Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Ikut Upacara Sumpah Pemuda, Warga Pakai Sarung dan Sandal

Bagus Suryo
28/10/2019 12:40
Ikut Upacara Sumpah Pemuda, Warga Pakai Sarung dan Sandal
Warga Desa Curah Cottok, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur mengikuti upacara Sumpah Pemuda, Senin (28/10).(MI/Bagus Suryo )

HARI masih pagi sebanyak 30 warga Desa Curah Cottok, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, mengikuti upacara memperingati Hari Sumpah Pemuda, Senin (28/10). Mereka berpakaian sehari-hari mengenakan sarung, celana jin dan bersandal jepit khidmat mengikuti upacara.

Tampil seadanya tidak menghalangi semangat warga dalam menghormati pahlawan pendiri bangsa. Upacara pun tertib tanpa terikat kesan formal, berlangsung di atas bukit gersang, tandus dan panas. Kendati demikian, di puncak bukit tersebut ada kolam renang buatan dan listrik mengalir dari panel pembangkit listrik tenaga surya dan angin. Listrik selain untuk menghidupkan pompa air, juga untuk penerangan. Energi baru terbarukan itu melengkapi spirit warga menghijaukan bukit.

Upacara ini momen bersejarah bangsa yang sangat langka. Sebab, selama hidupnya, sejumlah warga desa tidak pernah sekali pun mengikuti kegiatan hormat pada bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam upacara. Apalagi menyanyikan lagu Indonesia Raya. Teks Sumpah Pemuda pun tidak hafal karena memang belum pernah sama sekali membacanya.

Hari ini, sangat berbeda, bisa dibilang istimewa. Nasionalisme terlihat sangat kuat. Dengan pakaian seadanya, biar pun bersarung dan mengenakan sandal jepit, bukan menjadi penghalang untuk menghargai jasa-jasa para pahlawan pendiri bangsa. Upacara bagi warga juga bukan perkara formal. Mereka membaur bersama siswa dan guru SDN 1 Curah Cottok tertib mengikuti upacara sampai usai.

Menurut Kepala Desa Curah Cottok, Muhammad Samsuri Abbas kepada Media Indonesia, para perangkat desa memberitahukan ke warga untuk mengikuti upacara sejak Sabtu (26/10). Adapun peserta diminta berpakaian bebas dan rapi. Namun, tanggapan warga ternyata berbeda.

"Ada yang bilang akan datang meskipun tidak memiliki sepatu. Kami menyilahkan warga ikut dengan pakaian seadanya," tegasnya.

Mereka yang mengikuti upacara, di antaranya Mbuhairi, Ansori, Tuki, Haji Bullah. Sedangkan yang pakai sarung dan sandal jepit ialah Sisin, Tuki dan Sawawi.

"Kita ingin mengedukasi dan menyatukan warga. Meskipun berbeda-beda baik suku dan agama, sejatinya kita bersatu dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," ujarnya.

Ia menjelaskan warga yang mengikuti upacara ini terbilang langka dalam sejarah desa.

"Sebelumnya tidak pernah ada sama sekali yang mengikuti upacara," tuturnya.

Sementara Sayadih, warga Desa Cottok, mengaku mengikuti upacara baru satu kali ini dalam hidupnya. Ia mengenakan sarung dan sandal jepit karena tidak memiliki sepatu.

"Saya memakai baju dan sandal seadanya ini tidak mengurangi rasa hormat kami kepada para pahlawan. Saya mencintai Indonesia yang damai. Kita semua harus menjaga persatuan dan kesatuan," tegasnya.

Pegawai Kecamatan Mangaran Teguh Wibowo, mengatakan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di desa ini sangat kuat. Warga menjaga toleransi kehidupan umat beragama, rukun, aman, tenteram dan damai. Hal itu menunjukkan edukasi tentang bela negara, nasionalisme dan patriotisme. Termasuk pentingnya Kebhinekaan membekas positif di warga. Kesadaran makna penting toleransi, persatuan dan kesatuan meningkat.

Bagi warga, Sumpah Pemuda merupakan momen bersejarah menjadi pererat persatuan dan perekat kerukunan bangsa. Dulunya, desa ini sangat miskin. Dari 600 keluarga, sebanyak 400 keluarga kategori pra sejahtera. Kebanyakan warga bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan dan tukang kayu. Warga pun malu mengakui diri berasal dari desa setempat karena nama desa ini terlanjur rusak akibat tingginya kriminalitas.

baca juga: Anak Muda Ramaikan Lomba Tembang Jawa

Sekarang, kondisinya berubah. Warga miskin sudah turun drastis. Setelah 2016, Samsuri Abbas mengubah total perilaku masyarakat. Ia membina warga dengan mengembangkan BUM-Des usaha mobil travel. Selanjutnya ia membuat objek wisata Cottok Inovation Park (CIP).

Taman inovasi tersebut menghadirkan kolam renang di atas bukit gersang, memanfaatkan energi baru terbarukan tenaga surya dan angin. Imbasnya membuat desa ini ramai dikunjungi wisatawan, rata-rata mencapai seribuan pengunjung per pekan. Perekonomian warga tumbun positif, angka kriminalitas pun turun, bahkan tidak pernah ada di desa ini. Sebanyak 15 orang yang mengelola CIP dapat penghasilan Rp50 ribu sampai Rp150 ribu per hari.(OL-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya