Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SEJUMLAH akademisi dari Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, menawarkan alat pengering cabai berbahan bakar LPG. Selasa (28/9), alat itu ditawarkan dan diperkenalkan kepada
petani di Banjar Sekartaji, Desa Sesandan, Kabupaten Tabanan.
Pengering cabai ini diharapkan dapat membantu petani memproduksi cabai kering, sehingga tidak ada cabai busuk karena saat musim panen produksinya cenderung melimpah.
"Kelompok Tani Sekarning Jati, 80% di antaranya memilih membudidayakan tanaman cabai. Pada kondisi normal, hasil panen cabai petani berlimpah. Sayangnya, saat itu biasanya harga cabai cenderung turun," kata Ketua Tim Pengabdi Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Udayana Gde Antha Kasmawan.
Menurut Antha, secara prinsip teknik pengeringan merupakan upaya untuk
mengurangi kadar air cabai sehingga dapat memperlama daya simpan dan
dapat meningkatkan keawetannya. Upaya ini diharapkan dapat membuat harga cabai menjadi lebih stabil di pasaran sehingga baik konsumen maupun petani cabai tidak merasa dirugikan.
Berdasarkan uji coba alat, tambahnya, cabai rawit matang dan cabai rawit mentah mengalami penyusutan rata-rata sebesar 80% dan 90%. Perbedaan warna produk cabai sangat kontras. Cabai rawit merah berwarna cerah, sedangkan cabai rawit hijau berwarna kusam.
Selama proses pengeringan cabai tersebut, banyaknya gas LPG yang dihabiskan rata-rata 0,55 kg atau kalau diuangkan menghabiskan biaya sekitar Rp3.300. Dengan asumsi bahwa gas LPG sebanyak 3 kg dihargai Rp18.000.
"Biaya sebesar itu lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pengeringan cabai secara konvensional. Juga lebih efisien karena waktu yang diperlukan lebih singkat sekitar 6 jam, dibandingan cara konvensional yang menghabiskan waktu selama 7-10 hari," papar Antha.
Alat pengering cabai dirancang oleh para dosen Unud yakni I Gde Antha
Kasmawan, bersama Ngurah Sutapa, I Made Yuliara, Ni Nyoman Ratini, Winardi Tjahjo Baskoro, dan Ni Luh Putu Trisnawati. (N-2)
Tanaman cabai petani di Kulon Progo kini telah panen empat kali, dengan total rata-rata 224 gram per pohon—jauh melampaui angka biasa yang hanya sekitar 153 gram per pohon.
Berbeda dari cabai pada umumnya, cabai Palurah IPB tampil dengan bentuk unik menyerupai jambu air.
KAD ini menurutnya untuk menjaga stabilitas pasokan khususnya untuk cabai dan bawang merah.
Penyakit antraknosa merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh petani cabai di Indonesia, yang dapat mengakibatkan kerugian signifikan jika tidak ditangani.
Cabai bisa dikonsumsi segar, dikeringkan, atau diolah menjadi bubuk, saus, maupun sambal. Di banyak negara, termasuk Indonesia, cabai merupakan bahan pokok dalam masakan sehari-hari.
Harga cabai rawit merah di sejumlah pasar di Bali tembus hingga Rp120 ribu hingga Rp130 ribu per kilogram menjelang Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved