Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Guru Besar Universitas Padjadjaran Ungkap Penyebab Kelangkaan Pupuk Subsidi

Bayu Anggoro
02/2/2022 14:45
Guru Besar Universitas Padjadjaran Ungkap Penyebab Kelangkaan Pupuk Subsidi
Petani tengah menyiapkan proses pemupukan dengan menggunakan pupuk subsidi( ANTARA FOTO / Irwansyah Putra)


    
GURU Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Bandung Tualar Simarmata mengungkapkan pemicu utama kelangkaan pupuk subsidi. Ia menunjuk adanya dua faktor sebagai penyebabnya.

"Pertama rendahnya anggaran pupuk subsidi dari pemerintah dibandingkan dengan kebutuhan yang diusulkan petani," ujar pria yang juga menjabat sebagai Direktur Inovasi, Korporasi Akademik, dan Usaha Universitas
Padjadjaran, itu, Rabu (2/2).

Prof Tualar mencontohkan pada 2020 terdapat sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan kebutuhan pupuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Pada saat itu, kebutuhan yang diusulkan mencapai 26,2 juta ton. Namun,
alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah hanya mampu untuk memenuhi
kebutuhan sebesar 8,9 juta ton.

"Menurut pandangan saya, problemnya sekarang di pemerintah bukan hanya
soal tata kelola, tetapi juga soal kemampuannya juga. Kebutuhan subsidi
pupuk dari petani besar. Tapi kemampuan pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan persediaannya tidak sampai setengahnya, hanya sekitar 35%.
Jadi pasti ada kelangkaan," ujarnya di Bandung.

Kebutuhan petani yang hanya bisa dipenuhi 35% memperlihatkan
jomplangnya antara permintaan dan pasokan. "Kalau saja pemerintah
memenuhi semua permintaan, pasti tidak akan masalah kelangkaan," jelasnya.

Hal yang sama juga ketika dilihat dari nominal anggaran yang dikucurkan
pemerintah yang sangat jomplang. Untuk mencukupi usulan pupuk subsidi dari petani dibutuhkan anggaran mencapai Rp69,2 triliun. Sementara nominal yang disetujui oleh pemerintah hanya sebesar Rp29,7 triliun.

"Karena itu, pertanyaannya adalah kalau kita melakukan subsidi itu kan
perlu dikaji apakah subsidi pupuknya yang disubsidi atau kita perlu
mencari mekanisme lain, sehingga lebih meringankan," jelasnya.


Mafia pupuk

 

Faktor kedua yang menyebabkan kelangkaan pupuk subsidi adalah masih maraknya mafia pupuk.

Mereka mempermainkan dan mengambil keuntungan besar dari subsidi pupuk
tersebut untuk keuntungan pribadi. Mafia pupuk ini, muncul karena besarnya perbedaan harga pupuk subsidi, antara harga eceran tertinggi (HET) dibandingkan dengan harga komersil.

Dia menyontohkan, HET Urea sebesar Rp2.250 per kilogram. Sementara harga domestik komersil saat ini Rp9.300 sampai dengan Rp10 ribu per kilogram.

"Belum lagi jika dibandingkan dengan harga Urea internasional, yang berkisar di harga Rp14.300. Perbedaan ini tentu mendorong orang yang tidak bermoral untuk mencari peluang mengambil keuntungan lebih dari kantong petani kecil," katanya.

Untuk mengatasi maraknya mafia ini, setidaknya ada dua langkah, yaitu
penguatan peran tim pengawas (KP3) untuk minimalkan mafia dan
penyimpangan distribusi dan pengunaan pupuk subsidi. Dalam ketentuan,
ada KP3 yang bertugas mengawasi.

Tapi selama ini, kendalanya terbentur dengan anggaran yang menjadi keluhan tim KP3. Oleh karenanya, pemerintah harus menganggarkan dana memadai untuk tim pengawas (KP3).


Subsidi

 

Cara lain untuk menghilangkan mafia ini adalah dengan mengubah mekanisme pemberian subsidi.

Menurut Prof Tualar, pemberian subsidi nantinya tidak menurunkan harga pupuk seperti saat ini, tetapi memberikan semacam voucher kepada petani yang layak menerima. Nantinya voucher tersebut hanya bisa digunakan saat membeli pupuk.

"Solusinya adalah diberi bantuan langsung tunai pupuk atau bantuan tunai petani. Nanti tinggal dibikin kartunya dan dirumuskan bagaimana kriterianya, bagaimana mekanismenya. Tapi uangnya jangan langsung dikasih cash, dikasih saja kayak voucher, nanti voucher itu bisa dibelanjakan di mana saja, dan langsung dipotong dari pembeliannya," katanya.

Metode seperti ini, selain mengurangi potensi penyalahgunaan subsidi,
juga sangat ampuh untuk membasmi para mafia pupuk subsidi.

"Potensi subsidi disalahgunakan untuk kebutuhan lain kan jadi minim kalau kayak gitu. Tapi mungkin biasanya ada juga yang nggak setuju hal begini, terutama para mafia yang selama ini biasa menyalahgunakan. Mereka tidak akan setuju, karena mereka tidak punya lagi cara
untuk menyalahgunakan. Kan begitu?" tegasnya.

Prof Tualar juga menilai bahwa Bantuan Tunai Petani akan lebih efektif dan juga lebih hemat bagi pemerintah.

"Bantuan tunai ini kalau dihitung kan tidak seberapa. Misalnya jumlah petani kita 20 juta, tinggal dikalikan misalnya dengan subsidi Rp500.000. Kan cuma Rp10 triliun. Daripada mikir-mikir sampai ricuh di
mana-mana. Itu kan lebih mudah dan juga tidak perlu pengawasan-pengawasan yang masih ada kebocoran di sana-sini. Kalau ini kan efektif jadi dikasih tidak dalam bentuk pupuk langsung, tapi semacam
voucher saja," paparnya.

Namun begitu, kendati menyoroti banyak kekurangan, Prof Tualar juga tetap mengapresiasi sistem administrasi subsidi pupuk yang sudah ada perbaikan dan peningkatan. Setidaknya adanya Kartu Tani yang memang dirancang khusus untuk melakukan alokasi pupuk subsidi kepada kaum petani.

Di sisi lain, dia juga mengkritik pemerintah yang dinilainya masih pelit dan masih kurang menghargai para petani. Padahal kesejahteraan petani berbanding lurus dengan kesejahteraan negeri ini.

"Kepada petani, pemerintah jangan terlalu hemat-lah, kan itu petani kita juga. Indonesia ini akan makmur kalau petaninya makmur," katanya.

Dia juga menegaskan bahwa subsidi yang kini dikucurkan kepada petani masih belum cukup.

"Menurut saya walaupun pemerintah berusaha memberikan perhatian terhadap petani, tapi menurut saya itu masih jauh dari cukup. Makanya perlu dibuat satu mekanisme yang tepat dengan mendata petani, kriterianya, by name, by address, menanam apa, lahannya di mana. Sekarang dengan data digital sudah bisa ketahuan," katanya. (N-2)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya