Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Modifikasi Cuaca Atasi Kekeringan

Sri Utami
26/8/2019 07:32
Modifikasi Cuaca Atasi Kekeringan
Warga mengantre memperoleh air bersih yang disalurkan Lembaga Kemanusiaan ACT di Dusun Lompio, Sulawesi Tengah, Kamis (22/8/2019).(ANTARA/Mohamad Hamzah)

MUSIM kemarau panjang yang melanda banyak daerah mengakibatkan gejala kekeringan luar biasa di sejumlah wilayah Tanah Air, khususnya di bagian timur Indonesia.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dodo Gunawan membenarkan bahwa musim kemarau tahun ini jauh lebih kering jika dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, menurut dia, kondisinya tidak lebih kering dari kemarau 2015.

“Seperti yang diprediksikan sebelumnya, tahun ini lebih kering jika dibanding dengan 2018 walaupun tidak lebih kering dari 2015,” tegas Dodo, Minggu (25/8).

Menurut Dodo, kondisi itu mengakibatkan ketersedian air di ­embung-embung menurun drastis seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seperti dilaporkan, Minggu (25/8), kemarau panjang telah membuat volume air di Bendungan­ Tilong, Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT, sangat menyusut. Bendungan dengan daya tampung 19 juta meter kubik air itu, kemarin, dilaporkan tinggal berisi 8-9 juta meter kubik air. “Lebih dari separuh daya tampung bendungan sudah menyusut. Padahal, saat ini baru Agustus,” kata Fince Taneo, petani di persawahan desa setempat.

Bukan hanya di NTT, gejala keke­ringan yang kian mengkhawatirkan juga berlangsung di sejumlah wilayah lain di Jawa dan Sumatra. Di Kabupaten Kuningan, dilaporkan debit air Waduk Darma terus menyusut. Petugas Operasi dan Pemeliharaan Waduk Darma, Ahmad Mansubun Zamanudin, menjelaskan waduk dengan kapasitas mencapai 36 juta m3 itu kini debit airnya tinggal 24 juta m3.

“Awal Agustus lalu debitnya masih 28 juta m3, tetapi saat ini sudah menyu­sut hingga mencapai 24 juta m3,” ungkap Ahmad, Minggu (25/8).

Pengamat cuaca Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Rendi Krisnawan memprediksi sejumlah daerah di Jawa Tengah baru akan memasuki musim hujan awal Desember.

Solusi
Untuk mengatasi persoalan ke­keringan akibat kemarau panjang itu, beberapa solusi ditawarkan. Menurut Pere­kayasa Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Imam Setiadi, pada dasarnya kekeringan terjadi karena akses air yang sulit didapat.

“Kalau untuk peresapan air di daerah seperti NTT sulit karena daerah itu kering sekali dan faktor lain. Pertama, faktor geografis yang berbukit, lalu tanahnya berunsur karang. Kedua, tidak ada gunung vulkanis. Jadi, kalau mau mendapatkan air sulit, harus dalam sekali baru dapat air,” ujarnya, Minggu (25/8).

Kondisi itu, menurut Imam, berbeda dengan Jakarta yang dikelilingi gunung vulkanis yang mengandung air sehingga air cepat bisa didapatkan walaupun menghadapi kekering­an. Karena itu, menurut Imam, solusi kekeringan ialah dengan memodifikasi cuaca di daerah kering tersebut untuk memancing hujan. “Selanjutnya daerah kering ini sebaiknya memiliki embung,” tegas dia.

Selain itu, daerah yang keke­ringan, dengan bantuan teknologi, dapat menggunakan air laut meskipun itu membutuhkan upaya dan biaya besar agar bisa mengubah air laut menjadi air siap minum dan air bersih.

Menurut pakar hidrometeorologi ITB Armi Susandi, daerah yang dilanda kekering­an dapat membuat sumur bor untuk mendapatkan air bersih. Sumur bor dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan memberikan bantuan air kepada masyarakat. Penerapan sumur bor, tambah Armi, dapat dilakukan di mana pun, termasuk NTT. (PO/LD/UL/Fer/KG/AD/FB/YH/X-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya