Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

IKM Sektor TPT Berharap Keberpihakan Pemerintah

Mediaindonesia.com
18/3/2021 15:30
IKM Sektor TPT Berharap Keberpihakan Pemerintah
Seorang penjual tekstil tengah membereskan dagangannya.(Dok.APIKMI )

PANDEMI covid-19 yang melanda banyak negara di duni, termasuk Indonesia memang telah melumpuhkan banyak sektor kehidupan masyarakat. Salah satu sektor yang paling tentu adalah perekonomian.

Tidak sedikit pelaku usaha yang terpaksa gulung tikar akibat wabah berkepanjangan tersebut.  Kondisi itu bahkan juga dirasakan industri besar  karena adanya pembatasan jumlah tenaga kerja dan waktu oprasional yang dibatasi sesuai dengan protokol kesehatan.

Baca juga: Kemenperin Usulkan Dua Skema Bantuan IKM Terdampak Covid-19

Salah satu sektor yang sangat terkena imbas adalah para pelaku IKM (Industri Kecil Menengah) di sektor TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), khususnya di sektor konveksi atau garment. APIKMI (Asosiasi Pengusaha Industri Kecil Menengah Indonesia) selaku lembaga yang menaungi pelaku IKM khususnya di bidang Produk Tekstil/Garment, dengan ini menampung dan menyampaikan aspirasi yang diterima dari para anggota IKM sektor garment dari wilayah Jawa Barat dan Kota Solo.

"Akibat pandemi covid-19 kemampuan produksi dari pabrikan lokal semakin menurun, meski pada dasarnya kebanyakan dari pabrikan lokal yang sebelumnya mengalokasikan hampir 70% total produksinya untuk pasar ekspor yang kemudian terkendala dalam proses ekspor di masa pandemi covid-19 ini. Memang  hasil produksi itu kemudian untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, namun itu dirasa masih tidak mampu untuk membendung kenaikan harga bahan baku dari jenis jenis tersebut," papar Sekjen APIKMI, Widia Erlangga di Bandung, Jawa Barat.

Fakta di lapangan, kata dia, mengungkapkan bahwa sebenarnya permintaan di pasar domestik atau lokal pun mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun penurunan kebutuhan tersebut masih tidak dapat diakomodir dengan stok barang produksi dari pabrikan lokal di pasar lokal ataupun domestik.

"Sayangnya kondisi semakin parah dengan kemudahan masuknya barang-barang jadi (garment) impor Tiongkok dan Thailand. Ironisnya  harga jual dari barang jadi impor tersebut jauh lebih murah dibandingkan hasil produksi para pelaku IKM yang terbentur tingginya harga bahan baku, dalam hal ini para pelaku IKM merasa sangat kesulitan jika harus menurunkan harga barang jadi produksi mereka agar dapat bersaing dengan harga barang jadi impor yang membanjiri pasar-pasar domestik saat ini, dikarenakan kenaikan harga bahan baku secara langsung berimbas kepada tingginya biaya produksi yang harus mereka tanggung."

Hal ini juga ditambah dengan diberlakukannya aturan Pemerintah yang dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.161/PMK 010/2019, PMK No.162/PMK. 010/2019 dan PMK No.163/ PMK.010/2019 terkait Pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS)/Safeguards terhadap impor tekstil dan produk tekstil (TPT) pada November 2019 lalu.

Bagi para pelaku IKM sektor konveksi atau pun garment kenaikan harga bahan baku bagi mereka saat ini sudah naik hingga 30%, hal ini dirasa malah semakin mempersulit mereka dalam hal mendapatkan bahan baku bagi keberlangsungan usahanya saat ini. Beberapa jenis kain produksi lokal seperti Rayon & Katun
yang digunakan oleh para pelaku IKM di sektor konveksi di kota-kota besar seperti Solo dan Bandung malah mengalami kenaikan yang sangat signifikan dengan rentang 20% sampai dengan 30% per yard nya.

Hal itu karena sejak diberlakukannya kebijakan safeguard bagi bahan baku tekstil impor, terjadi ketimpangan jumlah supply dan demand terhadap jenis bahan baku kain Dimana sebelumnya untuk jenis jenis bahan baku tersebut, supply didapatkan dari hasil produksi pabrikan lokal dan juga impor, kini menjadi hanya didapat dari pabrikan lokal saja, yang mana kapasitas produksi dari pabrikan lokal tersebut masih belum bisa mencukupi kebutuhan di pasar domestik ataupun lokal.

Kebijakan safeguard untuk bahan baku tekstil sendiri sebenarnya adalah salah satu cara yang dilakukan pemerintah guna mendongkrak produksi pabrikan tekstil lokal yang sebelumnya dikeluhkan oleh mereka karena dirasa jumlah impor bahan baku tekstil yang masuk ke Indonesia membuat barang hasil produksi mereka tidak dapat di serap secara maksimal oleh pasar domestik.

"Sudah bukan rahasia umum jika pada waktu sebelum diberlakukan safeguard untuk bahan baku tekstil kapasitas mesin dari para pabrikan lokal yang terpakai baru mencapai kurang lebih 50%, dan masih terdapat sisa 50% kapasitas produksi lagi, namun pada kenyataannya kapastisas produksi tersebut tidak menunjukan kenaikan yang signifikan, terkait hal ini sangat disayangkan dan dirasa perlu untuk di konfirmasi kepada para produsen lokal tersebut," ujar Widia.

Menurut dirjen IKMA Kementrian Perindustrian, Gati Wirawaningsih ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi saat ini sehingga menimbulkan praktek kartel.
"Kemungkinan ada kartel bahan baku, dikarenakan dengan kurangnya supply bahan baku untuk pasar domestik atau pasar dalam negeri, sementara bahan baku tekstil impor amatlah sulit untuk didapatkan. Maka hal tersebut menjadi sebuah kesempatan bagi pihak-pihak tersebut untuk menaikkan harga bahan baku tektil yang saat ini tersedia pasar domestik atau lokal."

Kemudian masalah permodalan yang diharapkan menjadi salah satu solusi bagi pelaku IKM untuk dapat impor mesin, dan dibantu oleh pemerintah dengan pembiayaan sebesar 25% selebihnya, sebesar 75% bisa didapatkan melalui KUR (Kredit Usaha Rakyat) ini hanya menjadi janji manis dari pemerintah saja karena dirasakan kurang tepat, dikarenakan mayoritas dari para pelaku IKM memiliki kredibilitas yang kurang baik hingga kesulitan di terima oleh pihak perbankan, salah satu faktor terkait hal itu adalah tunggakan kredit para pelaku IKM tertunggak pasca terimbas dampak pandemi covid-19.

"Itu sebabnya peran pemerintah dan instansi terkait untuk menanggulangi permasalahan ini memang harus segera dilakukan, karena khusus bagi para pelaku IKM sektor konveksi atau garment diberlakukannya safeguard untuk bahan baku mereka," tegas Widia.

"sudah banyak para pelaku IKM yang terpaksa harus mengurangi jumlah pekerja mereka, bahkan beberapa diantaranya terpaksa untuk menutup usaha mereka, yang mana semakin memperbesar angka pengangguran. sektor IKM adalah salah satu jenis usaha yang merupakan jenis usaha padat karya yang dapat memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi sektor informal."

Pemerintah, kata dia harus bertindak cepat, karena jangan sampai kebijakan safeguard yang diambil oleh Pemerintah malah dijadikan sebagai celah oleh segelintir pihak yang memanfaatkan keadaan, dan pihak IKM yang dirugikan dari kebijakan tersebut, meskipun kebijakan tersebut diakui dilakukan sebagai bentuk perlindungan bagi industri tekstil dalam negeri dari gempuran bahan baku impor.

"Pemerintah juga harus membuat suatu kebijakan yang setidaknya dapat meringankan para pelaku IKM sektor konveksi atapun garment dengan memberlakukan kebijakan safeguard bagi barang jadi impor. Sehingga harga barang produksi para pelaku IKM di sektor konveksi atau garment dapat bersaing dengan barang jadi (garment) impor yang saat ini angkanya naik semakin signifikan saat ini," ujar Widia. (RO/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik