan dalam kategori In Need of Urgent Safeguarding atau warisan budaya yang membutuhkan perlindungan mendesak.

Perlindungan mendesak ini dalam arti memerlukan tindakan segera untuk menjaganya tetap hidup. Keberlangsungan elemen-elemen dalam daftar tersebut terlihat menghadapi ancaman besar dari masyarakat dan negara pihak yang bersangkutan. (Fik)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik