Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Kekerasan Perempuan dan Anak di Sikka Meningkat

Gabriel Langga
06/11/2020 07:15
Kekerasan Perempuan dan Anak di Sikka Meningkat
Kekerasan pada anak dan perempuan(Ilustrasi)

TIM Relawan untuk Kemanusiaan Flores (Truk-F) mengumpulkan data kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, yang jumlahnya mencapai 92 kasus. Angka ini yang dilaporkan selama masa pandemi covid-19.

Koordinator Divisi Perempuan Truk-F Suster Eustochia Monika Nata menyebutkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama pandemi mengalami peningkatan dratis. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah aduan dalam rumah tangga yang dilaporkan kepada lembaganya.

"Ada 92 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sikka. Jika merujuk dari kasus tersebut menunjukkan bahwa selama masa pandemi ini justru mengalami peningkatan secara dratis dibandingkan sebelumnya adanya covid-19," kata Suster Eustochia kepada mediaindonesia.com di kantor Truk-F.

Ia mengaku selama masa pandemi, banyak korban yang datang melaporkan kasus kekerasan ini. Korban KDRT dirinci sebagai berikut, terhadap anak perempuan 24 kasus, lalu anak laki-laki 18 kasus, kekerasan terhadap istri 26 kasus dan penghuni lain 2 kasus. Total korban KDRT ada 70 kasus.

Baca juga: 3.087 Kasus Kekerasan Anak Terjadi Selama Pandemi Covid-19

Sementara itu, data kasus kekerasan seksual untuk anak perempuan 11 kasus, kekerasan seksual terhadap istri 12 kasus dan perempuan dewasa termasuk 3 difabel ada 9 kasus. Total keseluruhan data kekerasan seksual ini ada 32 kasus.

"Selama masa pandemi, setiap harinya ada saja yang melaporkan kasus kekerasan. Lebih banyak ibu-ibu yang melaporkan kekerasan ini. Kadang-kadang kita layani mereka sampai sore. Selama kami tangani kasus kekerasan perempuan dan anak, baru kali ini kasusnya meningkat dratis. 92 kasus itu belum terhitung di bulan Oktober 2020," tutur dia.

Ia mengaku khusus KDRT, ada langkah yang diambil oleh lembaganya untuk menyelesaikan kasus ini. Namun sayangnya, kata dia, banyak suami yang sudah pergi tinggalkan korban sehingga sulit diselesaikan. Selain itu, para korban ini enggan laporkan kasus KDRT pada pihak yang berwajib.

Dia menambahkan, di masa pandemi, ada dua kasus yang menarik dan baru terjadi di Kabupaten Sikka. Kasus pertama, suami menjual istri kepada pria hidung belang untuk melayani hubungan seks. Kedua, suami-istri kerap melakukan hubungan tukar pasangan.

"Sikka ini ada kasus terbaru, suami jual istri. Suami yang pasang tarif. Harga tarif itu paling besar Rp2 juta dan paling rendah itu Rp500 ribu. Kasus ini terjadi dua bulan lalu. Korban (istri) pernah datang mengadu ke kita atas perilaku suaminya," tukas Suster Eustochia.

Ia mengaku korban terpaksa melakukan itu karena suaminya selalu mengancam akan membunuh.

"Kami pernah meminta korban untuk melaporkan ke Polisi dan didampingi oleh kami, hanya yang bersangkutan tidak mau melapor. Tukar pasangan ini biasanya dilakukan oleh sesama rekan kerjanya. Banyak istrinya yang datang mengadu di kita. Tapi, ya mereka tidak mau melaporkan masalah ini ke pihak berwajib," pungkas Suster Eustochia.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya