Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Kasus Lahan PLTG Namlea, BPKP Maluku Gunakan Data Tidak Valid

Media Indonesia
18/12/2020 11:30
Kasus Lahan PLTG Namlea, BPKP Maluku Gunakan Data Tidak Valid
Lahan yang menjadi sengketa(Dok pribadi)

BADAN Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku mendapat sorotan terkait data audit penggunaan lahan PLTG Namlea.

Meskipun hasil audit lembaga itu sudah dipatahkan Pengadilan Negeri Ambon dalam praperadilan akibat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menetapkan Fery Tanaya (FT) pemilik lahan pengadaan proyek PLTG Namlea sebagai tersangka, tapi BPKP masih tetap tunduk kepada jaksa untuk mengaudit dugaan kerugian negara dengan menggunakan data bodong.

"Audit yang dilakukan auditor dari BPKP Perwakilan Maluku itu tak benar karena tak gunakan data atau dokumen yang valid. Dokumen yang digunakan BPKP bodong, karena hanya mengacu pada pendapat ahli yang belum diuji kebenarannya di pengadilan," ungkap Hendry Lusikooy, kuasa hukum Feri Tanaya dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (18/12).

Menurut Lusikooy, audit yang dilakukan BPKP hanya mengacu pada pendapat ahli bahwa lahan PLTG Namlea merupakan tanah erfpacht. Itu salah. Kebenaran materil dari status lahan itu sudah dibedah atau diperjelas saat sidang praperadilan, antara Fery Tanaya melawan Kejati Maluku. Dari situ nampak alasan BPKP tidak punya dasar hukum.

"Karena itu saya tegaskan audit BPKP tidak valid karena dokumen bodong, tak lengkap. Hasil audit itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Orang punya lahan dijual untuk kepentingan umum ke PLN kok ditetapkan tersangka dengan alasan yang tidak masuk akal," tandas Lusikooy.

Sebelumnya jaksa menuding bahwa lahan milik Fery Tanaya itu tanah negara. Tapi jaksa tidak mampu membuktikan apakah tanah itu milik instansi apa dan terdaftar dalam buku aset daerah atau tidak.

"Melakukan penegakan hukum harus yang benar. Jangan orang tidak salah dicari-cari kesalahannya, itu tidak boleh," pungkas Lusikooy.

Jaksa menetapkan Ferry Tanaya sebagai tersangka dengan klaim lahan seluas 48,645 hektare di Kecamatan Namlea yang dijual Tanaya pada 2016 kepada PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara, adalah milik negara. Selain Tanaya, eks Kepala Seksi Pengadaan Lahan Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa juga ditetapkan sebagai tersangka. Hasil audit BPKP Maluku yang menemukan kerugian negara Rp6 miliar lebih memperkuat bukti yang dikantongi jaksa.

Namun Ferry mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Hakim Pengadilan Negeri Ambon Rahmat Selang mengabulkan permohonan praperadilan dan menggugurkan status tersangkanya. Pasca Tanaya bebas, penyidik Kejati Maluku membebaskan Abdul Gafur Laitupa.

Kemudian penyidik Kejati Maluku menerbitkan lagi surat perintah penyidikan (sprindik) baru. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) juga telah disampaikan kepada Tanaya pada 25 September 2020. Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku Samy Sapulette mengatakan, penetapan tersangka akan ditetapkan setelah penyidik mengantongi hasil audit dari BPKP. (RO/O-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik