Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Melihat Kampung Anggrek di Desa Liyu di Kaki Pegunungan Meratus

Denny Susanto
19/10/2021 08:45
Melihat Kampung Anggrek di Desa Liyu di Kaki Pegunungan Meratus
Warga Desa Liyu, yang berada di kaki Gunung Meratus, memperlihatkan bunga anggrek yang ada di desa itu.(MI/Denny Susanto)

MENDENGAR kata Pegunungan Meratus, kita akan membayangkan tentang rimba belantara dengan jutaan keanekaragaman hayati, flora dan fauna, keindahan alam dan juga anggrek. Banyak kalangan menilai keberadaan tanaman anggrek alam menghadapi ancaman kepunahan akibat kerusakan hutan, kebakaran, penebangan liar dan masifnya alih fungsi kawasan hutan.

Namun, di Desa Liyu, sebuah desa di kaki Pegunungan Meratus, yang masuk wilayah Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, tanaman anggrek dibudidayakan. Hampir semua warga memiliki kebun anggrek yang ada di halaman depan maupun belakang rumah mereka.

Baca juga: Ajakan pada Generasi Muda untuk Bertani Terus Bergaung

Pada bulan-bulan tertentu, beragam jenis anggrek bermekaran sehingga suasana desa menjadi semarak dan indah. Inilah Kampung Anggrek Desa Liyu, salah satu desa wisata yang dihuni 188 keluarga komunitas suku dayak deah. 

Di desa yang berjarak kurang lebih satu jam dari ibu kota kabupaten itu juga dibangun rumah anggrek untuk meningkatkan daya tarik wisata.

"Sedikitnya ada 40 jenis tanaman anggrek yang ada di desa kami. Yang populer di antaranya anggrek bulan, aggrek tebu, anggrek dupa, anggrek macan, anggrek hitam dan lainnya," tutur Ketua Pokdarwis Ranu Liyu, Desa Liyu Megi Raya Soseno. 

Diakuinya anggrek alam hutan Meratus banyak diburu karena banyaknya permintaan dan harganya cukup mahal.

Hingga masyarakat desa sadar ancaman serius hilangnya species anggrek alam jika terus dieksploitasi. Karena itu, masyarakat Desa Liyu sepakat membatasi pengambilan langsung aggrek alam dan membudidayakannyadi rumah masing-masing.

Kepala Desa Liyu Supri mengatakan, saat ini, desanya memiliki peraturan desa yang mengatur tentang pembatasan pengambilan anggrek di hutan Pegunungan Meratus dan anggrek yang boleh diperjualbelikan adalah anggrek hasil budidaya. 

Setiap warga hanya diperbolehkan mengambil 100 bibit anggrek alam untuk dibudidayakan. Dan dari setiap penjualan anggrek hasil budidaya, mereka wajib mengembalikannya ke hutan.

Plt Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Balangan, Heryadi, mengatakan tanaman anggrek menjadi daya tarik dari Desa Wisata Liyu, selain beragam obyek wisata alam yang tengah dikembangkan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di desa yang terkenal dengan obyek wisata Watu Badinding ini.

Heryadi, yang juga menjabat Kepala KPH Tabalong ini, kawasan Pegunungan Meratus seluas 600 ribu hektare, yang membentang di delapan kabupaten dari arah barat daya ke timur laut dan membelok ke arah utara hingga perbatasan provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur ini, memiliki keanekaragaman hayati melimpah termasuk anggrek alam.

Di Indonesia diperkirakan ada 5.000 spesies anggrek, dengan 2.000-3.000  species tersebar di hutan Kalimantan, termasuk Pegunungan Meratus. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya