Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Tersus LNG di Tengah Laut Ancam Jalur Pelayaran Internasional

Media Indonesia
12/6/2023 09:42
Tersus LNG di Tengah Laut Ancam Jalur Pelayaran Internasional
Ketut Sudiarta.(Dokumentasi pribadi.)

PAKAR maritim Ketut Sudiarta menilai pembangunan Terminal Khusus Liquid Natural Gas (Tersus LNG) Denpasar--yang disebut akan dibangun sejauh 4 kilometer dari bibir pantai Sidakarya--dapat mengganggu alur pelayaran internasional di Pelabuhan Benoa. Pelabuhan Benoa ialah pintu masuk bagi turis dari mancanegara. Sampai awal April 2023, Pelabuhan Benoa sudah menerima 24 kapal pesiar dengan jumlah penumpang internasional, yang masuk melalui Pelabuhan Benoa, mencapai 19.000 orang. Hingga akhir tahun, jumlah kapal pesiar internasional yang datang ke Benoa bisa mencapai 100 kapal dengan 80 ribu wisatawan mancanegara.

Sedangkan titik 4 kilometer ialah jalur laut internasional. Karenanya, jika dibangun Tersus LNG sejauh itu akan berpengaruh terhadap jalur keluar masuk kapal ke Pelabuhan Benoa. "Mengubah tata ruang laut, termasuk mengubah jalur pelayaran, navigasi dan sebagainya, butuh proses yang panjang, karena terkait regulasi, baik di pusat maupun daerah," jelasnya dalam keterangan tertulis, Senin (12/6).

Sebagaimana diketahui, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan berencana memindahkan titik lokasi pembangunan Tersus LNG dari yang sebelumnya sekitar 500 meter dari bibir Pantai Muntig Siokan menjadi 4 kilometer ke arah laut. "Kita juga sudah rapatkan itu dengan kelompok ahli Pak Gubernur, instansi terkait, 3-4 kilometer itu sepertinya butuh effort (usaha) yang besar karena itu alur pelayaran Pelabuhan Benoa dan sangat berisiko," jelasnya. 

Baca juga: 4 Fakta Bunker Narkoba di Kampus UNM Makassar

Ketut yang merupakan Doktor Manajemen Perairan IPB menjelaskan, usaha besar yang dimaksudnya itu yakni mengubah tata ruang laut, termasuk alur pelayaran internasional di Pelabuhan Benoa. Dalam pandangannya, untuk membangun Tersus LNG akan butuh waktu bertahun-tahun dan prosesnya sangat panjang. 

"Jadi tidak mudah karena harus ada perubahan tata ruang laut dulu. Itu yang maksud saya agak sulit. Bisa sih, itu kan nanti harus revisi dulu. Kemudian di tingkat nasional kita ubah alurnya. Setelah itu kan kita harus informasikan ke lembaga navigasi internasional supaya nanti semua memasukkannya (alur pelayaran yang baru) ke peta navigasi internasional, karena itu pelabuhan internasional. Itu kalau memungkinkan dari segi teknis," imbuh dosen Ilmu Kelautan Universitas Warmadewa Denpasar itu.

Baca juga: Menilik Aspek Kemanfaatan Tersus LNG bagi Bali

Ia pun memastikan izin ruang tidak akan diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) jika rencana tersebut tetap dipaksakan. Namun, jika memang harus mengubah peta pelayaran internasional, lanjut ketut, proses panjang itu akan memakan banyak waktu.

"Memang izin ruang tidak akan dapat karena itu daerah alur, kecuali alur pelayarannya diubah. Alur pelayaran Pelabuhan Benoa kan pelayaran internasional yang sudah masuk dalam peta navigasi internasional. Itu nanti hambatan besarnya akan sangat panjang. Mungkin dalam 5 tahun tidak akan terselesaikan prosesnya," ungkapnya.

Ketut pun mempertanyakan lebih jauh mengenai alasan Luhut menolak pembangunan tersus di lokasi awal. Menurutnya, alasan Luhut bahwa tersus yang tak jauh dari daratan dapat mengganggu lingkungan terbantahkan dengan Amdal yang sedang diproses Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Perjalanan cukup panjang juga kita mengondisikan lokasi pembangunan Tersus LNG Sidakarya. Sekarang tiba-tiba keluar rekomendasi yang menolak. Apa boleh begitu?" tanya Ketut. "Yang menjadi pertanyaan kan kenapa Menko ujug-ujug menggunakan kekuasaannya bersurat seperti itu? Karena proses Amdal kan sedang berjalan. Itu intervensi terhadap proses yang ada, karena lokasi yang sedia kala kan persetujuan izin kesesuaian pemanfaatan ruang sudah keluar, kemudian Amdal sedang berproses oleh KLHK, harusnya menunggu dulu. Sebenarnya tidak ada masalah terkait  kelanjutan Amdal sepanjang sudah ada kesepakatan antara wali kota dengan Pak Gubernur (Bali) beserta masyarakat sekitar. Itu sudah oke semua," pungkas dosen Universitas Warmadewa ini. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya