Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Ancaman dari Daratan

Wibowo Sangkala
06/12/2019 07:15
Ancaman dari Daratan
Sejumlah nelayan yang akan melaut di Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kasemen, Serang, Banten, Selasa (25/6/2019).(ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc)

NASIB nelayan di pesisir Kabupaten Serang, Banten, di ujung tanduk. Rencana reklamasi seluas 548 hektare untuk pelabuhan di Kawasan Industri Terpadu Bojonegara membuat mereka terancam dirugikan.

"Kami menolak reklamasi karena akan merampas hak hidup nelayan dan warga sekitar. Reklamasi akan membuat hasil tangkapan kami berkurang karena pengurukan laut itu membuat ekosistem dan biota laut rusak dan tercemar," ungkap Asnawai, nelayan di Bojonegara, kemarin.

Kekhawatiran nelayan memang belum akan terwujud dalam waktu dekat. Pasalnya, rencana reklamasi yang akan dilakukan Wilmar Group itu masih terhambat Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang masih digodok DPRD Banten. Reklamasi butuh payung hukum karena akan dilakukan pada 0-12 mil dari bibir pantai sehingga harus menunggu pengesahan perda.

"Reklamasi belum bisa dilakukan karena harus menunggu raperda disahkan jadi perda," ungkap anggota Komisi IV DPRD Banten, Ali Nurdin, kemarin.

Tahun ini, pesisir Selat Sunda jadi incaran perusahaan besar. Sebelumnya, reklamasi juga dilakukan PT Lotte Chemical Indonesia untuk meluaskan pelabuhan miliknya di sekitar kawasan Pelabuhan Merak. Reklamasi oleh PT Seven Gates Indonesia itu akan membuat daratan baru seluas 12 hektare.

Di Bangka Belitung, nelayan juga mendapat ancaman dari aktivitas penambangan. Temuan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), seperti diungkapkan direkturnya, Jessix Amundian, memperlihatkan bahwa dokumen final Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil masih tumpang-tindih.

"Ada tumpang-tindih antara zona pertambangan dan zona wilayah tangkap nelayan."

Ia menilai kondisi itu merupakan kesalahan fatal. "Zona tangkap nelayan harus steril dari zona pertambangan karena nasib nelayan sangat bergantung pada pelestarian ekosistem laut," tandasnya.

Tambang ilegal

Tambang juga dituding sebagai pemicu bencana ekologi di Sumatra Barat. Yang terakhir, bencana banjir dan banjir bandang melanda Solok Selatan, akhir November lalu.

"Banjir terjadi karena banyak hutan hilang akibat penambangan ilegal. Di kawasan hulu, ada 17 titik tambang yang aktif dan 35 titik yang ditinggalkan tanpa direklamasi," ujar pegiat Walhi, Yoni Candra.

Kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten 50 Kota. "Masifnya deforestasi dan aktivitas tambang ilegal di DAS menunjukkan lemahnya para bupati, wali kota, dan gubernur dalam melakukan pengawasan dan penindakan," lanjut Yoni.

Saat banyak daerah didera masalah lingkungan, sejumlah wilayah juga bergiat menjaga pelestarian. Di Denpasar, Bali, misalnya, Perhimpunan Pecinta Tanaman menggulirkan program Lingkungan Hijau di Banjar Bengkel, Desa Sumerta, Kelod. Aksi dimotori Ketua PPT Selly Dharmawijaya Mantra, istri Wali Kota Denpasar.

DI Jawa Barat, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi juga bergiat menjaga sungai bersih. Hasilnya, dalam beberapa hari terakhir 16 warga Palabuhanratu ditangkap petugas gabungan karena membuang sampah ke aliran Sungai Cipalabuhan.

"Mereka didenda Rp100 ribu per orang. Hukuman diberikan supaya ada efek jera sehingga masyarakat sadar untuk ikut menjaga lingkungan," ujar pejabat dinas lingkungan hidup, Denis Eriska. (RF/YH/RS/BB/BK/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik