Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
MUSIM kemarau panjang yang melanda banyak daerah mengakibatkan gejala kekeringan luar biasa di sejumlah wilayah Tanah Air, khususnya di bagian timur Indonesia.
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dodo Gunawan membenarkan bahwa musim kemarau tahun ini jauh lebih kering jika dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, menurut dia, kondisinya tidak lebih kering dari kemarau 2015.
“Seperti yang diprediksikan sebelumnya, tahun ini lebih kering jika dibanding dengan 2018 walaupun tidak lebih kering dari 2015,” tegas Dodo, Minggu (25/8).
Menurut Dodo, kondisi itu mengakibatkan ketersedian air di embung-embung menurun drastis seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Seperti dilaporkan, Minggu (25/8), kemarau panjang telah membuat volume air di Bendungan Tilong, Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, NTT, sangat menyusut. Bendungan dengan daya tampung 19 juta meter kubik air itu, kemarin, dilaporkan tinggal berisi 8-9 juta meter kubik air. “Lebih dari separuh daya tampung bendungan sudah menyusut. Padahal, saat ini baru Agustus,” kata Fince Taneo, petani di persawahan desa setempat.
Bukan hanya di NTT, gejala kekeringan yang kian mengkhawatirkan juga berlangsung di sejumlah wilayah lain di Jawa dan Sumatra. Di Kabupaten Kuningan, dilaporkan debit air Waduk Darma terus menyusut. Petugas Operasi dan Pemeliharaan Waduk Darma, Ahmad Mansubun Zamanudin, menjelaskan waduk dengan kapasitas mencapai 36 juta m3 itu kini debit airnya tinggal 24 juta m3.
“Awal Agustus lalu debitnya masih 28 juta m3, tetapi saat ini sudah menyusut hingga mencapai 24 juta m3,” ungkap Ahmad, Minggu (25/8).
Pengamat cuaca Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Rendi Krisnawan memprediksi sejumlah daerah di Jawa Tengah baru akan memasuki musim hujan awal Desember.
Solusi
Untuk mengatasi persoalan kekeringan akibat kemarau panjang itu, beberapa solusi ditawarkan. Menurut Perekayasa Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Imam Setiadi, pada dasarnya kekeringan terjadi karena akses air yang sulit didapat.
“Kalau untuk peresapan air di daerah seperti NTT sulit karena daerah itu kering sekali dan faktor lain. Pertama, faktor geografis yang berbukit, lalu tanahnya berunsur karang. Kedua, tidak ada gunung vulkanis. Jadi, kalau mau mendapatkan air sulit, harus dalam sekali baru dapat air,” ujarnya, Minggu (25/8).
Kondisi itu, menurut Imam, berbeda dengan Jakarta yang dikelilingi gunung vulkanis yang mengandung air sehingga air cepat bisa didapatkan walaupun menghadapi kekeringan. Karena itu, menurut Imam, solusi kekeringan ialah dengan memodifikasi cuaca di daerah kering tersebut untuk memancing hujan. “Selanjutnya daerah kering ini sebaiknya memiliki embung,” tegas dia.
Selain itu, daerah yang kekeringan, dengan bantuan teknologi, dapat menggunakan air laut meskipun itu membutuhkan upaya dan biaya besar agar bisa mengubah air laut menjadi air siap minum dan air bersih.
Menurut pakar hidrometeorologi ITB Armi Susandi, daerah yang dilanda kekeringan dapat membuat sumur bor untuk mendapatkan air bersih. Sumur bor dinilai lebih efektif jika dibandingkan dengan memberikan bantuan air kepada masyarakat. Penerapan sumur bor, tambah Armi, dapat dilakukan di mana pun, termasuk NTT. (PO/LD/UL/Fer/KG/AD/FB/YH/X-6)
SUNGAI adalah indikator kemajuan. Pemulihan dan penataan aliran sungai merupakan pekerjaan strategis, karena menyentuh langsung kebutuhan masyarakat.
Kerusakan ginjal bisa memberi dampak kesehatan serius bagi organ tubuh lainnya seperti jantung, hati, dan bahkan otak.
Menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2020, beberapa wilayah di Indonesia akan mengalami kelangkaan atau krisis air bersih pada 2045.
Batu ginjal terbentuk dari endapan mineral, garam, dan zat sisa lainnya yang mengkristal akibat kebiasaan kurang minum.
Sebuah studi mengungkap air mungkin terbentuk jauh lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya, hanya 100-200 juta tahun setelah Big Bang.
Sebuah penelitian terbaru mengungkap air sudah mulai terbentuk di alam semesta lebih awal dari yang diperkirakan, hanya 100-200 juta tahun setelah Big Bang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved