Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

22 Ribu Buruh Sumut Kehilangan Pekerjaan selama Pandemi

Yoseph Pencawan
03/1/2021 03:10
22 Ribu Buruh Sumut Kehilangan Pekerjaan selama Pandemi
Buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumatra Utara, beberapa waktu lalu.(ANTARA/Irsan Mulyadi)

FEDERASI Serikat Pekerja Metal Sumatra Utara mencatat sedikitnya 22 ribu buruh di provinsinya telah kehilangan pekerjaan selama pandemi covid-19.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut Willy Agus
Utomo mengungkapkan hal itu sepanjang delapan bulan terakhir saat pandemi covid-19. "Sejak periode Maret hingga Desember 2020, ada sekitar 22 ribu buruh yang di-PHK dan dirumahkan," ujarnya, Sabtu (2/1).

Dia mengakui, sebagian dari jumlah itu memang merupakan dampak dari penurunan keuangan perusahaan akibat pandemi. Tapi dia juga memastikan tidak sedikit dari mereka yang menjadi korban dari perusahaan-perusahaan nakal.

Perusahaan nakal yang dimaksud itu menjadikan pandemi sebagai dalih untuk
mengganti pekerja lama dengan pekerja baru. Mereka beralasan kebijakan itu
dilakukan agar perusahaan lebih produktif, padahal sebenarnya untuk menghindari berbagai kewajiban dari hak-hak normatif pekerja lama.

FSPMI, lanjut Willy, sepanjang 2020 menerima aduan dari 1.000 pekerja yang di-PHK dan dirumahkan. Dari jumlah itu, sekitar 500 orang di antara mereka berhasil diadvokasi.

Misalnya, ada pekerja yang sudah bekerja kembali, ada yang masih dirumahkan tetapi upahnya tetap dibayar, dan ada yang sudah menerima uang pesangon sesuai
ketentuan. "Masih ada sisa sekitar 500 buruh yang belum selesai advokasi, masih proses perjuangan. Itu dari posko pengaduan kami saja. Korban PHK yang lain kami tidak tahu nasibnya seperti apa," imbuh Willy.

Pada 2021 dia meyakini PHK masih akan menghantui buruh di Sumut, terlebih sangat sedikit lowongan pekerjaan di tengah pandemi. Karena itu Willy meminta kepedulian Pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan PHK massal di tahun depan.

"Jika PHK membeludak, akan berdampak pula pada anjloknya iklim prekonomian bangsa. Dengan banyaknya pengangguran, daya beli masyarakat akan rendah," ujarnya.

Dia meminta pemerintah mengeluarkan peraturan tegas yang melarang perusahaan untuk mem-PHK pekerja tanpa alasan yang benar-benar jelas. Jika terjadi PHK dengan alasan pandemi, pemerintah perlu melakukan investigasi kepada perusahaan yang bersangkutan.

Bila memang terbukti bahwa PHK tersebut merupakan dampak dari pandemi, perusahaan wajib membayar hak-hak normatif pekerjanya sesuai ketentuan. Menghadapi tahun 2021, pihaknya tetap membuka Posko Pengaduan PHK Buruh sampai pandemi berakhir. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya