Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Tani Pekarangan Terbukti Bisa Hemat Pengeluaran dan Tambah Pendapatan Petani

Henri Siagian
13/12/2023 08:34

MENGUBAH perilaku ekonomi di kalangan petani di desa butuh proses latihan berkelanjutan. Perubahan perilaku dalam kerja petani harus sabar dan telaten.

Baca juga: Pekarangan Produktif Menghantar Ketua DPRD Kota Bogor Raih Gelar Doktor

Seperti keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Koordinator program Pertanian Pekarangan Kelompok Tani Himpunan Orang Tani dan Niaga (Hotani) Irmawati mengungkapkan, pemberdayaan petani harus berlangsung secara berulang sampai terasa manfaatnya.

Baca juga: Pemanfaatan Lahan Kosong

“Dulu petani di sini membiarkan pekarangan yang kosong untuk menanam. Sekalipun mereka biasa menanam di ladang, tetapi mereka tak terpikir lahan kosong di sekitar rumahnya ditanami. Begitu diajak mereka mengeluh, merasa banyak masalah. Seperti problem gangguan ayam, air, dan lain sebagainya. Kalau kita telaten, pada akhirnya masalah bisa teratasi,” kata Irma di sela-sela panen bersama tani pekarangan ibu rumah tangga Kampung Tareptep Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Baca juga: Pekarangan Produktif Menghantar Ketua DPRD Kota Bogor Raih Gelar Doktor

Menurut Irma, kegiatan pertanian pekarangan yang dilakukan bersama teman-temannya dari kalangan ibu rumah tangga banyak memberi manfaat. Mereka yang terbiasa menganggur di waktu pagi dan sore mendapatkan aktivitas yang menanam dan menjual. Tanah yang kosong menjadi lebih terawat dengan adanya tanaman di polybag. Secara ekonomi juga bagus karena ibu-ibu tidak usah belanja sayuran.

Panen bersama tani pekarangan ibu rumah tangga Kampung Tareptep Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. (dok pribadi)

“Kalau punya tanaman sendiri pengeluaran belanja dapur jadi hemat. Biasanya untuk sayuran setiap hari bisa keluar uang Rp10 ribu. Artinya hemat Rp300 ribu setiap bulan. Kalau punya sayuran lebih seperti sekarang ini justru mendapat uang karena kelebihan untuk kebutuhan dapurnya dijual. Ada yang untung Rp200 ribu,” katanya.

Baca juga: Kelompok Wanita Tani CSA Turut Berperan Aktif Olah Hasil Pertanian

Irma menambahkan, kelebihan bertani di pekarangan itu adalah bisa dijalankan dalam keadaan kemarau panjang sekalipun. Sedangkan bertani di ladang hanya bisa dijalankan saat musim hujan. Tani pekarangan bisa panen 7-8 kali dalam setahun. Sementara pertanian sayuran di ladang hanya bisa panen 2 atau 3 kali dalam setahun.

Mengatasi Kemiskinan

Gerakan tani pekarangan yang dilakukan oleh Yayasan Odesa Indonesia di kampung Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut Kecamatan Cimenyan saat ini mencapai 400 warga binaan.

Untuk program tahun 2023 ini Odesa Indonesia bekerjasama dengan Bayan Tree Global Foundation dari Bintan.

Menurut pendamping ekonomi pertanian dari Odesa Indonesia, Basuki Suhardiman, spirit dalam program tani pekarangan adalah mengatasi kemiskinan dengan menumbuhkan etos kerja baru sekaligus menyuplai gizi.

“Tani pekarangan sangat konkret dengan catatan harus melalui pendampingan panjang. Tidak bisa sekali sosialisasi sekali kegiatan langsung jalan,” kata Basuki.

Menurut Basuki, para petani di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung selama ini bekerja dengan tradisi perladangan yang sangat bergantung dengan datangnya hujan.

Mereka bekerja dikendalikan faktor eksternal. Bertani di ladang modalnya banyak sehingga buruh tani sangat sedikit memiliki pekerjaan. Selain itu, akibat perubahan iklim waktu tanam saat ini sangat terbatas.

“Kami berpikir mereka harus mendapatkan tambahan di luar itu, dan tani pekarangan bisa menjadi solusi,” kata Basuki yang selama 7 tahun mendampingi ragam kegiatan pertanian kaum miskin di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung.

Basuki menambahkan, tani pekarangan memiliki nilai lebih sebagai gerakan ekonomi rakyat miskin karena orang miskin masih memiliki modal sekalipun hanya berupa lahan sepetak. Skill mereka dalam menanam juga sudah bisa. Yang belum sering kosong di desa-desa menurut Basuki adalah ilmu dan leadership.  

“Kepemimpinan di level RT itu dibutuhkan. Kita memakai instrumen orang yang punya inisiatif dan mau menjalankan penuh semangat seperti Irma,” kata Basuki.

Dengan adanya penggerak lokal yang serius tersebut kegiatan bisa berjalan baik. Buruh tani yang lahannya sempit paling tidak bisa menanam antara 100 hingga 200 sayuran dalam polybag.

Menurut Basuki, itu sudah bermanfaat untuk mengurangi pemborosan belanja dapur.  “Itu sudah sangat bagus karena menghemat Rp300 ribu setiap bulan. Yang lebih bagus itu kalau bisa menanam 400 hingga 500 sayuran di dalam polybag. Selain menghemat belanja dapur, para petani bisa mendapatkan hasil penjualan senilai Rp300 ribu hingga Rp400 ribu,” kata Basuki.

Basuki menambahkan, skema tani pekarangan yang seperti itu jelas sangat tepat untuk mengatasi kemiskinan di perdesaan. Sebab selama ini bantuan sosial pemerintah nilainya juga setara dengan hasil dari tani pekarangan.

Bedanya dengan program santunan banstuan sosial, program pemberdayaan tani pekarangan mampu menumbuhkan etos kewirausahaan. Sementara program santunan bantuan sosial  lebih mendorong orang menjadi pasif, manja dan bahkan bisa menjerumuskan menjadi peminta-minta.

“Pemerintah harus lebih serius dalam urusan pendidikan informal seperti ini. Jangan negara ini jadi lembaga sinterklas yang kemampuannya hanya berbagi makanan sementara para petani memiliki kemampuan berproduksi,” tegasnya. (RO/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya