Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Terentas dari Penghasil Bahan Baku Miras, Renda Asa Bersama Desa Sejahtera Astra

Lilik Darmawan
29/12/2021 16:10
Terentas dari Penghasil Bahan Baku Miras, Renda Asa Bersama Desa  Sejahtera Astra
Para pekerja tengah menyelesaikan pekerjaan menyortir gula kristal di Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.(MI/LILIK DARMAWAN)


PADA usianya yang menginjak 58 tahun, kondisi Kuat Paryono benar-benar sesuai namanya. Warga Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah, itu, masih kuat memanjat pohon kelapa.

Padahal, ketinggian setiap pohon bisa mencapai 10-15 meter. Tak tanggung-tanggung, dia masih mampu memanjat sebanyak 20 pohon setiap hari.

Tapi, jumlah itu bukan apa-apa dibanding saat Kuat masih muda. Penderes nira itu mampu memanjat 35-40 pohon per hari.

Memanjat pohon kelapa untuk mengambil nira sudah menjadi panggilan
hidupnya, bahkan hingga kini. Saat ini, anak lelakinya, Dedi Triyono,  30, juga melanjutkan usaha keluarga itu.


Namun, ada yang membedakan antara dua generasi itu. "Dulu sewaktu masih kecil hingga remaja, bapak tidak menjual gula. Bapak hanya
mengambil nira pohon kelapa. Setelah itu, ada yang mengambilnya. Setiap
liternya dihargai Rp6.000-Rp7.000," jelas Dedi saat berbincang
dengan www.mediaindonesia.com pada Senin (27/12).

Dedi mengatakan air nira yang diambil dari pohon kelapa tidak diproses
menjadi gula, melainkan langsung dijual. Ternyata air nira tersebut
digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman keras (miras) seperti
tuak dan ciu. Praktik tersebut berlangsung bertahun-tahun. Hampir
seluruh petani nira di Desa Cibangkong langsung menjualnya.

"Memang petani nira bisa saja tutup mata karena mereka hanya menjual
nira. Namun, nuraninya tetap bergejolak, karena air nira dijadikan
sebagai bahan baku pembuat miras. Karena itulah, sejumlah petani nira
memulai untuk memproses pembuatan gula merah atau gula kelapa. Jadi, air  nira kemudian dimasak kembali hingga menjadi gula kelapa," tambahnya.

Dedi mengatakan proses perubahan itu tidak bisa seketika. Pasalnya,
warga sudah terbiasa untuk mengambil nira kemudian dijual.

Untuk produksi gula kelapa, dibutuhkan proses tambahan yakni mengolah.
Dalam pengolahan memerlukan peralatan dan bahan bakar.

"Inilah yang menjadi faktor mengapa perubahan tidak cepat. Semua butuh proses dan memperbarui kebiasaan," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa pada saat terjadi perubahan produksi dari air nira
menjadi gula kelapa, para petani sudah mulai mendapatkan keuntungan
yang lebih kurang sama. Sebab, harga gula kelapa berkisar antara Rp9.000 hingga Rp10 ribu. Meski, ada proses lanjutan yakni memasak air nira menjadi gula kelapa.

"Masalahnya, kadang muncul kendala harga. Sebab, tiba-tiba harga gula merah bisa anjlok hingga Rp7.000-Rp8.000. Inilah yang membuat petani penderes galau," lanjut Dedi.

Gula semut

Pada awal 2020, ketika pandemi terjadi, kabar baik datang. Ketua Koperasi Semedo Manise Sejahtera, Akhmad Sobirin mendatangi Desa
Cibangkong.

Dia menawarkan kerja sama dengan petani penderes di Cibangkong. "Mas Sobirin datang ke sini mengajak kerja sama. Dia mendengar kalau dulu warga Cibangkong memproduksi bahan baku pembuatan miras. Saya menjadi salah satu yang diajak," ungkap Dedi.

Dedi bersama Sobirin kemudian melakukan pelatihan kepada warga untuk
bisa memproduksi gula semut atau gula kristal. Pilihan itu diambil, karena harganya jauh lebih baik kalau dibandingkan dengan harga gula merah.

"Memang butuh proses, tetapi tidak terlalu lama. Kami juga membentuk kelompok petani gula semut dengan nama Kelompok Manggar Manis Cibangkong, saya ketuanya. Kelompok kami merupakan bagian dari Koperasi Semedo Manise Sejahtera. Seluruh produksi dari kelompok yang beranggotakan 20 petani disuplai ke koperasi. Sebab, harganya jauh lebih baik. Harga dipatok antara Rp16 ribu hingga 17 ribu per kg. Tergantung kualitas gula yang dihasilkan," paparnya.

Dengan meninggalkan produksi nira dan gula kelapa menjadi gula kristal,
maka pendapatan petani di Cibangkong mengalami kenaikan signifikan.

"Dulu, sewaktu hanya jual nira untuk bahan baku miras dan pembuatan gula kelapa, pendapatan harian saya sekitar Rp50 ribu. Namun, sekarang meningkat sangat drastis, mencapai Rp150 ribu, bahkan bisa Rp200 ribu setiap harinya. Tak hanya itu, petani penderes juga mendapat asuransi. Ini penting, karena pekerjaan yang kami lakoni sangat berisiko," ungkapnya.

Program Desa Sejahtera Astra

Desa Cibangkong menjadi salah satu desa yang diajak oleh Akhmad Sobirin
sebagai Ketua Koperasi Semedo Manise Sejahtera untuk masuk dalam gerbong Gerakan Desa Sejahtera Astra.

"Hingga 2022 mendatang ada target 10 desa yang tersebar di lima kecamatan yakni Pekuncen, Tambak Sumpiuh, Gumelar dan Kedungbanteng, yang akan diajak bergabung," ungkap Sobirin yang mendapat penghargaan Satu Indonesia Award bidang Kewirausahaan dari Astra pada 2016.

Sobirin yang merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
itu pulang kampung pada 2012 dan memulai mengembangkan gula kristal. Ia
mengajak warga kampung untuk maju bersama membangun usaha produksi gula
kristal hingga kini.

Sobirin mengatakan setelah mendapat penghargaan Satu Indonesia Award,
dirinya tidak lantas mandek. Justru sebaliknya, bersama dengan Astra
membangun jejaring dengan desa lainnya menjalankan program Desa
Sejahtera Astra.

"Salah satu yang kami ajak adalah Desa Cibangkong. Dulunya, para petani penderes hanya menjual nira. Oleh pembelinya, air nira diproses menjadi miras jenis tuak dan ciu. Dimulai dari dialog sederhana. Saya tanya, apakah bapak mau konsumsi air nira yang diproses menjadi miras. Mereka kompak menjawab tidak. Ini yang kemudian menjadi pintu
masuk, supaya mereka ikut serta dengan kami memproduksi gula kristal," ujarnya.

Setiap desa memiliki tantangan sendiri. Yang hampir mirip dengan
Cibangkong dan mulai digarap adalah Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen.
 
Masalahnya di sana juga sama. Masih banyak yang menjual air nira sebagai bahan baku miras. Setali tiga uang, kisah yang sama juga terjadi di Desa Tumiyang di kecamatan yang sama.

"Kalau di sana, petani masih menggunakan obat gula untuk memproses gula cetak. Pada 2022, kedua desa menjadi target kami. Kalau di Cibangkong saja bisa kenapa tidak di dua desa itu. Kami tidak memberikan janji muluk-muluk, tetapi mengajak untuk bertumbuh bersama," jelas Sobirin.

Sampai akhir 2021, mitra petani penderes yang ikut bergabung dengan Sobirin telah mencapai 1.000 orang. Mereka masuk dalam pemberdayaan yang telah dilaksanakan sejak 2018 silam.

"Setelah mendapat penghargaan Satu Indonesia Award, ternyata Astra
mempunyai program pemberdayaan masyarakat. Selama 4 tahun mulai 2018
hingga 2022, Astra mengalokasikan dana Rp600 juta bagi pemberdayaan
petani dan warga," kata dia.

Pada 2018, program dimulai dengan memberikan bantuan kepada sekitar 750 petani berupa paket peralatan yang higienis. Mulai dari loyang, ayakan, kompor dan lainnya.

Setiap penderes mendapat bantuan dengan nominal antara Rp300 ribu hingga Rp400 ribu. "Kemudian kami mencoba mengembangkan Peternakan kelinci pada 2019. Harus diakui peternakan belum optimal. Kemudian pada 2020, kami membangun jejaring dengan desa-desa lainnya menjadi Desa Sejahtera Astra. Pada 2021 juga melanjutkan hingga kemudian terbentuk Koperasi Semedo Manise Sejahtera," ujarnya.


Ekspor dan marketplace

Dengan keberadaan koperasi, kerja sama dengan para petani lebih
baik lagi. Dengan beralihnya dari menjual bahan baku miras atau gula
merah, ternyata hasil pendapatan petani lebih tinggi.

"Jika sebelumnya hanya Rp50 ribu sehari, sekarang minimal bisa mencapai Rp100 ribu lebih. Koperasi memeberi harga cukup tinggi untuk gula kristal dengan minimal Rp16 ribu per kg. Setiap bulan, produksi
dari para petani akan diekspor maupun dijual secara lokal," ujarnya.

Untuk ekspor, pasar utamanya masih Amerika Serikat dan Eropa. Koperasi Semedo Manise Sejahtera bekerja sama dengan pembeli yang mengekspor ke luar negeri.

Setiap bulannya, gula kristal yang dikirim berkisar antara 30-50 ton. "Sementara untuk pasar dalam negeri, kami menjualnya melalui marketplace. Makanya, meski di sini masih desa, namun kami sudah memiliki akses internet untuk membuat desain produk dan mengaktifkan media sosial sebagai sarana penjualan pasar domestik," imbuh Sobirin.

Perjalanan Sobirin bersama Astra juga mendapat apresiasi dari Menteri
Koperasi dan UKM Teten Masduki yang berkunjung pada akhir September 2021 lalu. Menteri berharap dengan adanya pemberdayaan kepada para petani melalui koperasi dan dibantu oleh Astra, bisa mendatangkan kesejahteraan bagi warga. (N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya