Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kincir Angin dan Panel Surya Buka Asa Daerah Terpencil

Lilik Darmawan
10/9/2022 19:05
Kincir Angin dan Panel Surya Buka Asa Daerah Terpencil
Pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH) yang menggabungkan panel surya dengan kincir angin di Dusun Bondan, Cilacap, Jateng.(MI/Lilik Darmawan)

DALAM  tiga tahun terakhir, Dusun Bondan, salah satu kampung terpencil di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) mulai terang. Era kegelapan karena tidak ada lampu penerangan telah berakhir.

Itu terjadi berkat adanya pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH) yakni pembangkit yang menggabungkan antara panel surya dengan kincir angin. Bantuan untuk warga terpencil itu datang dari Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) IV Cilacap.

Berbeda dengan daerah lain yang kerap menyia-nyiakan bantuan, karena begitu dibantu tidak dipelihara, tidak demikian halnya dengan Dusun Bondan. "Begitu ada bantuan PLTH yang terdiri dari panel surya dan kincir angin, kami sangat bahagaa. Sebab, puluhan tahun kami hidup dalam kegelapan. Tidak ada suplai listrik yang masuk Dusun Bondan secara resmi, sehingga sebelum ada PLTH, kami menarik kabel listrik dari kecamatan tetangga yakni Kawunganten, agar dusun kami ada penerangan. Namun, itu tidak maksimal dan risikonya juga tinggi," jelas tokoh pemuda Dusun Bondang,  Muhammad Jamaludin kepada Media Indonesia, Jumat (9/9).

Dusun Bondan adalah salah satu kampung terpencil di Cilacap. Wilayah setempat dikelilingi hutan bakau dan berada di Laguna Segara Anakan. Untuk sampai ke Bondang, membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam hingga 2 jam dengan  perahu compreng dari Dermaga Sleko, Cilacap.

Jamal, panggilan akrab  Muhammad Jamaludin, mengakui tidak sedikit  daerah yang mendapat bantuan sesuatu, biasanya tidak mampu memelihara. Tetapi, Jamal mendorong warga setempat untuk peduli dan bersama-sama memelihara PLTH sebab dampaknya sangat baik dirasakan oleh penduduk.

Menurutnya, saat sekarang kapasitas PLTH mencapai 16.200 watt peak (Wp). Dari kapasitas tersebut, 12 ribu Wp di antaranya dipakai untuk rumah-rumah milik warga dan fasilitas umum.

"Ada 41 rumah dan fasilitas umum seperti masjid dan tempat pertemuan yang mendapat suplai listrik. Setiap harinya, warga dijatah 500 Wp. Kami sudah menggunakan meteran. Setiap jam 17.00 WIB, secara otomatis akan mendapat 500 Wp, dan akan diperbarui pada jam yang sama hari berikutnya," katanya.

Sebelum ada PLTH, anak-anak kesulitan belajar karena penerangan terbatas. Namun, dengan adanya suplai listrik, saat malam bisa membuka buku pelajaran. Hiburan juga jadi tersedia sebab listrik juga mampu untuk menyalakan televisi.

"Sebelum ada listrik, begitu malam tiba, maka warga tidak ke mana-mana. Paling hanya di rumah saja, karena tidak ada penerangan. Namun, kini warga bisa ada pertemuan dan berkumpul kalau malam hari. Tidak hanya pertemuan resmi saja, tetapi juga sekadar mengobrol," kata Jamal.

Warga lainnya, Fitri, 28, mengungkapkan kini dia bisa menikmati hiburan melalui televisi. "Kalau di sini, hiburannya televisi. Sesekali mainan handphone. Karena dalam beberapa waktu terakhyir, sinyal HP juga sudah masuk, sehingga bisa menambah sarana hiburan. Meski kami berada di daerah terpencil, dengan adanya sinyal HP bisa sering berkomunikasi dengan saudara yang rumahnya jauh. Saya juga kerap berkomunikasi dengan orang tua saya yang berada di Kebasen, Banyumas," jelas Fitri.

Menghidupkan UMKM

Fitri menambahkan selain dapat berkomunikasi dengan sanak saudara yang jauh serta ada hiburan dari televisi, adanya listrik di Dusun Bondan juga lebih mudah dalam memasak. "Misalnya untuk keperluan menanak nasi, cukup dengan menancapkan peralatan masak nasi ke listrik. Tidak perlu repot,ujarnya.

Dia bersama ibu-ibu di Dusun Bondan juga lebih produktif. Pasalnya, dengan adanya listrik, maka usaha kecil mikro menengah (UMKM) bisa mulai jalan.

"Ada berbagai peralatan yang bergantung dengan listrik bisa dioperasikan. Sehingga dapat mengolah berbagai sumber daya lokal seperti kepiting, udang dan kerang untuk menjadi kudapan. Misalnya saja, keripik dan kerupuk berbahan baku sumberdaya lokal hutan mangrove dan air payau," jelasnya.

Dengan memproduksi kerupuk dan kudapan lainnya, dapat mendatangkan penghasilan. Meski belum terlalu banyak, tetapi setidaknya sudah ada pemasukan.

"Sekali produksi bersama ibu-ibu lainnya yang tergabung dalam Kelompok Ibu Mandiri (KIM) akan mendapatkan penghasilan Rp100 ribu. Setiap bulan, produksinya sekitar 3-4 kali. Lumayan, ada penghasilan tambahan," kata Fitri.

Produksi seperti kerupuk udang, stik sepiting, kerupuk kerang, dan  lainnya biasanya dikirimkan ke salah satu pusat oleh-oleh di Cilacap. Selain itu, ada juga yang dikirim melalui pesanan lewat media sosial. "HP juga berguna untuk memasarkan secara daring," ujarnya.

Sementara, Jamal yang kini didapuk sebagai Ketua Koperasi Konsumen Bondan Sukses Sejahtera, mengatakan dengan adanya PLTH, maka perubahan secara signifikan terjadi.

"Bahkan, kami juga membentuk koperasi untuk mewadahi berbagai usaha yang dijalankan oleh warga. Koperasi kami juga dapat memberikan pinjaman kepada penduduk, agar terhindar dari tengkulak. Meski pinjaman baru dibatasi maksimal Rp500 ribu dengan bunga 2 persen," paparnya.

Jamal mengatakan dengan adanya listrik, ketika musim kemarau tiba, warga tidak harus mencari air hingga seharian ke Pulau Nusakambangan. Sebab, listrik mampu mengoperasionalkan teknologi untuk mengolah air payau menjadi air bersih. "Kami memiliki Sidesimas yakni teknologi yang mengolah air payau menjadi air bersih," jelasnya.

Selain itu, listrik juga membantu budi daya udang dan bandeng untuk menggerakkan aerator di tambak-tambak milik warga. "Warga Dusun Bondan hampir seluruhnya adalah pembudidaya tambak bandeng dan udang. Panen, biasanya 3-4 bulan sekali. Karena belum intensif, maka hasil dari tambak sekitar 1 kuintal dari sekitar 1-2 hektare (ha) areal tambak. Kalau untuk bandeng rata-rata harganya Rp17 ribu per kg dan udang antara Rp60 ribu hingga Rp100 ribu per kg," ungkapnya.

Dusun Bondan yang dulunya gelap, kini telah berangsur-angsur jadi terang. Listrik dari energi terbarukan telah mengubah wajah dusun paling  terpencil di Provinsi Jateng tersebut.

Dusun Bondan menjadi contoh bagaimana sebuah daerah terpencil mampu bangkit dengan adanya energi mandiri. Tak salah, kalau Pemprov Jateng mendapatkan penghargaan desa mandiri energi dalam tiga tahun terakhir. Pada 2019 menyabet juara pertama, kemudian 2020 juara ketiga dan 2021 menjadi juara satu kembali. (OL-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya