Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PENGAMAT ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara masih relevan beberapa tahun ke depan. Apalagi ketersediaan batu bara di Indonesia masih banyak.
"Kalau kita lihat 57% pembangkit listri masih memakai batu bara," kata Fahmy dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (8/1).
Dirinya mengusulkan kepada pemerintah untuk mewajibkan PLTU untuk memasuki era baru dalam penggunaan batu bara dengan teknologi maju seperti penggunaan USC, dengan menggunakan EQCS (Emission Quality Control System) yang menerapkan FGD (Flue Gas Desulfurization) yang meminimkan sulfur. Teknologi ini digunakan untuk menghilangkan sulfur dioksida dari emisi gas buang pembangkit.
FGD membuat kandungan SO2 yang dilepaskan ke atmosfer, tidak mencemari udara. Upaya meminimalisir emisi juga dilakukan dengan teknologi SCR (Selective Catalytic Reduction) yang menghilangkan emisi NOx sehingga menjadi partikel yang tak berbahaya.
“Teknologi-teknologi itu sudah ada dipakai dan terbukti lebih ramah lingkungan. Saya kira PLN punya komitmen untuk itu, tinggal kita ingatkan terus," ungkapnya.
PEMBANGKIT Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara seperti diketahui masih mendominasi sumber pasokan listrik nasional. Tak hanya di Indonesia, penggunaan batu bara untuk PLTU juga masih dilakukan di berbagai negara.
Baca juga: PJB Gunakan Serbuk Kayu di 11 PLTU
Seiring hal itu, berbagai inovasi teknologi pun telah diterapkan guna menekan tingkat pencemaran dari proses produksi. Anggapan yang menyebut bahwa PLTU sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar, dinilai banyak kalangan tidak lagi relevan.
Teknologi yang seperti disampaikan Fahmy, seperti USC memungkinkan dilakukannya peningkatan efisiensi pembangkit listrik melalui proses pengaturan tekanan dan suhu uap yang masuk ke dalam turbin. Ketika tekanan dan suhu makin tinggi, maka tingkat efisiensi juga akan semakin tinggi. Hal itu akan membuat semakin rendah karbon.
Dari segi ketersediaan, cadangan batu bara di Indonesia masih sangat besar, sekitar 37,6 miliar ton. Belum lagi sumber daya batu bara yang mencapai 149 miliar ton. Dengan mempertimbangkan besarnya sumber daya dan cadangan batu bara tersebut, Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Rencana Umum Kebijakan Energi Nasional (KEN) lewat Perpres No.22/2017, telah menetapkan bauran energi untuk batu bara sebesar 30 % di 2025 dan 25 % di 2050.
"Bagi PLN saat ini, telah mempertegas bahwa batu bara dinilai sebagai bahan bakar energi bagi pembangkit yang sangat efisien," ujar Singgih Widagdo, Ketua Indonesia Mining and energy Forum (IMEF).
Apalagi di dalam pemanfaataan batu bara di dalam negeri, Pemerintah (ESDM) menetapkan harga batu bara untuk kelistrikan kebutuhan umum, bukan didasarkan atas indeks harga batu bara di pasar internasional. Di sisi lain, pemerintah telah meratifikasi Paris Agreement yang mewajibkan terjaganya iklim dengan usaha-usaha di bidang lingkungan.
Selain itu, bukan hal yang mudah mendapatkan pendanaan internasional bank dalam membangun PLTU batu bara, kecuali yang dibangun dengan teknologi super crtical atau ultra super-critical. Karenanya, Singgih meyakini teknologi PLTU kini jelas ramah lingkungan.
"Dari kondisi saat ini (besarnya kebutuhan dan sistem kelistrikan yang ada), batu bara tentu tetap sebagai pilihan yang strategis," kata Singgih.
Terkait dengan emisi yang dihasilkan proses di PLTU, anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mengatakan memang tidak bisa ditampik. Hal itu juga terjadi semua pembangkit tenaga listrik, bukan hanya batu bara. Namun, tandas dia, saat ini sudah ada teknologi yang mampu menekan emisi tersebut agar lebih rendah. "Tapi ada teknologi yang clean untuk menekan emisinya agar bisa lebih rendah, tegasnya. (R-3)
Perusahaan tetap menjalankan strategi efisiensi biaya dan optimalisasi kontrak residual dari sektor perdagangan dan jasa batu bara.
AKTIVITAS distribusi ekspor batubara dari dan ke Pelabuhan Bunati, Kalimantan Selatan (Kalsel) terhambat akibat adanya pendangkalan dalam beberapa waktu terakhir.
SEMANGAT pemerintah untuk mendorong hilirisasi, khususnya pada komoditas batu bara, hingga saat ini masih belum ada titik terang.
PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) merealisasikan produksi batu bara sebesar 103,34% dari target tahunan.
Oli bekas, buangan padat dari pengolahan kelapa sawit, popok, kemasan oli bekas, serta berbagai jenis limbah lainnya kini menjadi bahan bakar.
Pemerintah kembali merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara pada periode 2029 hingga 2033.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved