Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Meraih Pengakuan UNESCO di Sawah Lunto

Yose Hendra/N-2
26/12/2020 04:10
Meraih Pengakuan UNESCO di Sawah Lunto
Suasana lubang tambang Mbah Soero, salah satu lokasi bekas tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatra Barat, pekan lalu.(MI/JOSE HENDRA)

SUDARSONO dengan tekun bercerita. Satu per satu, ia mengupas cerita panjang tambang batu bara di lubang tambang Mbah Soero, salah satu lokasi tambang di Sawahlunto, Sumatra Barat.

Mbah Soero berada di Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar. Dulu lubang tambang, kini dijadikan objek wisata. Revitalisasi dan pemugaran terus berlangsung di lubang sedalam 185 meter itu.

Diambil dari nama seorang mandor, yakni Mbah Soero, situs lubang tambang ini dieksploitasi di era kolonial Belanda pada 1898-1932. Sawahlunto dikenal sebagai penghasil batu bara dengan kualitas terbaik.

Pada 2018, Sawahlunto menjadi satu dari tiga kawasan di Sumatra Barat yang mendapat predikat geopark nasional. Dua lainnya ialah Silokek di Kabupaten Sijunjung dan Ngarai Sianok di Bukittinggi-Agam. Ada 50 situs di Sawahlunto yang menjadi paket penetapan geopark nasional ini.

“Sawahlunto memiliki cekungan ombilin yang berusia 65 juta tahun. Batu endapannya memiliki ketebalan hingga 700 meter,” kata pegiat geopark Sumatra Barat, Novizar Swantry.

Untuk mendapat pengakuan UNESCO Global Geoparks (UGG), keberadaan Sawahlunto harus digabung dengan geopark Silokek dan Solok.

Wali Kota Sawahlunto Deri Asta menyatakan, setelah ditetapkan sebagai geopark nasional di akhir 2018, pihaknya terus berbenah di area tambang itu. “Di antaranya, kami membuat kajian untuk menuju legitimasi internasional.”

Ia mengakui sejumlah syarat belum dipenuhi dan masih banyak yang harus disempurnakan. Masalahnya, Sawahlunto tidak leluasa menganggarkan pembenahan. Berharap dari APBD, sulit dilaksanakan. Pasalnya, APBD Sawahlunto yang rata-rata berada di angka Rp650 miliar separuhnya habis untuk biaya operasional.

“Tambang tidak terlalu banyak. Batu bara menuju habis. Kami masih dapat royalti 1 tahun, bagi hasil 30% dengan angka Rp10 miliar-Rp20 miliar. Pajak Rp4 miliar, PAD sekitar Rp45 miliar. Untuk APBD sisanya dipasok dari pusat,” tandas Deri.

Di tengah kekurangan dana, ia tetap optimistis. Jika geopark Sawahlunto dikelola dengan baik, bukan saja bisa diakui UNESCO Global Geopark (UGG), tapi juga bisa mendukung upaya-upaya Sustainable Development Goals (SDGs).

Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Sawahlunto Nova Erizon menambahkan geopark akan terjaga keberlanjutannya jika melibatkan peran masyarakat. “Kami harus bisa menciptakan masyarakat yang cinta geopark dan warisan dunia.” (Yose Hendra/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya