Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kurang Terencana, Banyak Petugas Pengawas tidak Paham Aturan PPKM

Bayu Anggoro
09/7/2021 19:40
Kurang Terencana, Banyak Petugas Pengawas tidak Paham Aturan PPKM
Petugas melakukan penutupan Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Jawa Barat, dalam rangka pelaksanaan PPKM Darurat( ANTARA/Novrian Arbi)

PEMERINTAH dituntut memiliki perencanaan yang matang terkait penanganan pandemi virus korona. Pasalnya, hingga saat ini langkah yang
diambil terkesan reaktif dalam menyikapi kondisi terkini di masyarakat.

Ketua DPW Partai Gelora Indonesia Jawa Barat Haris Yuliana mendorong
pemerintah menyiapkan perencanaan matang agar penanganan covid-19
berjalan baik dan efektif. Pola penanganan covid-19 yang dilakukan saat ini masih bersifat reaktif situasional.

"Artinya masih perlu perencanaan jangka panjang yang matang. Masih ada
kebingungan dari pemerintah, saat terjadi lonjakan. Saya pikir harus ada kesepakatan nasional terhadap penyelesaian," katanya, Jumat (9/7).

Kebijakan pemerintah yang dinilai reaktif terlihat pada Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang tengah berjalan. "Dua tahun ini tindakan yang digulirkan cenderung reaktif. Karena itu, terjadi benturan antara pertumbuhan ekonomi dan pengendalian kesehatan. Belum pernah ada titik temunya," katanya.

Akibatnya, yang dirugikan masyarakat kecil seperti pedagang kaki lima
yang baru berjualan jelang petang hari. "Tutup jam 7 malam, itu
bagaimana?" tanya dia.

Jika terus seperti ini, dia khawatir warga akan apatis terhadap
kebijakan pemerintah. Apalagi sejauh ini literasi warga kerap tercemar
oleh berita-berita hoaks dari pihak yang tidak bertanggungjawab.

"Tantangan bagi pemerintah adalah membuat skenario bagaimana menyampaikannya ke masyarakat. Setepat apa, semengerti apa dan skenarionya bagaimana. Tata cara pengendalian kita jadi tidak fokus,"
kata dia.


Pengusaha


Sementara itu kalangan pengusaha merasa penerapan PPKM ini tidak dipahami dengan baik oleh aparat selaku pengawas di lapangan. Pasalnya, banyak pekerja yang seharusnya bisa memasuki kawasan-kawasan yang ditutup, namun dilarang petugas sehingga harus kembali ke rumah.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Ning Wahyu
Astutik, mengatakan, di lapangan banyak pekerja yang dirugikan akibat
pemahaman petugas yang kurang baik tentang aturan PPKM. "Kami menerima
banyak keluhan dari anggota Apindo di berbagai daerah."

Dia menyontohkan, penerapan 50% operasional di perusahaan esensial tidak dipahami oleh petugas pengawas PPKM. "Karyawan yang hendak bekerja yang termasuk 50% dari yang harus masuk, terkena penyekatan dan tidak bisa menembus sekat tersebut, sehingga terpaksa balik kanan," katanya.

Padahal, menurut Ning, karyawan tersebut sangat dibutuhkan kehadirannya di kantor. Hal ini terjadi di beberapa tempat seperti di Depok dan Bogor.

"Jadi apa syarat mereka boleh melintasi sekat tersebut? Ini jadi ruwet," katanya

Selain itu, menurutnya terjadi perbedaan persepsi dalam memahami surat
edaran Menteri Dalam Negeri Tahun 2021. "Untuk poin e dapat beroperasi
dengan kapasitas maksimal 50% serta 10% untuk pelayanan administrasi
perkantoran guna mendukung operasional."

Namun, dalam kenyataannya perusahaan yang menjalankan operasional
seperti itu tetap berurusan dengan hukum seperti yang terjadi di
Sukabumi. "Padahal perusahaan ini sudah memiliki IOMKI, dan mereka
perusahaan esensial dan menerapkan prokes," katanya.

Oleh karena itu, dia menilai banyak petugas pengawasan PPKM yang kurang
paham tentang aturan yang diberlakukan. "Masih terjadi ketidaksepahaman
dalam menerjemahkan instruksi Mendagri secara lintas instansi, lintas
daerah. Sehingga penerapan di lapangan berbeda dari satu dan lain
daerah," tegasnya. (N-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : NUSANTARA
Berita Lainnya