Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Tak Hanya Naikkan Harga, Perajin Tempe-Tahu Juga Kecilkan Ukuran

Heri Susetyo
07/1/2021 14:44
Tak Hanya Naikkan Harga, Perajin Tempe-Tahu Juga Kecilkan Ukuran
Pengrajin tempe.(MI/Adi Kristiadi)

Naiknya harga kedelai sekitar 30% memaksa perajin tempe dan tahu di Kabupaten Sidoarjo menaikkan harga sekaligus mengurangi ukuran menjadi lebih kecil. Aksi mogok berproduksi selama tiga hari pada 1-3 Januari lalu sebenarnya sebagai sosialisasi ke masyarakat juga terkait rencana menaikkan harga tersebut. Tentu juga sebagai seruan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan mekanisme perdagangan kedelai. Sebab selama ini perdagangan kedelai dikuasai swasta atau dilepas ke swasta

"Kalau hanya mengurangi ukuran tempe atau tahu, itu hanya bisa menutup biaya produksi 10%-15%. Sementara kenaikan kedelai 30%," kata perajin tempe asal Desa Sepande Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Sukari, Kamis (7/1).

Menurut Sukari, naiknya harga bahan baku kedelai hingga Rp9.200 per kg sangat menguras modal para perajin tempe dan tahu. Sebelum masa pandemi pada sekitar Maret 2020 harga kedelai masih Rp7 ribu per kg.

Maka tidak hanya mengurangi ukuran, Sukari bersama para perajin lain juga menaikkan harga. Seperti Sukari yang biasa menjual tempe per potong Rp8 ribu dinaikkan menjadi Rp10 ribu. Atau untuk ukuran kecil biasa Rp2 ribu per potong dinaikkan menjadi Rp2.500.

Kenaikan harga juga dilakukan pada produk tempe. Harga tahu di pasar yang semula Rp800 per potong dinaikkan menjadi Rp1.000. Demikian pula ukurannya dibuat agak lebih kecil.

"Meskipun harga dinaikkan, permintaan tahu ini masih tinggi. Seperti saya biasa berjualan di pasar terkadang hanya dua jam sudah habis diserbu pembeli," kata Nurul, 35, perajin tahu.

Di Desa Sepande ada sekitar 400 perajin tempe dan tahu. Di desa ini juga ada koperasi yang menjual bahan baku kedelai. Namanya Koperasi Primer Karya Mulya dan Sukari yang menjadi ketuanya. Namun yang ikut koperasi hanya 270 perajin dan itupun termasuk perajin dari wilayah lain seperti Kecamatan Buduran dan Wonoayu.

Dalam kondisi naiknya bahan baku kedelai seperti saat ini hingga Rp2 ribu per kg-nya, koperasi tidak bisa berbuat banyak pada anggota. Apabila nekat menjual kedelai murah pada anggotanya, koperasi juga akan rugi.

Sukari menambahkan, 90% perajin tempe dan tahu di Indonesia selama ini menggantungkan pada kedelai impor. Selain lebih murah, kualitas bagus, ketersediaan kedelai impor juga kontinu. Beda dengan kedelai lokal yang hanya tersedia saat masa panen.

"Ukuran kedelai impor besar-besar sangat baik untuk tempe. Kalau tahu, ukuran kedelai tidak terlalu dipermasalahkan," tambah Sukari.

Selain ukuran lebih kecil, kedelai lokal juga tinggi kadar air saat panen. Tingginya kadar air mengakibatkan masa simpan kedelai tidak bisa lama. (HS/OL-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya