Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengutuk keras kasus kekerasan seksual di lingkup pendidikan dengan melibatkan pelajar menjadi korban dan guru sebagai pelaku yang kembali terjadi.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar menegaskan pihaknya akan terus mengawal dan mendampingi kasus kekerasan seksual yang terjadi pada 15 anak perempuan di Sekolah Dasar (SD) di Aceh Utara, yang dilakukan oleh seorang guru Agama Islam.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap 15 anak yang masih duduk di bangku SD oleh terduga pelaku oknum guru Agama Islam. Upaya pemulihan dan pemenuhan hak korban harus diutamakan. Kami akan memastikan anak-anak korban dengan rentang usia 7 – 12 tahun tersebut mendapatkan pendampingan dan pemulihan secara fisik maupun psikis dari tenaga ahli yang kompeten di bidangnya,” tegas Nahar dalam keterangan resmi, Rabu (12/4).
Baca juga: Kemenag Pastikan Izin Pesantren Al-Minhaj Dicabut Jika Pelaku Terbukti Lakukan Pencabulan
Berdasarkan informasi yang diterima tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, awal mula terungkapnya kasus TPKS tersebut atas laporan salah satu anak korban yang mengeluhkan rasa sakit saat buang air kecil kepada orangtuanya.
Orangtua korban lantas melaporkan kejadian yang menimpa anak korban dan terdapat 3 (tiga) anak korban lainnya yang juga menjadi korban.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Utara segera berkoordinasi dengan Polres Aceh Utara serta melakukan pendampingan visum awal bagi keempat korban di Rumah Sakit Cut Meutia dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Aceh Utara.
Baca juga: Diduga Cabuli Santriwati, Pengasuh Ponpes Di Batang Ditangkap Polisi
Setelah mendapatkan laporan kasus tersebut, KemenPPPA, melalui tim Layanan SAPA 129 bersama Kementerian Sosial (Kemensos), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Aceh, Polres Aceh Utara, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP3A) Aceh Utara, P2TP2A Aceh Utara, Dinas Pendidikan Aceh Utara, Kepala Sekolah SD, dan Sentra Darussa’adah melakukan rapat koordinasi dan menyepakati akan dilaksanakan screening korban di SD tersebut guna mendukung proses hukum dan memperkuat pengawasan proses belajar mengajar di lingkup sekolah.
“Dari hasil screening korban yang difasilitasi oleh Kemensos, Sentra Darussa'adah, KemenPPPA, UPTD PPA Provinsi Aceh, DinsosP3A Aceh Utara, dan P2TP2A Aceh Utara ditemukan tambahan 11 anak korban dan 1 (satu) anak saksi dimana seluruhnya perempuan, sehingga total anak yang berhadapan dengan hukum mencapai 16 anak, terdiri dari 15 (lima belas) anak korban dan 1 (satu) anak saksi yang telah di BAP. Sebagian besar korban adalah siswi kelas 1-3 SD,” jelas Nahar.
“Adapun modus yang dilakukan oleh terduga pelaku oknum guru Agama Islam adalah dengan meminta korban untuk maju ke meja guru di kelas untuk mengaji. Saat korban berada di meja guru, terduga pelaku meraba dan memegang kelamin korban. Salah satu korban pun mengaku terduga pelaku berusaha memasukkan jarinya ke dalam kelamin korban,” tambah dia.
Nahar mengemukakan, selain screening korban, pihaknya dan seluruh pihak terkait pun melakukan asesmen psikolog bekerja sama dengan Universitas Malikussaleh. Secara umum, hasil asesmen menunjukkan tidak ditemukannya gangguan psikologis pada korban namun pemahaman korban dan orangtua korban terkait pelecehan seksual yang masih sangat minim.
Saat ini, terduga pelaku telah diamankan Polres Aceh Utara dan dijerat dengan Pasal 50 dan Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dengan ancaman Uqubat Ta'zir cambuk paling banyak 200 kali atau denda paling banyak 2000 gram emas murni atau penjara paling lama 200 bulan.
“Kami tentu sangat mendukung dan menyerahkan seluruh proses hukum terduga pelaku untuk dijalankan secara maksimal sesuai dengan peraturan hukum yang sesuai di Aceh dan berharap kasus ini dapat memberikan efek jera kepada terduga pelaku serta memberikan contoh agar tidak adanya kasus serupa kembali bermunculan,” tandas Nahar.
Terkait upaya pencegahan, Nahar mendorong kepada pihak-pihak terkait untuk memberikan edukasi terkait pelecehan seksual di lingkup sekolah kepada anak, orang tua, maupun sekolah.
Lebih lanjut, Nahar mengingatkan kepada orangtua agar selalu melakukan pengawasan dan memperhatikan segala sikap anak sehingga dapat dengan mudah mendeteksi jika adanya perubahan atau ketimpangan baik yang terlihat dengan jelas maupun yang ditutup-tutupi.
Dia juga berpesan agar masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib jika mendapatkan atau menemui kasus kekerasan seksual di sekitarnya. Dengan berani melapor, maka akan dapat mencegah berulangnya kasus sejenis terjadi kembali. (Z-1)
Selain itu, santri putra ditemukan lebih rentan (1,90%) dibandingkan santri putri (0,20%), terhadap kekerasan seksual di pesantren.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
PEMERINTAH Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyoroti beberapa kasus miris seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, sodomi yang terjadi.
Penyelidikan terhadap Partey dimulai pada Februari 2022, usai laporan pertama mengenai dugaan pemerkosaan diterima oleh kepolisian.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, upaya pencegahan kasus kekerasan pada anak dan perempuan harus dilakukan oleh semua pihak secara bersama-sama.
Sidang digelar di Ruang Kartika dilakukan secara tertutup sebagai perkara tindak pidana kekerasan seksual.
Data 2024 menunjukkan angka partisipasi sekolah (APS) untuk usia 16–18 tahun di Banten baru mencapai 71,91%, masih di bawah rata-rata nasional.
Dengan peningkatan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat terus meningkatkan angka partisipasi sekolah.
Usaha pencegahan anak putus sekolah semestinya dilakukan dengan memperhatikan sejumlah aturan yang ada dan memperhatikan efektivitas pada kondisi belajar anak dan kondisi kerja guru.
GUBERNUR Jawa Barat (Jabar) Dedy Mulyadi mengeluarkan keputusan yakni memperbolehkan jumlah siswa dalam satu kelas mencapai hingga 50 siswa. Itu menuai respons dari kepala sekolah
Dari 224.925 calon siswa baru yang lolos SPMB tahun 2025 sebanyak 221.319 calon siswa melakukan daftar ulang.
Bertepatan dengan hari jadi, Bonvie meluncurkan program sosial bertajuk “Tumbuh Bersama Bonvie”.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved