Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
TIM Divisi Humas Polri beserta Polres Bangka menyambangi Pondok Pesantren Attoybah Balun Ijuk, Merawang, Pulau Bangka, Rabu (22/12).
Pondok pesantren itu subur dengan santri penghafal Alquran. Kegiatan ini bertujuan untuk mengingatkan santri akan bahaya radikalisme di kalangan remaja.
Program kontra radikal sendiri ialah benteng atau pertahanan diri bagi masyarakat agar tidak mudah dimasuki oleh paham radikal.
Kedatangan tim Divisi Humas Polri kali ini diwakili oleh Karo Anev Biro PID Kombes Sugeng Hadi Sutrisno, Kasubbag Yan Sengketa Anev Biro PID Rina Karmilasari yang didampingi Kabis Humas Polda Bangka Belitung Kombes Maladi.
Humas Polri juga membawa langsung narasumber eks pimpinan Jamaah Islamiyah (JI) Nassir Abbas.
Sementara itu, Ponpes Attoybah diwakili Kepala SMA Ponpes Attoybah, Amir Syuhada.
Dalam sambutannya, Sugeng memberikan motivasi kepada para santri.
"Yang mau jadi polisi ada? Kalau ada, harus terus semangat dan belajar agar bisa raih cita-cita," tutur Sugeng.
Pada kesemparan itu Nassir membeberkan pengalamannya pernah jadi teroris secara blak-blakan kepada para siswa pesantren.
"Saya juga mantan teroris, saya belajar cara ngebunuh orang. Semua macam cara. Mau pakai sajam, mau pakai pisau laras panjang, mau pakai bom. Tapi saya sudah tobat dan takut sama polisi," paparnya.
"Ditangkap itu gak enak, ada emang yang cita-citanya ingin masuk penjara?," tambahnya.
"Tidak," jawab anak-anak pesantren serempak dengan kencang.
Maka, lanjut Nassir, siswa ponpes jangan sampai salah arah agar tak masuk jeruji besi seperti dirinya.
Ia tak ingin para siswa salah langkah seperti apa yang dialaminya dulu sewaktu usianya baru 16 tahun.
"Tanpa sadar saya sudah melangkah masuk ke jaringan yg termasuk orang terpenting JI," ungkapnya.
Intinya, lanjut Nassir, ia mengingatkan para santri ponpes agar tak menjadi seperti dirinya dan jangan masuk ke kelompok yang salah.
Menurutnya, hal itu yang bisa membantu para santri terlepas dari jeratan paham radikalisme hingga terorisme.
"Ingat jaga 4 pilar Indonesia dan jaga keamanan Indonesia dan bantu menyebarkan pesan-pesan yang damai. Jangan sebaliknya," terang Nassir.
"Ingat pula Islam bukan terorisme. Terorisme bukan islam," pungkasnya. (J-2)
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
Uu Ruzhanul Ulum mengungkapkan, sebagai seorang politisi, dirinya siap berbeda demi kebersamaan.
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Jawa Barat memberi pelatihan tentang jurnalistik bagi para santri.
Kementerian Agama mengeksplorasi Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah agar mampu mengintegrasikan dakwah dan pelatihan keterampilan untuk para santrinya.
Dari pengakuan korban, ia mendapatkan rudapaksa sebanyak 10 kali. Saat ini, korban mengalami trauma berat.
IJTI juga memberi pelatihan tentang jurnalistik bagi para santri.
Dia juga membangun kedekatan emosional dengan semua santri agar mereka patuh, disiplin dan menjauhi hal negatif yang bisa merusak masa depan mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved