Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Alih Fungsi Lahan Jadi Pemicu Banjir di Garut

EM/AD/OL-2
21/9/2016 19:15
Alih Fungsi Lahan Jadi Pemicu Banjir di Garut
(ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

SELAIN faktor cuaca, bencana banjir bandang yang menerjang tujuh kecamatan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, disebabkan aktivitas pembangunan liar serta maraknya penggundulan hutan di sekitar anak sungai Cimanuk.

Seperti diketahui, hujan deras yang mengguyur Garut pada Selasa (20/9) malam, menyebabkan sungai Cimanuk meluap dan menyebabkan banjir. Bencana yang terjadi pada malam hari itu membuat sebagian warga tak bisa menyelamatkan diri. Hingga Rabu (21/9) sore, sebanyak 20 orang dinyatakan tewas dan puluhan lainnya hilang.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Dadan Ramdhan mengungkapkan, faktor penyebab terjadinya banjir di Garut, antara lain, semakin berkurangnya areal hutan akibat maraknya alih fungsi lahan sehingga berdampak terhadap areal resapan air.

"Memang hujan dengan intensitas tinggi tengah melanda wilayah Jabar, termasuk wilayah priangan timur, seperti Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Namun, faktor cuaca, termasuk hujan hanya pemicu. Faktor utamanya, pelanggaran penggunaan lahan," ujar Dadan.

Ia menambahkan, faktor merebaknya ekspansi bisnis yang terus merambah ke wilayah lahan konservasi, juga ikut memicu bencana. "Misalnya, lahan parkir air yang sekaligus berfungsi sebagai resapan, kini nyaris tidak ada karena hampir seluruhnya menggunakan beton, serta olah tanah pertanian yang tidak memedulikan dampak," paparnya.

Faktor lain, lanjut Dadan, yakni penggundulan hutan di sekitar anak Sungai Cimanuk, seperti Sungai Cikarenjeng, Bungbulang, dan Cisutan, sehingga areal di sekitarnya tidak menyerap dan menampung air.

Untuk itu, Dadan meminta pemerintah untuk segera membatasi sekaligus menjaga lahan konservasi atau resapan air . "Jika areal resapan air dikembalikan, idealnya 80 persen, kemungkinan besar bisa mengatasi bencana alam seperti banjir dan longsor," tuturnya.

Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Anang Sudarna mengatakan, bencana ini sebagai buntut dari aktivitas pembangunan yang melanggar ketentuan rencana detail tata ruang (RDTR). Sejumlah kawasan lindung di Garut kini sudah berubah peruntukan.

"Ketika di kawasan tersebut tata ruangnya adalah hutan lindung, harusnya kita hormati. Di kawasan tertentu di Garut itu, misalnya di Cipanas, ada Gunung Guntur, sekarang oleh beberapa pengusaha dieksploitasi pasirnya." (EM/AD/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya