Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Nelayan Lakukan Efisiensi dengan Konversi di Masa Pandemi

Lilik Darmawan
22/10/2020 08:37
Nelayan Lakukan Efisiensi dengan Konversi di Masa Pandemi
Nelayan bersiap melaut menggunakan mesin yang telah dikonversi sehingga menggunakan bahan bakar elpiji.(MI/Lilik Darmawan)

SETELAH dihidupkan mesinnya, perahu nelayan langsung menyusuri Sungai Cibeureum di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng).

Suara mesin baru perahu itu tidak terlalu kencang terdengar dan lebih ramah lingkungan. Mengapa? Karena bahan bakarnya tidak lagi menggunakan premium, melainkan telah dikonversi menjadi gas. Jadi, di dalam perahu, ada dua tabung elpiji 3 kilogram (kg) yang menjadi bahan bakar penggerak mesin.

"Ternyata tidak ada bedanya, malah suara mesinnya tidak terlalu kencang. Kami berterima kasih karena dengan bahan bakar elpiji, nelayan akan menghemat pemakaian bahan bakar. Biasanya, jika dengan premium, membutuhkan 7-10 liter setiap harinya untuk mencari ikan di sekitar kawasan Segara Anakan. Tetapi dengan menggunakan elpiji 3 kg, paling hanya 1-2 tabung," jelas Pariman, salah seorang nelayan setempat kepada mediaindonesia.com, Rabu (21/10) sore.

Baca juga: DPR RI Bantu Alat Pertanian dan Pupuk ke Petani Nagekeo

Pariman mengungkapkan dengan menghabiskan 10 liter, dirinya harus mengeluarkan uang sekitar Rp100 ribu karena membeli premium atau pertalite ke pengecer.

Namun, kalau menggunakan elpiji 3 kg, harganya jauh lebih  murah, maksimal hanya Rp18 ribu per tabung.

"Kalau kemudian menghabiskan dua tabung, bisa sangat menghemat biaya. Tentu saja, dengan adanya penghematan, akan menaikkan pendapatan," katanya.

Nelayan lainnya, Suyoto, asal Desa Cisumur, Kecamatan Gandrungmangu mengatakan nelayan di alur Sungai Cibeureum biasanya mencari ikan di sepanjang sungai hingga pertemuan dengan Sungai Citanduy  di perairan Segara Anakan.

"Ikan yang kami dapat, salah satunya belanak yang harganya berkisar antara Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per kg. Pada saat dengan BBM, dengan pendapatan Rp200 ribu dikurangi BBM senilai Rp100 ribu, sehingga pendapatan bersih Rp100 ribu," ujarnya.

Kalau dengan gas, perolehan pendapatan akan mengalami peningkatan.  Misalnya, sehari katakanlah habis dua tabung maka pengeluaran hanya Rp36 ribu. Dengan pendapatan Rp200 ribu, akan memperoleh Rp164 ribu. Bisa ada peningkatan pendapatan secara nyata.

Tidak heran, jika Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji begitu senang dan bersemangat karena nelayan di wilayahnya kembali mendapatkan bantuan 2 ribu converter kit.

"Pada saat pandemi, selain petani, nelayan merupakan profesi yang tidak terlalu terpengaruh. Sehingga, ketika masa sulit seperti ini ada bantuan, kami sangat berterima kasih. Kami mohon kepada nelayan, bantuan ini jangan dijual," tegas Bupati ketika acara serah terima bantuan converter kit untuk nelayan.

Penghematan pengeluaran nelayan karena dilakukan konversi diungkap juga oleh Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto.

Sugeng mengatakan, berdasarkan pengalaman dan hasil riset, penggunaan bahan bakar gas (BBG) akan dapat menghemat hingga 40% jika dibandingkan dengan konsumsi BBM.

"Silakan dihitung, satu tabung elpji 3 kg ekuivalen dengan 5 liter BBM," katanya.

Selain itu, lanjut Sugeng, dengan penggunaan BBG, akan lebih ramah lingkungan. Sebab, era ke depan adalah renewable energy dan clean energy.

"Nah, gas ini merupakan bahan bakar transisi. Gas lebih ramah lingkungan dan tidak polutif. Indonesia itu sudah ikut meratifikasi Paris Agreement yang merupakan komitmen mengurangi energi kotor. Karena telah diikat peraturan internasional, kita berusaha untuk tidak menggunakan BBM dengan polusi tinggi," ujarnya.

Pemerintah, ujar Sugeng, telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 38 tahun 2019 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Penangkap Ikan bagi Nelayan Sasaran dan Mesin Pompa Air bagi Petani. Pembagian ini merupakan bagian dari pelaksanaan Perpres tersebut.  

"Kami juga memastikan Pertamina akan menyediakan barang subsidi ini kepada nelayan. Pada masa pandemi, kemiskinan diperkirakan akan naik. Sehingga subsidi juga ditingkatkan. Barang subsidi merupakan bentuk kehadiran negara di tengah masyarakat miskin. Karena itulah, tahun ini juga ada peningkatan subsidi dari sebelumnya 7 juta ton, kini menjadi 7,5 juta ton untuk gas," jelasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Alimuddin Baso mengatakan bahwa 2020 ada bantuan perangkat konversi sebanyak 25 ribu paket untuk nelayan di 42 kabupaten/kota dan 10 ribu paket bagi petani di 20 kabupaten/kota.

"Sasaran terbanyak untuk nelayan adalah Cilacap dengan jumlah 2 ribu  paket converter kit. Secara total, bantuan untuk nelayan di Cilacap
mencapai 4.907 paket. Bantuan dimulai tahun 2016 sebanyak 902 paket, kemudian 2017 sebanyak 2.005 paket dan tahun 2020 sebanyak 2 ribu paket.  Tahun depan akan diberikan lagi, karena ada alokasi 28 ribu paket," paparnya.

Baso mengatakan bantuan paket converter kit memang diperuntukkan bagi nelayan kecil. Mesin yang dipakai mereka di bawah 5 grosston (GT) dengan jangkauan melaut tidak lebih dari 4 mil laut.

"Istilahnya adalah nelayan one day fishing," ungkapnya.

Dalam pernyataan terpisah, Pejabat sementara (Pjs) Manager Communication, Relations, & CSR Pertamina MOR IV Marthia Mulia Asri mengatakan bantuan converter kit untuk nelayan merupakan  pelaksanaan Perpres No 38 tahun 2019.

"Pertamina sebagai BUMN yang menjalankan penugasan dalam pendistribusian elpiji bersubsidi, kami mendukung program tersebut dan memastikan agar ketersediaan stoknya terjamin," tegas Marthia.

Menurutnya, program konversi BBM ke BBG yang diterapkan kepada para nelayan sangat baik karena dapat mengoptimalkan penyaluran elpiji bersubsidi.

Dengan adanya kejelasan penerima, Pertamina lebih mudah menyalurkan produk bersubsidi untuk nelayan kecil sebagai masyarakat prasejahtera.

"Penggunaan elpiji juga akan lebih hemat ketimbang konsumsi BBM. Sebab, tingkat penghematannya dapat mencapai antara 30% hingga 50%.
Jelas ramah lingkungan dan perawatan mesin lebih mudah dan awet," katanya.

Kehadiran negara memang dinanti, apalagi pada saat pandemi seperti sekarang ini. Setidaknya itu terlihat hadirnya negara memberikan bantuan program konversi, agar nelayan mengalami peningkatan pendapatan dengan cara melakukan efisiensi. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya