Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Petani di Situbondo Keluhkan Kelangkaan Pupuk

Faishol Taselan
29/9/2020 18:00
Petani di Situbondo Keluhkan Kelangkaan Pupuk
Ilustrasi(ANTARA FOTO/Dedhez Anggara )

Petani di Kabupaten Situbondo mengeluhkan kelangkaan pupuk di daerah tersebu. Mereka khawatir bila tidak ditanggulangi berdampak pada hasil produksi padi di Jatim.

Keluhan kelangkaan pupuk ini disampaikan petani asal Situbondo Ketika berdialog anggota DPRD Jatim asal dapil 4, Situbondo, Bondowoso dan Banyuwangi Pranaya Yudha Mahardika, di Surabaya, kemarin.

"Setiap tahun selalu saja ada kelangkaan pupuk. Ironisnya kami seolah dipersulit untuk mendapatkan pupuk. Padahal kami sangat membutuhkan, kami diminta untuk membuat kelompok tani," kata Ujang salah satu petani kopi di Situbondo.

Hal yang sama disampaikan seorang petani perempuan yang mengeluh dipimpong saat dirinya ingin mengajukan ke bank guna mendapatkan kemudahan pembelian pupuk. "Harga pupuk di pasaran itu naik dari harga biasanya. kalau ada sih gak papa, lah ini harga nya naik, tapi barangnya tidak ada. Trus kami harus beli dimana?" katanya.

Gara gara kondisi ini sawah miliknya tidak subur dan batang serta daunnya berwarna kuning, tidak hijau seperti sawah lainnya. Lantas dirinya disarankan untuk membuat kartu Tani dengan menanyakan ke salah satu bank pemerintah. "Yang ada malah dipimpong, kata pihak bank malah di suruh nanya ke dinas pertanian. Kami bingung ini sebenarnya bagaimana peraturan yang berlaku," ujarnya.

Anggota DPRD Jatim, Pranaya Yudha yang mendapat keluhan seperti itu mengatakan dirinya akan menelusuri apa masalah yang terjadi ditingkat birokrasi dan aturannya, terutama soal RDKK atau Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok tani. "Kita mau lihat RDKK yang merupakan rencana kebutuhan kelompok tani untuk 1 (satu) musim tanam yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani," ujarnya.

Ketua AMPI ini, juga menyadari adanya kelemahan yang terjadi karena kurangnya pemahaman petani atau kelompok tani dalam melakukan pendataan secara elektronik. "Harus diakui SDM kita yang ada di bawah untuk mengikuti peraturan
yang berlaku sekarang memang perlu di tingkatkan. Contoh saat harus memiliki dan mengakses kartu tani atau memasukkan data secara elektronik. Mereka banyak yang mengalami kesulitan," tambahnya. (OL-12)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Retno Hemawati
Berita Lainnya