Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
POLDA Kalimantan Selatan menangkap sedikitnya 15 orang dari 15 kasus praktik penyimpangan gas LPG 3 kilogram bersubsidi (gas melon) sepanjang 2020 di wilayah tersebut. Terpuruknya ekonomi masyarakat akibat pandemi covid -19 disinyalir memicu beralihnya konsumsi gas ke gas bersubsidi.
Kepala Polda Kalsel, Irjen Nico Afinta, mengatakan pihaknya sejauh ini telah menangkap 15 orang tersangka pelaku praktik penyimpangan gas LPG 3 kilogram di sejumlah wilayah Kalsel. "Ada 15 orang tersangka pelaku dari 15 kasus yang telah ditangani Polda Kalsel,"ujar Nico Afinta.
Dari belasan kasus tersebut barang bukti yang berhasil disita petugas berupa 1.419 tabung gas melon berisi dan 3.298 tabung gas kosong. Empat unit mobil pick up, sepeda motor, gerobak kayu hingga spanduk serta uang tunai Rp9,5 juta dari para tersangka. Para pelaku sebagian adalah pemilik pangkalan gas dan sebagian lagi pedagang eceran.
Para tersangka pemilik pangkalan menjual gas bersubsidi tersebut sekitar 50-80 persen dari kuota pangkalan ke pengecer dengan harga di atas HET (harga eceran tertinggi) mulai Rp18-Rp30 ribu per tabung guna mendapatkan keuntungan lebih besar. Sementara HET per tabung adalah Rp17.500 berdasarkan Pergub Kalsel No 44/047/KUM/2015.
Adapun pasal yang dilanggar pasal 62 ayat (1) Jo pasal 10 huruf (A) UU RI no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Jo Peraturan Presiden RI Nomor 71 tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar.
Menjual LPG 3 kg tanpa izin dikenakan pasal 106 Jo Pasal 24 ayat (1) UU RI nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan JO Peraturan Presiden RI nomor 71 tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara dan atau denda Rp10 miliar. (OL-13)
Baca Juga: Ditemukan 4 Warga Positif Covid, Lembata Jadi Zona Merah
KELANGKAAN hingga tingginya harga gas elpiji 3 kilogram (kg) di kawasan Provinsi Aceh jalan terus. Sejak tiga pekan terakhir hingga Minggu (6/7), belum ada tanda-tanda membaik.
KETUA Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi meminta pemerintah membatalkan wacana penerapan kebijakan satu harga untuk elpiji 3 kg.
KELANGKAAN dan melambungnya harga gas elpiji 3 kg (gas melon) di sejumlah daerah di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) kembali terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Kementerian ESDM menyatakan PT Pertamina (Persero) menjadi pelaksana penyaluran elpiji 3 kilogram (kg) satu harga secara nasional.
PEMERINTAH tengah merumuskan kebijakan baru terkait penetapan harga elpiji 3 kilogram menjadi satu harga nasional. Kebijakan ini ditargetkan mulai berlaku pada 2026.
Untuk mengantisipasi lonjakan konsumsi energi khususnya gas elpiji 3 kg, Pertamina Patra Niaga menyiapkan tambahan pasokan sebesar 7,38 juta tabung.
Masyarakat diimbau untuk membeli elpiji 3kg di pangkalan resmi Pertamina agar bisa mendapatkan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemda masing-masing wilayah.
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pembelian LGP 3 kg atau gas melon belum akan dibatasi jumlahnya meski harus menggunakan KTP.
PEMBELI LPG 3 kilogram (kg) wajib menunjukkan KTP mulai 1 Juni 2024. Hal itu disampaikan oleh PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga.
Hanya masyarakat kecil dan pelaku UMKM yang dibolehkan menggunakan elpiji bersubdi.
Urgensi penggunaan KTP dan/atau KK dalam pembelian gas melon adalah sebagai identifikasi yakni untuk mengetahui apakah pembeli memang orang yang tepat atau tidak.
Saat ini penyaluran elpiji 3 kg bersifat terbuka, yang mana masyarakat yang telah mendaftarkan diri di pangkalan resmi Pertamina
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved