Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kapolri dan Kapolda Papua Diminta Taat Aturan Soal Pembentukan Polres di Dogiyai

Thomas HArming SUwarta
29/5/2022 23:45
Kapolri dan Kapolda Papua Diminta Taat Aturan Soal Pembentukan Polres di Dogiyai
Ketua Pansus DPRD Dogiyai Simon Petrus Pekei(Dok. Pribadi)

KETUA Pansus DPRD Dogiyai Simon Petrus Pekei meminta Kapolri dan Kapolda Papua untuk menaati aturan soal rencana pembentukan Polres di Kabupaten Dogiyai. Menurut Simon, pembentukan Polres baru di sebuah tempat harus merujuk aturan yang dibuat Polri sendiri dalam hal ini Peraturan Polri Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pembentukan dan Perubahan Tipe Kesatuan Kewilayahan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kalau kita cermati prosesnya, kami menilai ada pemaksaan untuk membentuk Polres baru di Kabupaten Dogiyai. Lebih dari itu pimpinan Polri baik di daerah maupun pusat menabrak aturan yang mereka buat sendiri. Dogiyai itu belum ada kelayakan untuk terbentuknya sebuah Polres baru. Dari sisi wilayah atau jumlah penduduk, dinamika keamanan, rasanya masih tepat ditangani oleh dua Polsek yang saat ini ada di Dogiyai dengan koordinasi Polres Nabire,” ungkap Simon dalam keterangannya kepada Media Indonesia, di Jakarta, Minggu (29/5). 

Dijelaskan Simon, pembentukan Polres Dogiyai sejak awal tidak melalui rencana yang transparan antara Polri, Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Adat dan tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh agama. Padahal kata dia, salah satu poin penting pada Pasal 3 Peraturan Polri No 4 Tahun 2018 adalah transparansi dengan mempertimbangkan pendapat dan saran baik dari internal Polri maupun eksternal. 

“Bukan hanya itu ada juga aspek proporsional, artinya antara kebutuhan yang ada dengan situasi setempat tampaknya tidak tepat. Hadirnya Polres di Dogiyai justru tidak efektif dan efisien. Tidak ada juga perkembangan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang meningkat; dan ini yang paling penting, selama ini tidak ada tuntutan masyarakat terhadap peningkatan pelayanan kepolisian. Jadi belum saatnya ada Polres di Dogiyai,” jelas Simon.

Bukan hanya itu, dalam Peraturan Polri tersebut sambung Simon, terbentuknya Polres baru di suatu tempat mengandaikan tersedianya lahan untuk kantor, rumah dinas atau asrama, fasilitas umum dan sosial sesuai dengan kebutuhan berdasarkan hasil penilaian tim studi kelayakan. 

Baca juga : Datangi Warga hingga Terpusat, Cara BIN Capai Target Dosis Booster di Banten

Secara spesifik, terkait lahan untuk kantor, pengadaannya dapat berasal dari APBN atau hibah pemerintah daerah, instansi lain, swasta dan atau masyarakat dengan alas hak yang sah. 

“Dan ini persis persoalan di Dogiyai hari ini, yaitu masyarakat tidak memberikan lahan. Apakah ada lahan Pemda? Juga tidak ada. Karena masyarakat hanya memberikan hibah pada pemerintah untuk Kantor Bupati dan Kantor DPRD saja. Satu sentimeter pun tidak ada tanah yang diberikan oleh fungsionaris adat kepada Polri untuk pembentukan Polres tersebut. Jadi kalau lahan tidak ada, lantas mau buat di mana? Polri harusnya taat aturan sehingga tidak dianggap seakan-akan ada kepentingan lain untuk membuat Polres di sana,” tegasnya.

Simon berharap, dalam kunjungan tim Pansus DPRD Dogiyai selama di Jakarta, baik pertemuan dengan Pimpinan Polri, Kompolnas, Komisi III DPR RI, DPD RI bisa memberikan informasi yang utuh sehingga rencana pembentukan Polres ini bisa ditinjau kembali. 

“Setidaknya, perlu mendengar aspirasi masyarakat langsung. Karena Polisi ini kan hadir sebagai pengayom masyarakat. Jadi pendekatannya harus bottom-up, bukan dari atas dipaksakan ke masyarakat. Dan lebih penting kami ingatkan Kapolda dan Kapolri agar taati saja aturan yang sudah dibuat Polri sendiri," pungkas Wakil Ketua DPRD Kabupaten Dogiyai tersebut. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya