Penanganan Pascabencana di Provinsi Sulteng Belum Optimal 

Mediaindonesia.com
14/11/2020 12:59
Penanganan Pascabencana di Provinsi Sulteng Belum Optimal 
Bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah pada tahun 2018.(Antara/Muhammad Adimaja)

INSTRUKSI Presiden Joko Widodo Nomor 10 telah dikeluarkan pada 28 November 2018. Isinya tentang percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang melanda Provinsi Sulawesi Tengah dan wilayah terdampak lainnya. Inpres ini berlaku hingga 31 Desember 2020.

Aktivis dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Diskusi Sulteng kini mempertanyakan kinerja Pemprov Sulteng terkait penanganan pascabencana yang terjadi dua tahun lalu, karena seharusnya selesai dan clear. 

Namun di lapangan masih banyak persoalan pembebasan lahan, dan ada tahap pertama yang baru akan dibangun. Kemudian pendataannya juga masih banyak kesalahan. Sedangkan sisa waktu Inpres tersebut hanya 45 hari lagi.

"Kondisinya mau genap 2 tahun, dan akan berakhir pada 31 Desember 2020. Padahal ini isinya mengenai percepatan pembangunan bagi penyintas korban gempa dan tsunami. Pada diktum ke 8 Inpres ini harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab," tandas moderator diskusi Sulteng di Warkop Kota Palu, Jumat (13/11).

Aliansi Diskusi yang tergabung dari kumpulan lembaga swadaya masyarakat (LSM), aktivis mahasiswa, serta para Organisasi Kepemudaan (OKP) di Kota Palu mengadakan agenda diskusi santai dan konferensi pers kepada media. Dengan mengusung tema 'Mempertanyakan Transparansi Dana Bencana Sulawesi Tengah'.

"Acara ini adalah bagian dari bentuk kepedulian atas masih banyak korban bencana gempa bumi dan tsunami pada 2018 lalu, yang belum mendapatkan haknya terkait hunian tetap," tegas Alvian, Koordinator Diskusi Sulteng.

"Di sisa waktu Inpres, seharusnya pemprov menuntaskan persoalan pascabencana yang ada, kemudian langkah apa yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menuntaskan persoalan dengan sisa waktu 45 hari," ujar Alvian.

Menurut Jasrin, salah satu anggota aliansi diskusi Sulteng, jangan sampai di Provinsi Sulawesi Tengah ini tidak tuntas menyelesaikan permasalahan pembangunan pascabencana.

Pasalnya, tidak akan ada lagi lembaga yang bisa dipercaya, sekalipun itu Pemerintah Sulteng memiliki banyak kabupaten yang dibayangi bencana, terutama di Kabupaten Buol dan Toli-Toli yang juga rentan bencana seperti gempa dan tsunami. 

"Beberapa kali diskusi yang kita lalui, menurut kami seharusnya masyarakat perlu tahu sudah sejauh mana Pemprov Sulawesi Tengah menyelesaikan persoalan bencana tahun 2018. Akses informasinya di mana karena selama ini tidak jelas," jelas Ruban, aktivis mahasiswa

Dalam surveinya, Aliansi Diskusi Sulteng menemukan fakta masih banyak penyintas yang tinggal di hunian tetap (huntap), khususnya di belakang Universitas Tadulako, yang sangat kesulitan memperoleh fasilitas air bersih. Karena tidak ada tandon yang dipersiapkan, mungkin hanya ada kasur dan kipas. 

Kemudian pembangunan huntap di pantai barat Donggala, di daerah Lompeo, dan Tanjung Padang baru masuk tahap pertama dan belum selesai. Karena prosesnya baru selesai pembebasan lahan, dan sedang ditenderkan pembangunannya.

"Korban bencana seharusnya berada di hunian tetap yang menurut mereka dapat memberikan rasa nyaman, karena harta benda mereka telah hilang, pekerjaan pun masih belum jelas. Bagaimana mereka bisa nyaman, padahal anggaran bantuan bencana yang masuk besar. Seharusnya bisandikelola dengan baik anggaran ini. Jika berhasil, ini bisa menjadi indikator keberhasilan pemerintah," tutup moderator saat diskusi. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya